Dokter Tidak Perlu Takut

Pemenjaraan "dr. A" akibat meninggalnya pasien yang ditanganinya, tak pelak membawa kekhawatiran tersendiri bagi tenaga kesehatan khususnya dokter. Bagaimana tidak, dari fenomena ini, dokter seolah-olah dituntut untuk tidak boleh "gagal" dalam menangani pasien. Padahal sesungguhnya kewajiban dokter sebatas memberi upaya penyelamatan, bukan memastikan kesembuhan atau kehidupan pasien. Respon dari kondisi ini, dokter atau beberapa organisasi profesi kedokteran sudah mulai melakukan upaya-upaya "perlindungan diri".

Upaya perlindungan diri yang cukup ekstrim adalah menarik dokter-dokter dari daerah tempatnya bertugas saat ini. Dituturkan ketua PB POGI, dr. Nurdadi, Sp.OG, dalam Diskusi Lintas Ilmu yang diselenggarakan di FK UGM, saat ini POGI akan menarik residen obgin di daerah Batam. Senada dengan Nurdadi, dr. Bhirowo, Sp.An dari SMF Anestesi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengatakan bahwa semua residen anestesi dari RSUP Dr. Sardjito akan ditarik dari daerah terpencil.

Penarikan dokter-dokter residen dari daerah terpencil ini dirasa mengkhawatirkan. "Ini bahaya untuk rumah sakit di daerah terpencil," tutur direktur RSUD Bajawa, Bajawa, NTT, drg. Mercy Betu, MPH yang turut hadir dalam acara Diskusi Lintas Ilmu. Selain itu, dalam era BPJS yang akan berlangsung dalam hitungan hari, keberadaan dokter ahli hingga ke daerah terpencil sangat dibutuhkan. Bila tidak ada dokter ahli di daerah terpencil di Indonesia, maka masyarakat Indonesia di daerah terpencil tidak akan mendapat pelayanan yang layak.

Menanggapi hal ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, Ph.D, mengatakan agar dokter tidak perlu takut. "Mohon jangan ditarik semua residen tapi kita bisa bikin benteng-benteng untuk mencegah residen terkena kasus hukum." Benteng-benteng yang dimaksud Laksono adalah aspek legal dalam pelaksanaan praktek kedokteran seperti adanya SIP. Menurut Laksono, sebenarnya kasus "dr. A" ini susah sekali untuk lepas dari kasus pidana. "Tapi yang penting jangan sampai kita tarik semua karena bahaya bagi masyarakat Indonesia. Banyak ibu-ibu yang bisa mati. Laksono berharap, jangan sampai karena satu kasus, semua pelayanan berhenti dan malah akan meningkatkan kematian ibu dan bayi. "Ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Masalah ini mohon disikapi sebagaimana mestinya," tutup Laksono.

Penulis : drg. Puti Aulia Rahma, MPH