Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Komunitas Pasien Cuci Darah Siap Gugat Aturan BPJS Kesehatan

Screen Shot 2019 02 01 at 11.39.02 AMVIVA – Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia atau KPCID menyatakan siap menggugat Kementerian Kesehatan ke Mahkamah Agung jika kebijakannya yang mewajibkan urun biaya dan selisih biaya

bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan turut diwajibkan bagi pasien cuci darah.

Ketua Umum KPCDI Tony Samosir menjelaskan, itu disebabkan tidak semua pasien cuci darah yang menggunakan BPJS mandiri merupakan orang kaya. Di samping itu, orang kaya yang terkena penyakit tersebut pun dikatakannya juga berpotensi menjadi miskin.

"Meski aturan ini belum ditetapkan dan masih menunggu aturan teknis untuk menentukan jenis layanan yang terkena urun biaya, jika suatu saat diimplementasikan ke pasien cuci darah maka akan berdampak pada kualitas hidup pasien yang buruk," katanya dalam keterangannya, Rabu 30 Januari 2019.

Sekertaris Jendral KPCDI Petrus Hariyanto menambahkan, walaupun urun biaya tersebut hanya akan diberlakukan kepada peserta mampu dan mandiri, namun tidak semua peserta BPJS mandiri merupakan orang kaya dan berlebih harta. Ada kemungkinan mereka yang membayar premi, dikatakannya, karena tidak didaftar oleh pemerintah sebagai penerima Peserta Bantuan Iuran atau PBI.

“Walau kebijakan tersebut diberlakukan selektif, khusus orang yang mampu saja, tetap berpotensi menjadi kebijakan yang akan banyak membunuh pasien cuci darah. Mereka merasa tidak memiliki kepastian hidup karena selama ini hanya cuci darah, mereka bisa bertahan untuk hidup," tutur Petrus.

Karena itu, dia menegaskan, akan menggalang dukungan ke DPR dan membuat petisi untuk menolak aturan tersebut diterapkan ke pasien gagal ginjal. Namun, bila itu tetap diterapkan bagi pasien cuci darah menjadi sebuah kebijakan, KPCDI akan melakukan langkah hukum.

"KPCDI akan melakukan hak uji materiil terhadap kebijakan BPJS yang melanggar UU No 24 Tahun 2011 ke Mahkamah Agung," ungkap pria yang telah menjalani cuci darah lebih dari 6 tahun itu.

Sebagai informasi, aturan urun biaya dan selisih tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jamainan Kesehatan. Meski regulasi itu sudah diundangkan pada 17 Desember 2018, namun masih belum diberlakukan.

Secara umum peraturan menteri tersebut mengatur dua hal, yaitu urun biaya dan selisih biaya. Urun biaya dan selisih biaya tidak berlaku bagi PBI, peserta yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pengenaan urun biaya dan selisih biaya tersebut telah diatur dalam UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (4), yang ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Presiden.

 

 

 

 

Sumber: https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1116765-komunitas-pasien-cuci-darah-siap-gugat-aturan-bpjs-kesehatan