Enam Elemen Penentu Efektivitas Palliative Care

Akses terhadap layanan kesehatan yang bermutu merupakan hak dasar setiap manusia. Namun, layanan kesehatan dasar semata tidak lagi dirasa cukup saat ini. Merebaknya penyakit yang bersifat life-limiting mendorong masyarakat mencari layanan kesehatan pendukung. Mereka bukan hanya ingin sembuh tetapi juga ingin dibantu untuk mengatasi masalah sosial dan gangguan lain sebagai dampak penyakit tersebut.

Penyakit-penyakit seperti kanker atau HIV sebelumnya dikategorikan sebagai penyakit "pembunuh" manusia. Namun, penyakit-penyakit semacam ini berubah status menjadi penyakit kronis akibat perkembangan teknologi pengobatan. Perubahan ini menimbulkan konsekuensi. Penderitanya akan mengalami gangguan fungsi tubuh lebih lama. Aspek sosial ekonomi juga akan terpengaruh. Mereka butuh layanan kesehatan menyeluruh yang efektif mengatasi semua permasalahan ini.

Kondisi inilah yang mendasari Lucket dkk., melakukan identifikasi berbasis bukti berbagai elemen penentu efektivitas palliative care. Penelitian ini ditujukan untuk membantu reformasi kebijakan layanan kesehatan di Australia. Hasilnya, ada enam elemen penentu efektivitas palliative care yaitu case management, shared care, specialist outreach services, managed clinical networks, integrated care, dan volunteers.

Case management. Case management merupakan kegiatan berulang untuk keberhasilan upaya penilaian dan penggalian kebutuhan masing-masing individu dalam perawatan paliatif. Kebutuhan ini mencakup aktivitas sehari-hari dan kesejahteraan sosial. Dalam case management dilakukan koordinasi layanan secara berkala dengan berbagai sektor kesehatan termasuk layanan sosial dan keagamaan.

Shared care. Dalam beberapa penelitian, shared care dilaporkan sebagai elemen efektif layanan paliatif. Karakteristik elemen ini adalah klinisi yang bekerja bersama profesi kesehatan dari disiplin lain, fokus pada komunikasi dan koordinasi, serta respon cepat sesuai kebutuhan dan strategi navigasi. Model yang mulanya dikembangkan untuk palliative care dewasa di daerah terpencil ini, saat ini telah direkomendasikan juga untuk perawatan anak-anak.

Specialist outreach services. Dalam skala internasional, specialist outreach services telah diadopsi untuk meningkatkan outcome untuk underserved population melalui: pemantapan klinik spesialis di praktek layanan primer perkotaan, pemantapan klinik spesialis di rumah sakit daerah yang tidak punya dokter spesialis, dan pemantapan klinik sub spesialis di pusat regional. Dampak positif specialist outreach services telah dikaji di Cochrane. Kesimpulannya, specialist outreach services dapat meningkatkan outcome pasien, menjamin penyampaian layanan kesehatan lebih efisien dan konsisten berbasis bukti ilmiah, serta menurunkan layanan rawat inap. Memang specialist outreach services terkait dengan penambahan biaya. Namun, penambahan biaya ini dianggap seimbang dengan peningkatan outcome kesehatan yang dihasilkan.

Managed clinical network. Jejaring klinis (clinical networks) telah lama diintegrasikan dengan berbagai sistem layanan kesehatan. Tujuannya, menjamin akses layanan kesehatan yang bermutu dan clinically-effective bagi populasi dengan akses dan outcome rendah. Jaringan ini memfasilitasi hubungan formal antara kelompok profesi kesehatan dan organisasi dari layanan primer, sekunder, dan tersier untuk bekerja secara terkoordinir serta tanpa memandang batasan-batasan profesi dan organisasi. Batasan-batasan ini biasanya terkait pendanaan dan batasan geografis.

Integrated care. Beberapa penelitian telah menunjukkan peran penting pelayanan terintegrasi (integrated care). Pelayanan terintegrasi merujuk kepada koordinasi beberapa pusat pelayanan sesuai kebutuhan pasien dan keluarganya. Tujuannya untuk memastikan keberlanjutan layanan kesehatan. Pelayanan terpadu mengharuskan pasien dan keluarganya terlibat dalam pembuatan keputusan dan menetapkan tujuan perawatan. Dampak baik layanan terintegrasi telah ditunjukkan oleh penelitian pada kasus perawatan pasien anak. Pada kasus ini, layanan terintegrasi bukan hanya berdampak positif bagi pasien dan keluarganya tetapi juga berdampak pada efisiensi organisasi dan kepuasan staf.

Volunteers. Elemen terakhir penentu efektivitas layanan paliatif adalah penggunaan sukarelawan (volunteers). Sukarelawan memegang peran penting dalam pemberian layanan paliatif, misalnya dalam kondisi minimnya tenaga kesehatan. Model layanan paliatif menggunakan volunteer telah jamak digunakan namun bukti implementasi dan evaluasinya masih terbatas.

Keenam elemen ini sebagian besar telah terbukti ilmiah membawa dampak bagi efektivitas layanan paliatif. Satu hal yang tak kalah penting, semua elemen ini berfokus pada pasien. Semuanya juga menunjukkan adanya dukungan dan kerja sama dengan aspek-aspek layanan kesehatan lainnya. Bila semua elemen ini dikombinasikan dengan apik, bukan tidak mungkin layanan paliatif yang dibutuhkan penderita penyakit kronis dapat terselenggara dengan baik.

Sumber: Elements of effective palliative care models: a rapid review. Luckett et al. BMC Health Services Research 2014, 14:136. http://www.biomedcentral.com/1472-6963/14/136

Text: drg. Puti Aulia Rahma, MPH