Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Mengenal Tipe-Tipe Karakter Lansia Di Era New Normal Agar Menjadi Lansia Bijak dan Berkualitas

Penulis: Sabar P Siregar (Praktisi Psikiater dan Dokdiknis di RSJ Prof dr Soeroyo Magelang)

Batasan usia seseorang masuk kelompok Lanjut Usia (Lansia) telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia membuat batasan lansia mulai usia 60 tahun. Sementara WHO (2013) mengatakan lansia adalah seseorang yang memiliki usia sejak 55 tahun dan lebih. Di sisi lain ada literatur yang menyampaikan bahwa otak manusia mulai mengalami pengecilan sejak seseorang berusia 50 tahun karena mengalami proses kemunduran (degenerasi).

Saat proses awal degenerasi ini tidak menunjukkan dampak yang bermakna dalam fungsi keseharian, karena sel-sel otak yang masih ada mampu mengambil alih fungsi dari sel-sel otak yang mengalamai degenerasi. Kalaupun ada dampak, keadaan itu sering dimaknai sebagai hal yang wajar bagi seseorang seiring dengan bertambah lanjutnya usia, misalnya bertambah lambat dalam melakukan beberapa fungsi sehari-hari namun secara umum masih dapat diterima lingkungan.

Tetapi proses degenerasi terus berlanjut, sehingga pada suatu fase tertentu, sel-sel otak yang tersisa tidak mampu lagi menjalankan fungsi sel-sel yang sudah mengalami degenerasi maka tampaklah manifestasi akibat terjadinya degenerasi sel-sel otak yaitu berupa terganggunya kemampuan melaksanakan fungsi untuk kehidupan sehari-hari. Tidak mampu lagi melakukan dengan leluasa beberapa kegiatan sehari-hari yang sebelumnya dapat dilakukan dengan mudah.

Secara umum terjadi proses degenerasi sel-sel otak pada setiap lansia dan proses degenerasi ini tentunya mempengaruhi kapasitas fisiologis dan psikologis seorang lansia. Penanda sudah terjadinya degenerasi bukan pada tampilan organ atau organisma saat istirahat akan tetapi bagaimana organ atau organisme tersebut dapat beradaptasi terhadap perubahan (stres) yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Kemampuan adaptasi pada masing-masing lansia berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini disebabkan salah satunya adalah bagaimana gaya hidup lansia dimasa lalunya.

Perubahan, baik dalam diri dan lingkungan lansia, senantiasa terjadi secara berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu perubahan yang terjadi secara masif adalah bidang digitalisasi yang meliputi hampir seluruh aspek kehidupan sehari-hari. Hal itu tidak dapat dihindari. Perubahan-perubahan ini sangat membutuhkan kondisi fisiologis dan psikologis yang harus selalu adaptif. Sementara itu secara alamiah pada lansia terjadinya proses degenerasi mendasari penurunan fungsi fisiologis dan psikologis dan tentunya mempengaruhi kemampuan adaptasi seorang lansia baik secara kapasitas dan kecepatan.

Saat pelayanan di poliklinik, penulis mendengarkan keadaan kondisi seorang guru. Usia yang bersangkutan masuk kategori lansia menurut WHO (2013), menghendaki pensiun dini. Dari pemeriksaan dengan wawancara klinis, penulis mendapatkan informasi bahwa alasan utama untuk minta pensiun dini adalah tuntutan kerja di kantor saat ini yang mengharuskan memakai komputer. Guru tersebut mengalami beberapa hambatan, terutama sistem penglihatannya, saat menggunakan komputer. Sering merasa silau dengan monitor komputer dan hurufnya terlalu kecil, apalagi menggunakannya terus menerus setiap hari dan hampir sepanjang jam kerja. Selain masalah penglihatan, masalah lainnya adalah seringnya ada perubahan-perubahan program komputer dikantor yang menuntut kecepatan dan ketepatan. Perubahan begitu cepat terjadi.

Masalah bertambah berat saat era new normal ini, karena pandemi maka pembelajaran banyak menggunakan media digitalisasi. Sesungguhnya beberapa lansia menyadari perubahan memang harus terjadi dan tidak menolak perubahan akan tetapi kapasitas fisiologis dan psikologis yang dimiliki beberapa orang lansia tidak cukup untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan saat ini.

Adanya perbedaan kemampuan adaptasi pada masing-masing lansia, akan mempengaruhi bagaimana seorang lansia menghadapi perubahan-perubahan lingkungan yang selalu dan pasti akan terjadi. Respon adaptasi yang sering ditemukan pada masa lalu adalah bertarung atau menyerah. Sistem organ pendukung dan pengendali untuk respon adaptif bertarung atau menyerah tersebut masih tetap sama. Namun perilaku adaptasi bertarung atau menyerah ini, berubah total sesuai dengan tuntutan lingkungan modern yang memaksa manusia harus berperilaku berlawanan dengan respon biologis yang sudah diturunkan dari masa lalu.

Bentuk respon bertarung modern dapat dalam bentuk: marah, argumentatif, agresif. Sementara respon menyerah modern adalah: penarikan sosial, penyalahgunaan zat, promiskuitas dan menonton bola terus menerus.

Selain respon adaptif bertarung atau menyerah, kemampuan adaptasi lansia juga dipengaruhi bagaimana karakter (pribadi). Tipe karakter sangat dipengaruhi nature dan nuture karena ke-dua faktor tersebut saling berinteraksi selama kehidupan. Hasil interaksi faktor bawaan dan pengalaman membentuk karakter (pribadi) seseorang. Faktor bawaan dan pengalaman setiap orang berbeda sehingga karakter masing-masing orang juga berbeda walaupun ada kemiripan. Jadi karakter tidak terbentuk dalam waktu singkat tapi prosesnya sepanjang kehidupan. Misal ada yang tinggal di lingkungan atau situasi yang sama, namun ada yang terpengaruh oleh lingkungannya ada yang tidak.

Secara kultur gambaran karakter seorang lansia adalah seseorang yang bijak, tenang dan dapat mengendalikan emosi secara penuh dalam kesehariannya dan gambaran ini menjadi teladan bagi yang berusia lebih muda. Tentu tidak semua lansia memiliki karakter seperti gambaran kultur tersebut.

Beberapa tipe karakter pada lansia:

  1. Tipe konstruktif: seseorang dengan tipe ini memiliki integritas baik, dapat menikmati hidup, toleransi tinggi, humoris, fleksibel, tahu diri, dapat menerima fakta proses menua dan dimasa pensiunnya dapat hidup dengan tenang.
  2. Tipe ketergantungan: tipe ini secara umum masih dapat diterima ditengah masyarakat, walau tipe ini pasif, tidak berambisi tapi tipe ini masih tahu diri walau tidak praktis. Biasanya dikuasai istri, senang pensiun, banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang berlibur.
  3. Tipe defensif: ciri tipe ini adalah adanya riwayat pekerjaan/jabatan tidak stabil, selalu menolak bantuan. Sisi emosi sering tidak dapat dikontrol, memegang teguh kebiasaan, kompulsif aktif, takut menghadapi “menjadi tua”, tidak menyenangi masa pensiun.
  4. Tipe bermusuhan: karakter tipe ini sering menganggap orang lain sebagai peyebab kegagalan, selalu mengeluh, agresif, curiga, riwayat pekerjaan tidak stabil, menganggap tidak ada hal baik jika menjadi tua, takut mati, juga iri hati sama yang muda dan senang mengadu untung.
  5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri: bersifat kritis dan sering menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, sehingga kondisi sosio-ekonomi menurun. Biasanya mempunyai pernikahan tidak bahagia, mempunyai sedikit “hobby”, merasa menjadi korban dari keadaan tapi tidak iri hati pada yang muda, merasa sudah cukup dengan apa yang ada, menganggap kematian merupakan kejadian yang membebaskan diri dari penderitaan sehingga tipe ini memiliki risiko bunuh diri tinggi dibanding tipe lainnya.

Penulis belum menemukan sumber yang menunjukkan secara pasti distribusi pola sebaran tipe-tipe karakter tersebut di populasi umum. Tapi dengan memahami tipe-tipe karakter tersebut maka ketika ada keadaan yang mengharuskan berinteraksi dengan tipe karakter tertentu seperti di atas, dapat menghadapi lansia dengan lebih tepat. Pada era new normal ini, banyak terjadi perubahan-perubahan lingkungan. Kebijakan-kebijakan baru dibuat untuk menghindari dampak pandemi yang menyerang hampir semua negara yang ada di dunia ini. Dapat dipastikan kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak akan dapat diterima semua pihak walau sesungguhnya kebijakan itu dibuat untuk kepentingan semua pihak.

Untuk lansia dengan tipe konstruktif tentu dapat menerima era nature dan nuture ini dan mau bekerjasama untuk mencegah dampak pandemi bahkan mau terlibat mensosialisasikan kebijakan-kebijakan.

Tipe ketergantungan mungkin dapat menikmati supaya tinggal di rumah saja. Berbeda dengan tipe konstruktif walau tinggal di rumah tetap dapat membuat kegiatan berguna. Era new normal ini bagi tipe ketergantungan seakan-akan membenarkan karakter mereka selama ini. Hidup datar-datar saja, tidak menolak kebijakan tapi tidak mendukung seperti tipe konstruktif.

Tipe defensif adalah tipe yang sisi emosionalnya dominan dan sulit untuk menerima perubahan-perubahan (kebijakan) apapun alasannya. Apalagi kalau ada informasi, walau tidak ada bukti yang dapat dipertanggung jawabkan tentang informasi yang didapat, yang mendukung pendapatnya maka tipe ini akan makin yakin dengan pendapatnya. Tentu tipe ini sangat membutuhkan pendekatan dan usaha ekstra keras untuk mau menerima program vaksinasi untuk lansia.

Tipe bermusuhan dapat membingungkan pihak yang mau menolong, karena niat mau menolong dari pihak yang menolong disalah artikan dari tipe bernusuhan ini. Sering mengeluh takut mati tapi ketika diberi pertolongan menolak. Saat pandemi seperti sekarang ini mungkin bagi tipe ini sulit untuk menerima kebenaran informasi apalagi jika yang menyampaikan informasi tersebut berusia lebih muda dari dirinya.

Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri, merupakan tipe yang sering salah menilai dirinya sendiri sehingga cenderung bersikap apatis. Sudah merasa cukup dengan keadaannya sekarang. Tipe ini dapat menganggap dirinya adalah korban dari keadaan. Jadi disaat pandemi ini tipe ini menganggap diri mereka tidak ada guna bahkan tidak memperdulikan dirinya jika meninggal. Sehingga ketika ada kebijakan-kebijakan yang terkait pandemi tipe ini cenderung tidak mau tau.

Tipe karakter bukan sesuatu yang setiap waktu dalam kehidupannya akan seperti itu terus menerus, tapi tipe-tipe ini merupakan gambaran dominan seseorang dalam berinteraksi menjalani kehidupannya sehari-hari, termasuk lansia.

Dapatkah tipe karakter berubah? Jawabnya: dapat. Berubah bukan berarti mengganti tipe karakternya tapi mengubah tipe yang dominan dalam kehidupan sehari-hari. Tentu semua ini sangat membutuhkan waktu dan usaha yang keras secara terus menerus serta dukungan dari orang-orang terdekat. Perlu menjadi perhatian, seperti diawal tulisan ini, bahwa diawal usia 50 tahun sudah mulai terjadi proses degenerasi sel-sel di otak. Tentu hal ini mempengaruhi kemampuan sistem elastisitas koneksi di otak. Elastisitas koneksi ini mendasari kemampuan sel-sel otak untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan.

Perubahan tipe karakter memerlukan elastisitas koneksi di otak. Dasar dari perubahan tipe karakter adalah tumbuhnya koneksi-koneksi yang baru di otak. Pada lansia yang secara alamiah telah terjadi proses degenerasi tentu keadaan ini akan membuat sulit terbentuknya koneksi-koneksi yang baru di otak dan proses pembentukan ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga dapat ditarik kesimpulan proses perubahan tipe karakter pada lansia sangat sulit walaupun ada perubahan mungkin hanya sedikit.

Setiap manusia semakin tambah umur pasti akan mengalami degenerasi semua organ-organ ditubuh termasuk otak. Jadi cara hidup dimasa muda adalah salah satu faktor penentu bagaimana saat lansia. Menjadi lansia bijak yang berkualitas.

Selamat memperingati hari lansia.