Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Orang Tua Anak yang Dirawat di Rumah Sakit untuk Terlibat dalam Keselamatan Pasien: Sebuah Studi Potong Lintang
Setiap tanggal 17 September diperingati sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia atau World Patient Safety Day. Tahun ini, peringatan difokuskan pada upaya memastikan perawatan yang aman bagi bayi baru lahir dan anak-anak, kelompok yang paling rentan terhadap risiko kesehatan. Tema yang diangkat WHO pada 2025 adalah "Safe care for every newborn and every child" atau "Perawatan aman bagi setiap bayi baru lahir dan setiap anak". Slogannya, "Patient safety from the start!", menekankan pentingnya mencegah risiko sejak anak dilahirkan hingga usia 9 tahun.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Chang (2025) meneliti faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan orang tua anak yang pernah dirawat di rumah sakit untuk berpartisipasi dalam keselamatan pasien. Dengan studi cross-sectional di Korea, melibatkan 210 orang tua yang anaknya berusia 3-18 tahun dan dirawat di rumah sakit dalam satu tahun terakhir. Responden disurvei menggunakan kuesioner tertutup yang mengukur beberapa variabel: pengetahuan keselamatan pasien (patient safety knowledge), literasi keselamatan pasien (patient safety literacy), pengalaman rawat inap anak (children’s hospitalization experience), serta keinginan orang tua untuk ikut andil dalam keselamatan pasien. Analisis data mencakup statistik deskriptif, korelasi, hingga regresi hierarkis.
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata skor keinginan untuk terlibat dalam keselamatan pasien adalah 62,96 dari skala 19-76, menandakan tingkat yang relatif moderat. Rata-rata skor pengetahuan keselamatan pasien adalah sekitar 34,89 dari 50 sedangkan literasi keselamatan pasien sekitar 3,01 dari 4. Variabel pengalaman rawat inap anak, khususnya komunikasi antara petugas dengan orang tua & anak, perhatian terhadap keselamatan dan kenyamanan selama rawat inap, dan lingkungan rumah sakit juga diukur.
Analisis korelasi memperlihatkan bahwa ada korelasi positif kuat antara keinginan orang tua untuk berpartisipasi dengan pengetahuan keselamatan pasien (r = 0,36, p < 0,001), literasi keselamatan pasien (r = 0,24, p < 0,001), komunikasi dengan orang tua (r = 0,27, p < 0,001), komunikasi dengan anak (r = 0,14, p = 0,035), serta perhatian terhadap keselamatan dan kenyamanan anak ketika dirawat (r = 0,25, p < 0,001). Namun korelasi tidak signifikan ditemukan antara keinginan partisipasi dan variabel seperti penilaian keseluruhan rumah sakit (global rating) serta lingkungan rumah sakit dalam beberapa aspek.
Dalam analisis regresi hierarkis, beberapa faktor muncul sebagai prediktor yang signifikan terhadap keinginan orang tua untuk ikut memastikan keselamatan pasien anaknya. Faktor-faktor tersebut antara lain: kelahiran anak yang dirawat (anak sulung lebih cenderung membuat orang tua berpartisipasi dibanding anak ketiga), pengetahuan keselamatan pasien yang lebih tinggi, komunikasi dengan anak selama rawat inap (uniknya, semakin besar komunikasi dengan anak justru berkorelasi negatif terhadap keinginan orang tua), dan perhatian terhadap keselamatan & kenyamanan selama rawat inap.
Penelitian juga menemukan bahwa beberapa karakteristik demografis seperti usia orang tua, jenis kelamin, dan usia anak secara keseluruhan kurang berpengaruh setelah variabel-variabel lain diperhitungkan, meskipun pada analisis awal terlihat bahwa orang tua yang berusia muda (19-39 tahun) dan laki-laki memiliki skor keinginan yang lebih tinggi dibanding kelompok lainnya. Tetapi setelah memasukkan faktor-pengetahuan dan pengalaman rawat inap, pengaruh usia dan jenis kelamin menjadi tidak signifikan.
Dalam diskusi, para penulis menyoroti bahwa keinginan partisipasi orang tua dalam keselamatan pasien anak tidak hanya dipengaruhi oleh atribut demografis, tetapi lebih oleh pengalaman konkret selama rawat inap dan pemahaman mereka terhadap keselamatan pasien. Mereka mencatat bahwa perhatian terhadap detail-detail seperti verifikasi identitas pasien, penanganan nyeri, kenyamanan, serta interaksi komunikasi yang baik antara staf medis dengan pasien anak dan orang tua dapat meningkatkan kesediaan orang tua untuk aktif.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menegaskan perlunya pengembangan program edukasi keselamatan pasien yang ditujukan kepada orang tua anak-anak yang dirawat di rumah sakit, dengan memperhatikan faktor-faktor seperti siapa anak yang dirawat (apakah anak sulung atau bukan), bagaimana rumah sakit memastikan kenyamanan & keamanan, serta bagaimana komunikasi dijalankan — termasuk komunikasi dengan anak. Institusi kesehatan dan pembuat kebijakan disarankan untuk merancang intervensi dan kampanye agar partisipasi orang tua dalam keselamatan pasien anak menjadi lebih aktif dan efektif.
Lebih lanjut dapat dilihat pada link berikut: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39802345/