Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Evaluasi Kesenjangan Pelayanan Kesehatan di Area Penyakit Gastrointestinal, Kanker, Penyakit Langka, dan Terapi Plasma: Sudut Pandang Sistem Kesehatan Indonesia

(Studi kasus di Sumatera Utara, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur)

Disarikan oleh: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Mutu, PKMK FK-KMK-UGM)

Pentingnya akses dalam pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan, tidak terkecuali untuk pelayanan pasien dengan penyakit langka dan penyakit lainnya. Bagi sebagian besar pasien, terdapat hambatan yang cukup besar dalam hal akses ke pelayanan yang tepat, diagnosis tertunda dan pilihan pengobatan yang terbatas atau bahkan tidak tersedia. Di Indonesia, untuk meningkatkan akses, pemerintah telah menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu suatu skema asuransi sosial kesehatan pada tahun 2014 dengan maksud untuk mencapai universal health coverage (UHC) pada tahun 2019.

Selain itu, strategi akses dimaksudkan untuk memberikan dampak positif bagi pasien dengan penyakit langka dan mereka yang membutuhkan terapi turunan plasma untuk kondisi mereka. Sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Djasri et al., telah melakukan evaluasi kesenjangan pelayanan kesehatan di area penyakit gastrointestinal, kanker, penyakit langka, dan terapi plasma dari sudut pandang sistem kesehatan Indonesia, di 3 wilayah di Indonesia yakni Sumatera Utara, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur, yang mewakili wilayah perkotaan, pedesaan, dan campuran perkotaan-pedesaan.

Di setiap lokasi dipilih 2 wilayah (kota/kabupaten) yang merupakan ibu kota dan wilayah terjauh dari ibu kota. Tujuan penelitian ini untuk memahami bagaimana kesenjangan sistem kesehatan untuk memperkuat sistem kesehatan, mendukung pemberian pelayanan kepada pasien di sepanjang rangkaian perawatan khusus berkaitan dengan area penyakit yang diuraikan dalam pernyataan masalah.

Studi ini mendukung penyelarasan upaya yang dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan, yang bekerja dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pemberian layanan kesehatan. Desain penelitian menggunakan studi cross-sectional yang dirancang untuk mengevaluasi kesenjangan sistem perawatan kesehatan dengan fokus pada Inflamatory Bowel Diseases (IBD), kanker, penyakit langka dan perawatan terapi plasma di Indonesia serta menggabungkan metode analisis kuantitatif dan kualitatif dari para pemangku kepentingan yang bekerja di bidang yang sama termasuk LSM, perusahaan farmasi mitra dan otoritas pemerintah serta evaluasi dan analisis studi kasus di tingkat lapangan.

Hasil dari evaluasi di 3 provinsi terpilih di Indonesia ini telah memberikan gambaran yang jelas tentang sistem kesehatan Indonesia dalam mengelola 4 wilayah penyakit tersebut. Penerapan program JKN pada tahun 2014 sedikit banyak telah menghilangkan hambatan finansial untuk perawatan kesehatan. Meski demikian, ketimpangan masih terjadi akibat distribusi sumber daya kesehatan yang tidak seimbang.

Adanya ketimpangan antar wilayah menyebabkan aksesibilitas pelayanan menjadi masalah utama bagi keempat wilayah penyakit tersebut. Kurangnya dukungan kebijakan dari Pemerintah Indonesia berpotensi menyebabkan buruknya penyediaan layanan kesehatan untuk 4 bidang penyakit tersebut. Ini akan berdampak pada komunitas dan pengguna layanan. Pendataan pasien sangat penting untuk pengelolaan penyakit ini.

Kurangnya pendataan di IBD dan penyakit langka berpotensi menghasilkan data prevalensi kedua penyakit yang tidak lengkap. Karena biaya untuk kedua penyakit ini tinggi dan sumber daya terbatas, rendahnya angka prevalensi tidak akan menarik perhatian alokasi dana dari pemerintah. Selain itu, Indonesia memiliki ruang fiskal yang ketat untuk program kesehatan karena lebih banyak fokus diberikan pada perawatan primer dan preventif, perawatan akut, dan penyakit lain dengan beban epidemiologi yang tinggi untuk mendukung jaminan kesehatan universal.

Pada pertemuan sosialisasi dengan stakeholder yang diundang dan kelompok dukungan pasien menemukan bahwa sistem informasi untuk penyakit tersebut masih lemah. Misalnya HMHI meskipun aplikasi haemophily-nya telah mencatat 2.000 kasus hingga tahun 2020, namun prediksi epidemiolic untuk hemophily di Indonesia adalah sekitar 20.000 kasus.

Kesenjangan sistem informasi cukup lebar di sini. Kemenkes sebagai regulator di bidang kesehatan perlu meningkatkan dan mempersiapkan sistem informasi yang komprehensif, tidak hanya untuk penyakit hemofilia secara spesifik tetapi juga penyakit lain untuk mendapatkan informasi yang lebih baik yang dapat mendukung proses pengambilan keputusan untuk pengelolaan penyakit yang efektif dan alokasi sumber daya.

Meskipun peran pemerintah sangat penting dalam mengembangkan sistem perawatan kesehatan yang efektif, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam hal ini. Kelompok pendukung pasien, LSM, sektor swasta termasuk perusahaan farmasi harus dilibatkan dalam inisiatif ini. Pelajaran dari Filipina dapat menjadi contoh yang baik karena negara tersebut telah menyetujui Undang-Undang Penyakit Langka pada bulan September 2015 didukung oleh kelompok dukungan pasien yang melakukan langkah-langkah penting dalam memetakan strategi nasional.

Penguatan kelompok pendukung pasien dan LSM yang ada di Indonesia sangat penting untuk dapat mendorong pengembangan kebijakan IBD, kanker, dan penyakit langka baik di tingkat nasional maupun provinsi / kabupaten / kota. Kebijakan khusus untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi penyakit-penyakit tersebut sangat diperlukan untuk memastikan pasien mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup.

Studi ini dapat menjadi titik awal untuk melakukan studi lebih lanjut di bidang IBD, kanker, penyakit langka dan terapi turunan plasma. Situasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia belum siap merespon meningkatnya jumlah penyakit tersebut. Banyak tantangan yang perlu dijawab oleh Pemerintah Indonesia sebagai aktor utama dalam reformasi sistem kesehatan.

Tantangan-tantangan tersebut adalah kurangnya kebijakan/pedoman/strategi nasional, sistem informasi kesehatan yang lemah, kesenjangan ketimpangan yang besar dalam pelayanan kesehatan, distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, dll. Selain itu, masih terbatasnya kelompok pendukung pasien yang dapat dilibatkan dalam penanganan penyakit. Alokasi anggaran yang substansial sangat penting berdasarkan penilaian kebutuhan yang komprehensif untuk keempat bidang penyakit tersebut.

Beberapa rekomendasi dihasilkan dari studi evaluasi ini, antara lain; Kementerian Kesehatan Indonesia perlu mengembangkan kebijakan khusus untuk tiga bidang penelitian: kebijakan IBD, kebijakan penyakit langka, dan kebijakan terapi derivatif plasma; Kementerian Kesehatan RI perlu lebih mensosialisasikan kebijakan kankernya ke tingkat provinsi dan kabupaten / kota, khususnya untuk penanganan kanker tidak umum, seperti Limfoma Hodkin dan Milenoma Ganda; Kebijakan di atas harus mencakup tanggung jawab pemerintah provinsi untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan untuk 4 wilayah penyakit, termasuk sistem pemantauan dan evaluasi; Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi perlu mengidentifikasi berbagai lembaga mitra (kelompok pendukung pasien, LSM dan organisasi kemasyarakatan dan sosial) yang dapat berperan serta meningkatkan sistem pelayanan kesehatan di 4 wilayah penyakit; Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dan tingkat pasien untuk menggali lebih dalam tentang pengelolaan penyakit tersebut dari bawah ke atas.

Sumber:

  • Djasri, H., Nappoe, A., Nursetyo, A., Rahma, A. (2020), Evaluasi Kesenjangan Pelayanan Kesehatan di Area Penyakit Gastrointestinal, Kanker, Penyakit Langka, dan Terapi Plasma: Sudut Pandang Sistem Kesehatan Indonesia. Jogjakarta: A Health System Assessment Final Report. CHPM, UGM.