Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Pembelajaran tentang Timeliness

Bagian 1

Hari ini, 20 Juni 2018, saya mendapat pembelajaran penting tentang arti jam buka pelayanan. Kebetulan saja pembelajaran ini saya peroleh di salah satu rumah sakit di Singapura, ketika mengantar kakak kandung, Adi Wibowo, untuk mencari tahu penyebab gejala di jantung yang dirasakannya belakangan ini.

Kakak memperoleh jadwal pemeriksaan di unit diagnostic imaging hari ini pukul 08.30 pagi. Sebelumnya ia telah dibekali leaflet prosedur yang akan dijalaninya, lengkap dengan apa yang perlu dipersiapkan pasien, antara lain puasa 4 jam sebelumnya dan minum obat untuk memperlambat denyut jantung 1 jam sebelum tindakan.

Kami tiba di depan unit Diagnostic imaging pukul 07.50. Di pintu masuk unit ini, tertulis operating hours 08.30am-06.00pm. Saat itu sudah ada 1 petugas di reception unit ini. Kami duduk di kursi di luar. Tak lama kemudian pasien-pasien mulai berdatangan, duduk di ruang dalam (yang dilengkapi mesin otomatis penyedia minuman, crackers dan permen) dan sebelum pukul 08.00 kakak sudah mendaftar sambil membawa surat pengantar. Pukul 08.15, ia sudah menuju ruang pemeriksaan, untuk dilakukan persiapan dan tepat pukul 08.30 pemeriksaan MSCT dilakukan.

5j5

Timeliness dapat dicapai apabila petugas sudah siap sebelumnya, sistem mikro sudah mapan dan pasien memahami dan mengantisipasi waktu perjanjian.

Bagaimana timeliness di tempat Anda? Apakah pelayanan dimulai sesuai jam pelayanan atau waktu perjanjian? Apakah rapat-rapat dimulai tepat waktu?

Mari kita awali hari pertama kembali bekerja pasca lebaran 2018 dengan lebih baik.

 

Oleh Adi Utarini 

Comments  

# Rina Yulida 2019-02-26 12:45
pengalaman keterlambatan waktu pelayanan dengan waktu perjanjian terjadi ketika saya melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis di RS swasta yang sudah terakreditasi paripurna, saat itu kami melakukan pendaftaran 2 hari sebelum jadwal dokter tersebut praktek, kami mendapatkan no antrian ke 30 dan karcis antrian itu tertulis waktu pelayanan 13.00-14.00 , kami datang sekitar pukul 12.30 dan di jadwal praktek dokternya tertulis jam 11.00 - selesai, kami datang dengan harapan akan segera dilayani karena kebetulan yang saya periksakan anak saya yang masih balita, namun setelah sampai diklinik kita diberitahu oleh pasien lainnya yang juga mengantri di klinik tersebut bahwa dokternya masih belum mulai untuk prakteknya, alhasil kami menunggu sampai sekitar jam 15.30 dari hal tersebut seharusnya ada sistem yang dapat menginformasikan jika terjadi keterlambatan ataupun perubahan jadwal praktek mungkin melalui wa ataupun sms, agar dapat mengurangi tingkat komplain/ ketidakpuasan dari pasien
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:00
Pembelajaran mengenai pentingnya waktu tunggu operasi Sectio Cesarea (SC) Saya dapatkan ketika pengalaman pribadi menjadi pasien pada tanggal 14 Februari 2017 ketika Saya akan melahirkan anak pertama di Rumah Sakit Swasta di Kota P. Malam sebelum operasi tanggal 13 Februari 2017, Saya melakukan pemeriksaan kehamilan dengan salah satu dokter spesialis Obgyn di Kota tersebut dan dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi karena beberapa diagnosa yang ditemukan. Keesokan harinya Saya sudah mulai berpuasa, pada pukul 07.00 WIB Saya dan Suami melakukan pemeriksaan kehamilan kembali di Puskesmas K dan sekaligus meminta rujukan untuk melakukan operasi SC dan menceritakan diagnosa dokter Obgyn yang saya temui semalam. Kemudian saya di cek darah dan mendapatkan beberapa tindakan pemeriksaan sederhana di Puskesmas. Pukul 08.00 WIB selesai pemeriksaan Saya mendapatkan rujukan dan langsung menuju Rumah Sakit Swasta yang telah Saya pilih.
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:06
Pada Pukul 09.00 WIB Saya sampai dan mengantri pendaftaran hingga pukul 10.00 WIB karena pasien BPJS pada hari itu cukup banyak. Setelah selesai dengan pendaftaran, Saya menunggu kembali di Poli Kandungan selama 1 Jam, Total Saya menunggu dari pendaftaran di loket BPJS hingga dipanggil di Poli Kandungan (masuk dalam Kegiatan rawat jalan) selama 2 jam hal ini tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Nasional yaitu waktu tunggu di rawat jalan ≤ 60 menit (Kemenkes, 2008). Pada pukul 11.00 WIB giliran Saya untuk masuk dan menemui dokter. Dokter Obgyn yang ada di Poli adalah dokter yang tadi malam Saya temui dan Saya menjelaskan telah mengambil keputusan untuk operasi hari ini dan mulai berpuasa dari pukul 07.00 pagi kemudian dokter menjelaskan kepada Saya dan Suami mengenai prosedur operasi yang akan saya jalani serta memberikan semangat dan motivasi untuk tetap berdoa supaya semuanya berjalan lancar.
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:13
Dokter telah melakukan patient centered care dengan 5 dimensi yaitu Menghormati pilihan dan penilaian pasien, memberikan Dukungan emosional, memberikan Kenyamanan fisik, memberikan Informasi dan edukasi dan Melibatkan keluarga. Ada 8 dimensi menurut Picker Institute bekerja sama dengan Harvard School of Medicine dalam Rosa (2018) selain 5 dimensi di atas ada dimensi Berkelanjutan dan transisi, Koordinasi Pelayanan dan Akses Pelayanan. Setelah itu Saya kembali menjalani cek darah atau cek laboratorium yang lebih lengkap dari Puskesmas dan kemudian segera di bawa ke ruangan VK (Verlos Kamara tau Kamar Bersalin).
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:16
Di ruang VK terjadi miss komunikasi antara petugas gizi dan perawat. Saya di beri minum teh hangat, padahal Saya sudah memulai puasa untuk menjalankan operasi hari ini. Para petugas belum melakukan patient centered care dimana belum adanya koordinasi pelayanan yang baik. Waktu itu Saya lupa bahwa Saya telah memulai puasa dan minum sedikit teh tersebut karena Saya lelah perjalanan dan lama menunggu antrean pendaftaran dan antrean poli kandungan. Lalu Saya teringat dan melakukan keterlibatan pasien (patient engagement) dengan menanyakan pada perawat bahwa Saya sudah mulai berpuasa tetapi saya lupa dan sedikit meminum teh hangat yang diberikan petugas gizi. Padahal sebaiknya menurut Sukarya, Baharuddin, & Yunizaf (2017) pasien harus melakukan persiapan puasa 6-8 jam sebelum tindakan operasi SC.
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:18
Setelah mandi dan berganti pakaian operasi saya menunggu kembali untuk jadwal operasi pada sore hari. Dokter dan perawat menjanjikan operasi akan dilaksanakan pada pukul 15.00 WIB tetapi kenyataannya operasi baru dilaksanakan pada pukul 17.15 WIB tim dokter dan perawat tidak melakukan dimensi kenyamanan fisik dan memberikan informasi, memang ada pemberitahuan bahwa operasi akan terlambat dilaksanakan tetapi tidak ada kejelasan waktu dan alasan kenapa operasi bisa mundur tidak sesuai jadwal awal, walaupun mungkin dikarenakan ada pasien yang keadaan lebih gawat dari saya jadi dokter lebih memilih Operasi saya yang di undur karena keadaan saya tidak terlalu gawat, bayangkan jika keadaan saya gawat harus segera dioperasi namun masih menunggu tim dokter atau perawat yang belum hadir atau terlambat bisa dokter bedah, anastesi dan lainnya maka akan membahayakan nyawa Saya.
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:20
Seharusnya saya sebagai pasien berhak mendapat informasi yang baik dan benar sehingga dapat mengurangi rasa kuatir yang akan memperngaruhi tingkat stress dan keadaan psikologis pasien saat akan menjalani operasi. Menurut penelitian Priyambodo (2016) sebanyak 12,3% respondennya Ibu Hamil yang akan melaksanakan Operasi SC tidak tepat waktu walaupun tidak terdapat outcome pasien ibu meninggal, namun pada outcome ditemukan 1 bayi meninggal dengan diagnosa fetal distress namun tidak ditemukan variabel yang signifikan terkait terjadinya bayi meninggal. Seperti perumpamaan yang saya sebutkan tadi jika tim dokter atau perawat ada belum hadir maka menurut penelitian ini memberikan saran pengaturan jadwal tim OK (Kamar Operasi) dan sertifikasi SDM menjadi hal yang penting dalam memperbaiki waktu tunggu operasi SC (Priyambodo, 2016).
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:21
Sama halnya dengan penelitian Priyambodo (2016), penelitian Aweq, Ifantono, & Hakim (2017) menegaskan bahwa solusi permasalahan manajemen staf OK yaitu membuat SPO manajemen waktu staf OK sehingga dapat dapat menurunkan lama waktu tunggu operasi.
Daftar Pustaka
Aweq, F. L., Ifantono, N., & Hakim, L. (2017). Efektifitas Standar Prosedur Operasional Terhadap Penurunan Waktu Tunggu Operasi Elektif di Rumah Sakit Umum. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit, 6(2), 158–162. https://doi.org/10.18196/jmmr.6138
Kemenkes. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Priyambodo, S. (2016). Mutu Klinis Penatalaksanaan Operasi Sectio Cesarea di RSIA Kasih Insani.
Rosa, E. M. (2018). Patient centered care di rumah sakit konsep dan implementasi.
Reply | Reply with quote | Quote
# Dessyana Iriani 2019-04-06 01:22
Sukarya, W., Baharuddin, M., & Yunizaf. (2017). Sebuah Kajian Etik : Bolehkah Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Melakukan Tindakan Sesar Berdasarkan Permintaan Pasien Tanpa Indikasi Obstektrik yang Nyata ? Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 1(1), 7–11. https://doi.org/10.26880/jeki.v1i1.3
Reply | Reply with quote | Quote
# Agung Puja Kesuma 2019-04-29 22:28
Pengalaman kertepatan waktu dalam pelayanan kesehatan, kami dapatkan ketika mengantar istri melakukan pemeriksaan kehamilan sampai dengan kelahiran anak kedua saya di salah satu RSIA di Yogyakarta. Rumah sakit tersebut menggunakan beberapa metode untuk mengambil antrian dokter, misalnya WA. Dalam balasan WA dari RS menyebutkan jam praktek dokter dan nomor antrian serta estimasi kedatangan pasien supaya tidak lama menunggu di RS. Ada pengalaman ketika dokter terlambat atau ada perubahan jam praktek, RS memberitahukan pasien melalui pesan singkat. Ketika istri saya datang ke UGD saat akan melahirkan karena KPD, tim UGD responsif dari sisi tindakan medis dan untuk proses administrasi juga mudah dan cepat. Karena kondisi Ibu cukup bagus, Dokter memindahkan ke rawat inap untuk observasi, pada saat observasi perawat/bidan cukup jelas memberikan keterangan dan penjelasan pada inform concern untuk tindakan medis yang akan dilakukan
Reply | Reply with quote | Quote
# raihan 2019-05-15 22:09
Pertengahan bulan Maret tahun 2019, teman saya membawa saudaranya untuk berobat ke Rumah Sakit tipe C di Kabupaten X. Pada saat tiba dirumah sakit sekitar jam 8.40, kawan tersebut antri diloket dengan pasien lainnya untuk melakukan pendaftaran. Proses pendaftaran memakan waktu cukup lama karena loket pendaftaran hanya ada tiga, 1 Loket untuk pasien umum dan 2 Loket untuk pasien BPJS dengan jumlah pasien yang mengantri cukup banyak. Hal ini tentunya membuat pasien dan keluarga pasien tidak nyaman ditambah lagi dengan ruang tunggu yang tidak nyaman dan panas. Kurang lebih sekitar jam 10 baru dipanggil dan kemudian mengantri ke poli yang dituju, saat mendapat giliran pemeriksaan oleh dokter, kondisi pasien sudah sangat lemas dan dokter menyarankan untuk dilakukan rawat inap.
Reply | Reply with quote | Quote
# raihan 2019-05-15 22:10
Kemudian pasien dibawa ke ruang rawat inap Rumah Sakit dengan fasilitas yang diberikan Rumah Sakit yang menurut kawan saya belum maksimal, Mulai dari pendingin ruangan yangg tidak berfungsi dengan baik, kamar mandi yang airnya kotor dan pintunya rusak tentu membuat pasien dan keluarga menjadi sangat tidak nyaman. Pelayanan kesehatan yang bermutu menjadi kebutuhan dasar bagi setiap orang, Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan harus berupaya untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan mutu agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (Hidayat, 2003).
Reply | Reply with quote | Quote
# raihan 2019-05-15 22:10
Selama beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Kabupaten X, pelayanan yang diberikan tidak memuaskan, makanan yang diberikan untuk pasien menunya juga sama dari pagi sampai sore selama beberapa hari berturut-turut. Belum lagi jika ada keluhan dari pasien, misalnya selang infus macet, pasien merasa demam dan menggigil, tapi perawat yang menjaga malah menyuruh kepada siswa magang untuk mengecek tanpa adanya pengawasan dan pembinaan dari perawat senior. Dokter yang menangani pasien juga tidak memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien dengan baik. Saat pasien mengatakan keluhan, pihak keluarga merasa dokter terkesan tidak terlalu memperdulikan, dokter hanya bilang “itu karna efek dari obat yang diminum”. Selama berada di Rumah Sakit pasien tidak ada nafsu makan sama sekali, bahkan untuk minum pun pasien merasa sangat mual. Akhirnya keluarga yang merasa pasien semakin lemah dan tidak menunjukkan perubahan meminta dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi.
Reply | Reply with quote | Quote
# raihan 2019-05-15 22:12
Di Rumah Sakit Provinsi, pelayanan yang diberikan sangat memuaskan, setelah beberapa hari dirawat kondisi pasien semakin membaik, pasien sudah mulai mau makan, dokter dan perawat sangat ramah terhadap pasien maupun kepada keluarga pasien. Saat melakukan visit dokter menjelaskan dengan baik akan kondisi pasien. Ahli gizi setiap hari masuk ke ruangan pasien untuk menanyakan menu makan yang diinginkan, dan boleh di ganti jika pasien sudah mulai merasa bosan. Semuanya terasa lebih baik setelah pasien di rujuk ke Rumah Sakit Provinsi.
Reply | Reply with quote | Quote
# raihan 2019-05-15 22:13
Selama seminggu pasien dirawat, kondisinya sudah kelihatan bugar dan pasien sudah diperboleh pulang dengan tetap melakukan kontrol ke Rumah Sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Metner pada tahun 2006, mengatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan yang dipandang penting bagi pasien yaitu; (1). Efisiensi pelayanan kesehatan; (2). Perhatian dokter/tenaga kesehatan, dan (3). Kenyamanan yang dirasakan pasien. Kesembuhan yang didapat oleh pasien bukan hanya semata-mata dari obat yang dikonsumsi, akan tetapi segi pelayanan kesehatan yang lainnya seperti sikap ramah tamah dan rasa empathy tenaga kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Reply | Reply with quote | Quote

Add comment

Security code
Refresh