Meningkatkan Keselamatan Pasien dalam Komunikasi Lisan atau Telepon

Pesan atau komunikasi secara lisan lebih berpeluang untuk terjadi kesalahan dibanding dengan pesan yang tertulis atau dikirim secara elektronik. Berbagai permasalahan yang dapat terjadi dan 'mengganggu' proses komunikasi lisan antara lain; dialek, artikulasi, aksen bicara yang berbeda-beda, backsound, interupsi, nama obat yang tidak familiar, serta terminologi. Setelah pesan secara lisan diterima harus ditranskripsikan ke dalam pesan atau perintah tertulis yang dapat menambah kompleksitas dan risiko pada proses pemesanan. Satu-satunya 'catatan' nyata mengenai pesan lisan ini adalah ingatan pihak-pihak yang terlibat.

Pada saat penerima mencatat pesan lisan, penulis resep berasumsi bahwa penerima pesan mengerti dengan benar. Tidak ada seorangpun kecuali penulis resep yang dapat memverifikasi apakah yang didengar oleh penerima pesan adalah benar. Dan apabila kemudian perawat yang menerima pesan menelpon ke apotek terkait pesan atau perintah tersebut maka akan membuka peluang lebih tejadinya kesalahan. Apoteker bergantung pada keakuratan transkripsi pesan tertulis oleh perawat dan pengucapannya ketika dibacakan kepada apoteker. Nama obat yang terdengar mirip pengucapannya juga mempengaruhi akurasi pesan atau perintah lisan. Banyak laporan yang disampaikan kepada PA-PSRS (Patient Safety Advisory-Pennsylvania Safety Reporting System) terkait nama obat yang salah dengar (misheard) seperti; pengucapan erythromycin yang mirip dengan azithromycin, pengucapan klonopin dengan clonidine. Selain itu kesalahan dengar tidak hanya terbatas pada pengucapan nama obat tetapi dapat terjadi pada pengucapan dosis obat, seperti; pengucapan toradol 50mg padahal dosis yang dimaksud adalah 15mg, pasien biasanya mengkonsumsi 5 tablet phenobarbital 30mg dan dokter memberikan phenobarbital 530mg.

Penyampaian pesan pemberian obat secara bersamaan juga berpeluang menimbulkan kesalahan. Institute for Safe Medication Practices (ISMP) menerima laporan kasus bayi yang lahir prematur mengalami permasalahan pernafasan setelah lahir, bayi tersebut rencananya akan dibawa ke NICU di RS anak terdekat. Sambil menunggu proses transfer, dokter memberikan pesan atau perintah secara lisan untuk memberikan ampicilin 200mg, gentamicin 5mg, dan perawat salah dengar bahwa antibiotik kedua yang diperintahkan adalah gentacimin 500mg, dan karena apotek sudah tutup maka diberikan obat yang dinilai setara yang tersedia, namun ternyata telah terjadi medication error, dan hal tersebut diketahui ketika kru ambulans dari RS anak datang dan menemukan bahwa tingkat gentacimin pada bayi tersebut 590mcg/mL.

Medication error juga dapat terjadi akibat kesalahan dalam mengkomunikasikan hasil laboratorium. Laporan yang diterima PA-PSRS menyebutkan bahwa banyak terjadi kesalahan akibat salah tafsir kadar gula darah untuk pasien terapi insulin. Misalnya kasus dimana pasien diberi 10 unit insulin reguler berdasarkan informasi yang disampaikan secara lisan bahwa gula darah pasien menjadi 353, padahal gula darah pasien tersebut 85.

Masalah signifikan lainnya yang dapat muncul akibat penggunaan perintah lisan adalah gangguan komunikasi terkait informasi pasien yang relevan, seperti; daftar obat saat ini, diagnosis, kondisi co-morbid, dan alergi. Ketika pengobatan dipesan secara lisan dan sistem pengecekan apotek tidak berjalan, maka masalah lainnya akan timbul. Salah satu contoh kasus yang diterima PA-PSRS adalah kejadian dimana seorang perawat menerima pesan secara lisan dari dokter untuk zosyn, pada dokumen pasien disebutkan bahwa pasien alergi terhadap penicillin. Baik perawat dan dokter sama-sama tidak menyadari bahwa zoysin kontraindikasi untuk pasien tersebut.

Pentingnya mengelola pesan atau perintah secara lisan juga mendapat perhatian dari The Joint Commission Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) dengan menambahkan sasaran patient safety nasional untuk mengatasi kecenderungan kesalahan prosedur perintah lisan. Tujuannya menyebutkan bahwa penerima pesan lisan atau telpon harus menuliskan pesan lengkap atau mengetiknya dalam komputer kemudian membacanya kembali dan menerima konfirmasi dari pemberi pesan atau hasil tes.

Fax, surat elektronik, dan penerimaan pesan secara komputerisasi dapat mengurangi kebutuhan perintah atau pesan secara lisan untuk situasi yang tidak gawat, namun sepertinya tidak mungkin untuk benar-benar menghilangkan komunikasi secara lisan tersebut. Untuk itu berbagi praktik yang aman atau safe practices dengan perawat, apoteker, dokter di unit kerja dapat menstimulasi diskusi. Meskipun mungkin tidak semua saran feasibel diterapkan di setiap organisasi tetapi dapat dipergunakan unttuk mengevaluasi praktik yang terjadi di organisasi tersebut. Safe practices tersebut antara lain meliputi:

  • Membatasi komunikasi lisan untuk peresepan atau perintah pengobatan pada situasi yang mendesak dimana tidak memungkinkan untuk dapat langsung menulis atau menggunakan komunikasi elektronik
  • Untuk pemberi resep mengucapkan perintah atau pesan secara jelas. Untuk penerima pesan menulis pesan atau mengetiknya dalam komputer, membaca kembali, menerima konfirmasi dari individu yang memberikan pesan
  • Untuk semua pesan terkait pengobatan termasuk tujuan dari obat tersebut dipastikan agar 'masuk akal' dalam konteks kondisi pasien
  • Termasuk dosis mg/ kg seiring dengan dosis spesifik untuk pasien untuk semua pesan atau perintah lisan pengobatan neonatal dan pediatrik
  • Untuk pemberi resep menanyakan informasi penting pasien seperti alergi obat, hasil lab, diagnosis atau kondisi co morbid yang mungkin akan berefek pada obat yang diberikan
  • Menyebutkan dosis obat dalam unit berat, misalnya: mg, gr, mEq, mMol
  • Apabila memungkinkan ada orang kedua yang mendengarkan pesan/ perintah lisan tersebut
  • Mencatat pesan/ perintah lisan secara langsung ke dalam lembar pesanan yang ada di tabel pasien
  • Penerima perintah/ pesan lisan dapat diminta menandatangani, menulis tanggal, waktu, dan catatan pesanan sesuai dengan prosedur peresepan yang ditentukan
  • Larangan perintah lisan untuk kemoterapi karena kompleksitasnya dan kesalahan fatal yang dapat terjadi
  • Larangan permintaan obat dari unit keperawatan ke apotek kecuali pesan lisan tersebut ditranskripsikan ke dalam form pesanan serta dilakukan sekaligus
  • Membatasi pesan/ perintah lisan untuk obat yang ada di dalam formularium
  • Membatasi jumlah tenaga yang kemungkinan akan menerima perintah/ pesan lisan untuk membantu memastikan 'keterbiasaan' dengan pedoman fasilitas dan kemampuan untuk mengenali penelpon, sehingga dapat mengurangi potensi perintah/ pesan palsu yang disampaikan melalui telpon
  • Apabila memungkinkan memiliki apoteker penerima perintah/ pesan lisan untuk pengobatan dan memastikan mekanisme bagi apoteker untuk menuliskan perintah lisan langsung ke dalam rekam medis
  • Meningkatan kesadaran permasalahan obat

Terdapat tiga hal yang dapat dilakukan petugas Patient Safety untuk meningkatkan proses keamanan obat terkait dengan perintah/ pesan secara lisan:

  • Menentukan apakah kebijakan dan prosedur di unit kerja sudah membahas mengenai perintah atau komunikasi secara lisan
  • Apabila sudah ada kebijakan dan prosedur yang relevan, dapat menggunakanelemen yang ada dalam tabel di bawah ini sebagai ceklis untuk mengidentifikasi potensi kesenjangan atau peluang untuk pengembangan

    tabel1
    tabel1
  • Apabila kebijakan dan prosedur sudah membahas semua elemen lingkungn yang aman terkait dengan perintah lisan, maka untuk mengetahui sejauh mana dokter mengikuti prinsip-prinsip tersebut dapat dipergunakan tabel berikut:

    table3

Disarikan Oleh: Lucia Evi I

Sumber : Improving the Safety of Telephone or Lisan Orders. The PA-PSRS Patient Safety Advisory—Vol. 3, No. 2 (June 2006)

http://patientsafetyauthority.org/ADVISORIES/AdvisoryLibrary/2006/Jun3(2)/Pages/01b.aspx