Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

[Edukasi] Penting! Optimalkan Media Komunikasi untuk Deteksi Potensi Fraud Lebih Banyak (1)

Saluran komunikasi yang dimiliki rumah sakit merupakan salah satu jalur untuk menampung informasi potensi fraud. Saluran komunikasi seperti hotline akan membantu Anda menangkap sebanyak mungkin informasi potensi-potensi fraud yang mungkin terjadi di RS.

ACFE (2012) menyebutkan 2 bukti dampak manfaat sistem pelaporan terhadap upaya deteksi potensi fraud:

  1. Sistem pelaporan yang baik dan melindungi informan, mendorong terjadinya pelaporan fraud dari staf internal (50,9%).
  2. Organisasi yang memiliki sistem pelaporan fraud (hotline) menerima lebih banyak laporan fraud (50,9%) dibandingkan dengan organisasi yang tidak memiliki hotline (35%).

pelajariBukti lainnya dilaporkan oleh US Securities and Exchange Comission (2011) bahwa 7 minggu pasca diluncurkan Dodd-Frank Whistleblower Program di Amerika Serikat, diterima 334 laporan fraud dari berbagai pihak.

Namun sayangnya, tidak mudah untuk mengoptimalkan sistem pelaporan dan respon fraud di rumah sakit. Berikut hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses optimalisasi saluran pelaporan di RS Anda:

  1. Kurang bukti kuat
    Seringkali saksi yang menemukan potensi fraud enggan melapor karena kurangnya bukti. Saksi sering kali tidak serta merta memfoto, merekam, atau mengkopi dokumen-dokumen penting terkait kejadian potensial fraud yang dijumpainya. Tidak jarang tindakan pelayanan yang berpotensi fraud kadang ditemukan tidak sengaja oleh saksi. Atau bukan tidak mungkin, saksi malah tidak mengenali bahwa tindakan yang dialaminya merupakan tindakan potensial fraud sehingga merasa tidak perlu membuat dokumentasi bukti. Minimnya bukti membuat saksi enggan melaporkan potensi fraud yang dialaminya. Mereka khawatir akan dianggap mencemarkan nama baik bila salah melapor.
  2. Khawatir terhadap publikasi negatif
    Kekhawatiran ini sering dialami oleh saksi yang merupakan staf internal fasilitas kesehatan. Saksi khawatir pelaporan yang dilakukannya akan merusak nama baik rekan sejawatnya, atau lebih luas lagi, fasilitas kesehatan tempatnya bekerja.
  3. Pertimbangan sumber daya
    Terduga yang dilaporkan kepada pimpinan fasilitas kesehatan akan mendapat sanksi bila perbuatannya terbukti fraud. Dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 sanksi yang diberikan kepada pelaku fraud memang “hanya” berupa teguran lisan, teguran tertulis, maupun pengembalian dana. Namun, sanksi seperti ini dapat membuat pelaku tersinggung dan melepaskan pekerjaannya. Bila pelaku merupakan klinisi senior yang sudah memiliki banyak pasien, keputusannya untuk meninggalkan faskes akan menjadi masalah baru. Pertimbangan lain terkait sumber daya adalah minimnya tenaga yang dapat diperbantukan untuk menangani laporan dugaan fraud.
  4. Kerugian material dan immaterial
    Banyak proses yang harus dilalui untuk merespon sebuah pelaporan. Mulai dari pengumpulan bukti-bukti yang lebih detil yang mungkin melibatkan saksi, melakukan investigasi, hingga memberi sanksi. Proses ini memakan waktu yang tidak sedikit dan memberi dampak psikologis bagi banyak pihak yang terlibat. Tentunya proses respon ini juga akan memakan biaya yang tidak sedikit.
  5. Kekhawatiran staf internal dianggap sebagai “pengkhianat” oleh rekan kerjanya sendiri
    Bila ketahuan melaporkan terduga fraud, saksi bisa saja dikucilkan oleh rekan kerjanya sendiri. Situasi terkucil, didiamkan, atau diperlakukan dingin oleh teman sekerja bukan merupakan situasi yang menyenangkan bagi seorang karyawan. Tuduhan sebagai “pengkhianat” maupun “penjilat atasan” juga dapat disematkan kepada pelapor ini. Rasa tidak nyaman ini tentu tidak menyenangkan bagi siapapun.
  6. Sistem pelaporan yang tidak dilengkapi dengan sistem respon
    Ketiadaan sistem respon, membuat saksi tidak percaya terhadap institusi. Laporan dugaan fraud yang pasti tidak ditindaklanjuti membuat saksi malas melapor.
  7. Staf tidak merasakan adanya komitmen pimpinan dalam upaya anti fraud layanan kesehatan
    Pengendalian fraud di sebuah institusi sangat tergantung dari komitmen pimpinan. Rekomendasi-rekomendasi yang diajukan staf sebagai tindak lanjut hasil pelaporan tidak akan berjalan bila pimpinan tidak bersikap tegas. Ketidakpastian penanganan potensi fraud, membuat staf enggan untuk melaporkan dugaan fraud yang ditemui secara berkala.
  8. Staf tidak tahu/ tidak sadar bahwa organisasi sudah memiliki sistem pelaporan fraud dan sistem perlindungan pelapor
    Bisa jadi saksi tidak melaporkan potensi fraud karena tidak tahu bahwa institusi memiliki saluran pelaporan potensi fraud. Pelanggan internal maupun eksternal ini mungkin khawatir menyampaikan informasi potensi fraud kepada pihak yang salah sehingga memilih diam.

Pengalaman saya ketika sharing dengan rumah-rumah sakit peserta pelatihan “Membangun Sistem Pencegahan Kecurangan JKN di Rumah Sakit”, hambatan paling banyak ditemui adalah nomer 7. Minimnya komitmen pimpinan untuk turut andil dalam mengendalikan fraud membuat tim anti fraud merasa “pupus” untuk menindaklanjuti laporan dugaan fraud yang masuk. “Percuma buat laporan fraud dan mengusulkan program anti fraud bila tidak didukung pimpinan”, kira-kira begitu keluh mereka saat sharing. Laporan yang sudah disusun dengan detil akhirnya menumpuk begitu saja tanpa tindak lanjut yang jelas. Dampaknya, program anti fraud yang sudah disusun seringkali batal dilaksanakan.

Nah, bagaimana dengan rumah sakit Anda? Apa hambatan terbesar dalam mengelola sarana informasi untuk menangkap potensi fraud?

Lalu bagaimana cara yang tepat untuk mengatasi hambatan tersebut?

Temukan jawabannya pada artikel saya berikutnya.

Text: drg. Puti Aulia Rahma, MPH (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.)

*Bila Anda merasa artikel ini bermanfaat, silakan share artikel ini. Sehingga manfaat ini juga dapat dirasakan orang sekitar Anda.
*Anda kami persilakan untuk menggunakan artikel ini untuk berbagai keperluan. Namun, jangan lupa mencantumkan nama penulis dan referensi terkait lainnya untuk menghindari plagiarisme.

Add comment

Security code
Refresh