Menjamin Mutu Collaborative Care Plan dengan Membangun Profesionalitas, Penghargaan, dan Kepercayaan

Dengan semakin berkembangnya pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia, ditambah meningkatnya kesadaran dari masyarakat dunia tentang pentingnya pengelolaan lingkungan dan upaya yang inovatif di bidang kesehatan masyarakat, banyak negara maju dan berkembang sudah mulai mengalihkan perhatiannya dari masalah penyakit menular ke penyakit tidak menular, seperti kanker, jantung koroner, dan diabetes melitus. Tren ini juga disebabkan oleh gaya hidup masyarakat dunia yang mulai berubah dengan konsumsi junk food yang serba instan, kebiasaan merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Oleh karenanya, penanganan penyakit tidak menular sudah menjadi perhatian tersendiri dan  berbagai inovasi telah dikembangkan untuk mengatasinya, salah satu yang menjadi perhatian adalah diabetes melitus.

Di Australia misalnya, diabetes menjadi penyebab utama kematian, kesakitan, dan kecacatan selain sebagai salah satu faktor resiko penyebab beberapa penyakit kronik. Diabetes menempati urutan 2 penyakit kronik terbanyak yang ditangani oleh dokter di Australia dengan indikasi rujukan tertinggi. General Practice Guidelines for Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) memberikan perhatian khusus pada penanganan terkoordinasi untuk menangani diabetes yang melibatkan dokter, dokter spesialis, diabetes educator, penata diet, ahli mata dan podiatrist. Namun faktanya, koordinasi terkait hal ini berlum berjalan dengan baik, rujukan ke diabetes educator dan penata diet masih rendah bahkan pada kasus-kasus overweight atau obesitas. Keadaan ini mengindikasikan kebutuhan untuk peningkatan colaborative care antar profesi maupun fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk menjamin collaborative care terutama untuk penyakit seperti diabetes melitus, maka faktor yang perlu diperhatikan adalah bagaimana masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan mengetahui batasannya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan kurang koordinasi antara dokter, dokter spesialis, diabetes educator, penata diet, ahli mata, dan podiatrist terutama dalam proses rujukan. Menurut Van de Ven dan Walker hubungan baik yang terbangun pada proses rujukan lebih bergantung pada pengetahuan personal dan kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Hubungan ini juga dipengaruhi oleh power autonomy yang dimiliki oleh fasilitas kesehatan yakni siapa yang mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan dan siapa yang mempunyai kemampuan untuk memberikan ide.

Kepercayaan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menjamin kualitas dari collaborative care. Kepercayaan mencakup pemberian kuasa kepada pihak lain untuk menangani pasien sesuai dengan standard yang sesuai. Kepercayaan yang dimaksud disini berhubungan dengan kompetensi, profesionalitas, dan respect.

Sebuah penelitian kualitatif oleh Mc Donald, dkk mungkin bisa membantu kita bagaimana mengelola sebuah collaborative care untuk penyakit kronis seperti diabetes dengan kolaborasi multidisipliner. Mc Donald, dkk menggali secara mendalam bagaimana penyakit diabetes ditangani secara kolaborasi oleh berbagai fasilitas layanan kesehatan di Australia mulai dari dokter umum sampai dengan podiatrist. Dokter umum sebagai gate-keeping mengambil peranan yang sangat penting, mereka mempunyai "kekuasaan" untuk melakukan rujukan, dimana fasilitas kesehatan atau profesional lain yang masuk sebagai collaborative team sangat bergantung dengan dokter. Di satu sisi dengan metode pembayaran fee-for-service dokter merasa mendapatkan pendapatan yang lebih sedikit apabila melakukan rujukan sehingga koordinasi yang terbangun dengan fasilitas kesehatan yang ada diatasnya menjadi berkurang. Dengan demikian beberapa klinik yang masuk dalam sampel peneltian tersebut menyediakan beberapa pelayanan yang seharusnya akan lebih baik diserahkan kepada profesional misalnya pelayanan monitoring rutin diabetes dan patient education yang merupakan wilayah dari diabetes educator. Hal ini tentu saja menimbulkan overlap dalam pelayanan, selain menambah beban pada klinik umum hal ini juga mengurangi kepercayaan pada klinik-klinik diabetes swasta atau fasilitas kesehatan yang berada diatasnya.

Kepercayaan dan respect adalah bagaimana menghubungkan profesionalitas dan personal faktor. Dalam arti sederhana, bagaimana seorang dokter bisa menaruh kepercayaan pada spesialist atau fasilitas diatasnya dengan harapan bahwa pasien yang akan ia rujuk mendapat penanganan yang baik. Hal ini terkadang dinilai dari kualitas feedback rujukan, dokter biasanya akan melakukan rujukan kepada pihak yang mempunyai feedback yang baik dan memuaskan. Selain itu komunikasi langsung melalui telpon akan lebih meningkatkan hubungan antara semua pihak yang terlibat. Mc Donald juga mewawancarai pasien yang ditangani baik secara kolaborasi maupun tidak, dan mereka menemukan bahwa pasien yang ditangani secara kolaborasi merasa puas dengan penanganan yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat.


Oleh karena itu, dalam rangka menyediakan collaborative care yang bermutu demi menjamin keselamatan pasien maka dua faktor penting yang perlu diberi perhatian adalah respect (penghargaan) dan kepercayaan. Dengan membangun penghargaan dan kepercayaan yang kuat dengan berbagai pihak terutama yang terlibat dalam collaborative care plan maka pelayanan kesehatan yang kita berikan akan terjamin kontinuitasnya dan bermuara pada kepuasan pasien.

Oleh : Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran UNDANA
Sumber : McDonald, Julie, et all. 2012. The Influence of Power Dynamics and Trust on Multidisciplinary Collaboration: A Qualitative Case Study of Type 2 Diabetes Mellitus. BMC : Health Services Research, 12-63
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6963-12-63.pdf