Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Reportase Forum Mutu IHQN Hari II Sesi 2

Pembicara I: Manajemen Mutu Upaya Kesehatan Masyarakat Terkait COVID-19 oleh dr. Siti Marlina, MSc
(Kepala Puskesmas Bantul 2 dan Sekretaris Forum Komunikasi Puskesmas DIY)

Siti Marlina menyatakan bahwa dalam kondisi pandemi, Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan skala prioritas, kondisi psikologis masyarakat, dan zonasi wilayah terkait COVID-19. Pandemi COVID-19 menjadi tantangan untuk puskesmas dalam mempertahankan mutu pelayanan baik UKM maupun UKP.

Hal ini penyebabkan penyesuaian tahapan manajemen puskesmas baik di perencanaan (P1), pergerakan dan pelaksanaan (P2) maupun pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja puskesmas (P3). Pada kegiatan UKM, ada tiga opsi yang dilakukan 1) tunda kegiatan atau tidak bisa dilaksanakan; 2) melaksanakan kegiatan dengan metode berbeda; dan 3) dilakukan dengan menerapkan kaidah PPI dan physical distancing. Hal ini membutuhkan dukungan dinas kesehatan dan pemerintah daerah agar puskesmas dapat melakukan kegiatan UKM.

Kualitas mutu UKM di masa pandemi dapat dilihat pada sisi input, proses dan output.

  1. Di sisi Input yaitu 1) SDMK, selama masa pandemi petugas puskesmas terbagi atas 2 tim untuk menjaga kontinuitas pelayanan. COVID-19 adalah sesuatu yang baru untuk tenaga kesehatan sehingga harus update setiap saat; 2) Anggaran kesehatan, kegiatan UKM menggunakan Dana BOK dan Dana desa namun membutuhkan fleksibilitas penggunaan anggaran untuk mendukung penanganan COVID-19; 3) Regulasi, puskesmas melakukan perubahan SOP untuk pelaksanaan kegiatan penanganan COVID-19 dan meredesign tempat pelayanan sesuai kaidah PPI dan Physical distancing.
  2. Dari sisi proses, puskesmas selalu mengikuti standar penanganan COVID-19 yaitu melakukan pembatasan kegiatan tatap muka guna mengurangi penularan COVID-19, mengutamakan kebutuhan sasaran. Pada kegiatan UKM tetap mengutamakan keselamatan sasaran dan petugas dengan safety briefing protokol kesehatan. Selain itu kegiatan UKM dilaksanakan dengan metode lain seperti penggunaan google form, edukasi melalui media sosial dan pertemuan daring. Hambatan dalam proses adalah kondisi psikologis masyarakat yang masih takut, penambahan kasus positif COVID-19, zonasi wilayah COVID-19, dan keterbatasan masyarakat menggunakan teknologi.
  3. Dari sisi output, umpan balik kegiatan dari sasaran yang menjadi evaluasi untuk melakukan kegiatan berikutnya. Target indikator mutu (SPM) menjadi tidak tercapai. Program essensial dan pengembagan dilakukan dengan protokol kesehatan. Harapan dan strategi menangani COVID-19 yaitu melakukan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan COVID-19, flexibilitas penggunaan anggaran BOK untuk tahun 2021 khususnya pembelian APD untuk kegiatan surveilans, Monev pelaksanaan kegiatan, dan regulasi yang mendukung kegiatan UKM.

Pembicara II: Pengalaman Redesign Pelayanan dan Fisik RS Menghadapi Tantangan COVID-19
oleh dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes., Sp.OG (Dirut- RSUP Dr Sardjito)

Rukmono menyampaikan bahwa perubahan harus bisa di-sense dan dilakukan response. Pada Masa Adaptasi Kebiasan Baru (Masa Baru) terjadi pengorganisasian yang harus berubah, informasi harus cepat, tim bekerja cross functional team, bekerja harus fleksibel. Rumah sakit juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang cepat, customer ingin direspon dengan cepat, pelayanan lebih efisien, dan kepuasan pelanggan yang dituntut. Rumah Sakit merespon kebutuhan pelayanan dengan melakukan kolaborasi dengan rumah sakit lain, melakukan penyesuain pelayanan untuk kelompok rentan, dan dukungan bagi seluruh pekerja di Rumah Sakit. Kondisi ini menuntut Rumah sakit menerapkan 4 R yaitu Re-bounding, Reimagining, Responding, dan Rebuild.

RSUP Sardjito Memulihkan pelayanan di Masa Baru melalui 4 zona antara lain Pivot Zone, Go Zone, Check Zone, Wait Zone. Area perbaikan yang dilakukan oleh RS Sardjito dengan memisahkan layanan pasien non COVID-19 dan Pasien COVID-19 di seluruh lingkup pelayanan, pengendalian akses masuk melalui screening dan penandaan dengan stiker berwarna sesuai tingkat risiko pengunjung, dan Edukasi/Pelatihan staff sebelum ditugaskan ke pelayanan COVID-19. Pada konteks Surge Capacity, RSUP Sardjito tidak sekedar menambah ruangan, tetapi kapasitas. Strata surge capacity terbagi atas 3 yaitu kapasitas konvensional, kapasitas kontingensi, dan kapasitas krisis. Dalam konteks surge perlu memperhatikan 4 S yaitu Staffing, Space, Supplies dan System.

Secara umum Implementasi dimensi efektif, efisien, aman dan berkelanjutan di RSUP Sardjito antara lain 1) Pemisahan layanan non COVID-19 dan pasien COVID-19. Pada awal pandemi, pasien COVID-19 dilayani di ruang UGD yang kemudian dinilai sangat berbahaya sehingga dilakukan rekayasa zonasi; 2) APD dilakukan berdasarkan kewaspadaan standar dimana dilakukan berdasarkan analisis risiko, proses pelayanan yang dikerjakan dengan tetap memaksimalkan menjaga jarak dan menjaga kebersihan lingkungan;

Pembahas I: dr. Ketut Suarjaya, MPPM (Dinas Kesehatan Provinsi Bali)

Ketut menyampaikan arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan ini tidak terlepas dari akses dan kualitas pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta dengan penekanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar dan peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh Inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Isu strategis mutu pelayanan kesehatan antara lain 1) akses dan mutu pelayanan kesehatan; 2) ketersediaan dan kepatuhan terhadap standar mutu klinis dan keselamatan pasien; 3) budaya mutu di fasilitas kesehatan dan program; 4)peran dan pemberdayaan pasien keluarga dan masyarakat; 5) penguatan tata kelola struktur organisasi mutu dan sistem kesehatan lainnya; 6) komitmen Pemerintah Pusat, daerah dan pemangku kebijakan; dan 7) data indikator sistem informasi dan pengembangan pemanfaatannya.

Pelayanan di fasilitas kesehatan pada masa adaptasi kebiasaan baru tentunya harus meredesain fasilitas pelayanan melalui pengaturan alur layanan, pembagian zona resiko penularan COVID-19, penerapan prinsip PPI, pengembangan sistem inovasi pelayanan kesehatan dan penguatan rujukan di masa kenormalan baru. Redesign pelayanan dan fisik Rumah Sakit menghadapi pandemi COVID-19 yaitu 1) Memberikan pelayanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19 dengan menerapkan prosedur skrining triase dan tatalaksana kasus; 2) melakukan antisipasi penularan terhadap tenaga kesehatan dan pengguna layanan dengan penerapan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di unit kerja dan pemenuhan alat pelindung diri (APD); dan 3) menerapkan protokol pencegahan COVID-19.

Pembahas II: dr. Vierra Wardhani, M.Kes, Ph.D (Universitas Brawijaya Malang

Vierra menyatakan perlunya sistem manajemen mutu di organisasi dalam merespon pandemi COVID-19. Secara umum, dampak pandemi antara lain 1) adanya tantangan kapasitas cadangan dan burnout sistem; ketika ada banyak tuntutan sementara layanan kesehatan tidak siap merespon; 2) penurunan cakupan dan utilitas non COVID-19 karena adanya stigma dan ketakutan; 3) membuka kesadaran peluang, cara, dan perilaku baru untuk meningkatkan akses layanan kesehatan; dan 4) mendorong melakukan desain lebih bagus dan belajar secara cepat. Hal ini merupakan proses sistem manajemen dan peningkatan mutu.

Hasil penelitian dilihat dari temporal comparison menunjukkan pada awal pandemi COVID-19 khususnya di Indonesia terjadi penurunan kunjungan pasien baik di puskesmas hingga rumah sakit. Hal ini membutuhkan respon organisasi untuk melakukan perubahan yang sangat cepat dan pentingnya melakukan integrasi dan continuum of care. Pelayanan kesehatan primer sangat penting di era pandemi merupakan titik kontak pertama ketika penduduk mencari layanan kesehatan, dapat menjamin komprehensifitas layanan.

Terdapat 4 isu yang dihadapi layanan primer dalam masa “Adaptasi Kebiasaan baru” antara lain 1) pelayanan diberikan dengan telehealth; 2) menimbulkan kelompok vulnerable baru; 3) Perilaku pencarian pertolongan kesehatan yang berubah; dan 4) Kebutuhan co-worker support menghilangkan rasa takut. Pada situasi krisis maka yang paling penting adalah memastikan best possible patient outcome dengan menciptakan standar layanan baru.

Reporter: Candra, MPH