Audit Maternal dan Neonatal (AMP): Tidak Efektif?

edi-10Telaah kasus kematian yang tidak diharapkan (unexpected atau preventable deaths) dapat menyediakan berbagai informasi dan pemahaman bagaimana sistem kesehatan kita bekerja. Berbagi pengalaman hasil telaah kasus kematian juga merupakan suatu hal yang sangat penting bahkan sama pentingnya seperti telaah kasus kematian itu sendiri.

Salah satu artikel tentang telaah kematian dari Austraia, "From Death We Learn" (2008) telah menyediakan materi pembelajaran penting dalam membangun upaya peningkatan mutu dan juga telah menyediakan berbagai rekomendasi dalam aspek kesehatan masyarakat secara umum dan juga dalam aspek klinis secara khusus, sehingga rekomendasi dari artikel tersebut diterima dengan baik oleh para klinisi.

Dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) kita telah mengenal mekanisme audit maternal dan perinatal (AMP) sebagai alat untuk melakukan telah kasus kematian. Diperkenalkan sejak 20 tahun lalu, AMP telah menghasilkan banyak rekomendasi dan tindak lanjut namun hasilnya masih belum memperlihatkan daya ungkit yang berarti dalam mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berbagai masukan tentang sulitnya melakukan AMP dan juga validitas rekomendasi yang dihasilkan sering menjadi alasan. Disamping itu hasil berbagai AMP baik pada skala sarana pelayanan kesehatan (seperti rumah-sakit) dan skala daerah (kab/kota, provinsi, dan nasional) juga sulit (atau tidak ada) didapat oleh para praktisi untuk dipelajari.

Paling tidak terdapat tiga faktor yang dapat membuat sebuah telaah kematian dapat secara efektif memperbaiki mutu pelayanan kesehatan, yaitu:

  1. Kepemimpinan:
    Tekad untuk menurunkan jumlah kematian yang seharusnya tidak tejadi harus menjadi komitmen kuat dari para pemimpin baik di RS maupun Dinas Kesehatan, para klinisi senior, dokter spesialis, perawat dan dengan dukungan dari seluruh staf. Dukungan yang kuat ini diperlukan untuk melakukan perbaikan yang serasi antara sistem rumah sakit dengan pelayanan klinis melalui proses pembelajaran dari kasus kematian yang terjadi.

  2. Analisa konteks:
    Penurunan jumlah kematian yang seharusnya tidak terjadi memerlukan data-data yang akurat agar dapat mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Hal ini membutuhkan keterampilan dalam pengumpulan dan analisa data.

  3. Komunikasi dan umpan balik:
    Data kematian perlu disajikan dalam format yang sederhana dan mudah dipahami serta mendorong upaya perbaikan. Data kematian tersebut juga harus mendorong penilaian objektif mengenai penyebab adanya variasi (yang seharusnya tidak terjadi) yang terjadi dalam pelayanan namun tidak mengarah ke sifat menghakimi dan menghukum.

Dalam pelaksanaan AMP di Indonesia, analisa konteks telah dibantu dengan formulilr AMP yang demikian lengkap, sehingga apabila dilakukan dengan baik dapat memberikan informasi yang akurat. Namun masih diperlukan peningkatan faktor kepemimpinan dalam menjalankan telaah kasus kematian dan responnya serta tidak kalah pentingnya sosialiasi hasil AMP kepada masyarakat kesehatan Indonesia, bahkan diperlukan adanya laporan pelaksanaan dan hasil AMP tingkat Nasional yang dapat difasilitasi oleh Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI. (hd)