Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Pendekatan Telemedicine Dalam Rangka Menekan Penyebaran Covid-19

Penulis: Andriani Yulianti,  Divisi Mutu PKMK FK KMK UGM)

Pandemi COVID-19 saat ini memaksa banyak sistem kesehatan secara proaktif mengurangi pemberian pelayanan kesehatan untuk mengurangi kontak dengan sarana pelayanan kesehatan demi menghindari paparan virus. Terdapat kekhawatiran bahwa penangguhan pelayanan memiliki dampak kesehatan yang negatif, sehingga pemanfaatan telemedicine dapat memberikan alternatif yang layak untuk dipertimbangkan.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan menghimbau rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk mengembangkan dan menggunakan pelayanan kesehatan jarak jauh (telemedicine) dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal tersebut dilakukan Diyakini bahwa telemedicine merupakan pendekatan inovatif untuk mengelola situasi COVID-19.

Pelayanan telemedicine merupakan pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019).

Beberapa pelayanan telemedicine di era COVID-19 dengan pemberian informasi dan edukasi kesehatan, pemberian konsultasi online masalah kesehatan, pemeriksaan kesehatan di rumah dan pelayanan keperawatan, pemeriksaan rapid test di rumah, pemberian obat serta mengarahkan rujukan ke fasilitas kesehatan / Rumah Sakit.

Pelayanan telemedicine di era COVID-19 telah tertuang dalam Surat Edaran Menkes HK.02.01/MENKES/303/2020 bahwa pelayanan telemedicine merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dokter dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendiagnosis, mengobati, mencegah, dan/atau mengevaluasi kondisi kesehatan pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya, yang dibuktikan dengan surat tanda registrasi (STR) dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Hasil pelayanan telemedicine dicatatkan dalam catatan digital atau manual yang dipergunakan oleh Dokter sebagai dokumen rekam medik dan menjadi tanggung jawab dokter, harus dijaga kerahasiaannya, serta dipergunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terdapat beberapa kewenangan klinis dokter seperti yang tertuang dalam surat edaran tersebut yakni; melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual, pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan dan pengobatan pasien, penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan diagnosis, serta penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut ke laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan sesuai hasil penatalaksanaan pasien.

Penulisan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan harus silakukan secara hati-hati dengan ketentuan dapat dilakukan secara tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggaraan resep elektronik tertutup dilakukan melalui aplikasi dari Dokter ke fasilitas pelayanan kefarmasian. b. Penyelenggaraan resep elektronik terbuka dilakukan dengan cara pemberian resep elektronik secara langsung kepada pasien. Penyelenggaraan resep secara terbuka membutuhkan kode identifikasi resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian. c. Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).

Beberapa hal harus diperhatikan dalam implementasi telemedicine yakni memastikan jasa pengantaran, atau penyelenggara sistem elektronik kefarmasian dalam melakukan pangantaran, harus: 1) menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantar; 2) menjaga kerahasiaan pasien; 3) mengantarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dalam wadah yang tertutup dan tidak tembus pandang; 4) memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantarkan sampai pada tujuan; 5) mendokumentasikan serah terima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan; dan 6) Pengantaran melengkapi dengan dokumen pengantaran, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.

Penggunaan telemedicine tidak lepas dari beberapa tantangann yang dapat mempengaruhi keberhasilan penggunanya seperti kerahasiaan data pasien yang harus dibangun. Selain itu, efektivitas telemedicine tergantung pada kualitas gambar dan video. Dengan demikian, penyebaran telemedicine yang efektif membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang baik untuk pasien dan dokter. Biasanya beberapa diagnosis mungkin sulit dilakukan secara virtual. Dengan demikian, penting juga bahwa perangkat lunak virtual yang digunakan untuk telemedicine harus ramah pengguna dan juga menyediakan akses ke bantuan online untuk pasien dengan kemampuan teknologi rendah.

Selain itu, praktisi medis mungkin memerlukan pengetahuan dan peningkatan keterampilan untuk dapat menggunakan teknologi dan peralatan virtual. Praktisi medis yang sudah memiliki pengetahuan sebelumnya dalam menggunakan platform virtual dapat memberikan pelatihan dan dukungan kepada pengguna staf baru lainnya. Oleh karena itu, perlu diberikan pelatihan kepada dokter dalam menggunakan telemedicine (Anthony, 2020)

Dalam sebuah penelitian lainnya juga disebutkan tantangan lainnya untuk implementasi telemedicine di Rumah Sakit yakni adanya beban regulasi (kebutuhan akan dokumentasi tambahan )dan teknis pelaksanaan yang dapat menghambat, hal ini terutama berlaku untuk sektor publik, dimana dilaporkan setidaknya sesekali kendala telemedicine dalam lingkungan kerja. Penting untuk mengurangi hambatan ini serta berinvestasi dalam infrastruktur teknis untuk memberikan perawatan optimal bagi pasien yang dirugikan karena krisis COVID-19 harus menjadi prioritas penyelenggara pemerintah. Selanjutnya aspek sosial, seperti kendala bahasa dalam percakapan audio-video langsung dan kurangnya keterampilan teknis, dapat menghambat implementasi (Yamada, et al 2020).
Contoh Implementasi telemedicine di RS Siloam

art28ags

Setelah di implementasikan, maka penting dilakukan evaluasi pelayanan kepada pasien agar dapat memberikan kesempatan perbaikan dalam penyediaan layanan kesehatan sebagai proses perbaikan yang berkelanjutan. Survei kepuasan pasien memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk memastikan apakah implementasi telemedicine telah memenuhi harapan pasien agar dapat mengekspos area yang memerlukan perbaikan menuju standar yang ditetapkan. Ini sangat penting selama meningkatnya penggunaan telemedicine untuk penyediaan layanan kesehatan di masa COVID-19.

Sumber:

  • Anthony Jnr, (2020), Use of Telemedicine and Virtual Care for Remote Treatment in Response to COVID-19 Pandemic, Nature public health emergency collection, Published online 2020 Jun 15. doi: 10.1007/s10916-020-01596-5
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
  • Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 TAHUN 2020 tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka pencegahan penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19)
  • Yamada N, Aslanidis T, Ditchburn J, (2020), Telemedicine in Germany During the COVID-19 Pandemic: Multi-Professional National Survey, Journal of Medical Internet Research, Published online 2020 Aug 5. doi: 10.2196/19745