Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Berdasarkan reportase penulis dari "48th IHF World Hospital Congress (WHC) 2025", berikut adalah bahan renungan (refleksi) dan rencana aksi (action plan) yang diadaptasi untuk para pengelola Rumah Sakit (RS) di Indonesia, berfokus pada lima tema utama kongres: Kepemimpinan, Transformasi Digital/AI, Keberlanjutan, Model Klinis/Mutu/Keselamatan, dan Pengalaman Berpusat pada Manusia.

I. Bahan Renungan (Refleksi Diri) bagi Pengelola RS di Indonesia

  1. Refleksi Kepemimpinan yang Adaptif dan Visioner
    • Kepemimpinan Lintas Generasi: Apakah gaya kepemimpinan di RS Anda sudah siap menghadapi tantangan global seperti kekurangan tenaga kerja dan menginspirasi Generasi Z untuk tetap terlibat di sektor kesehatan? Kepemimpinan harus diperkuat dengan kemauan untuk mendengarkan lintas disiplin dan dunia.
    • Tata Kelola yang Cepat & Tepat: Di dunia yang bertransformasi cepat, apakah Dewan Direksi/Manajemen RS Anda masih terjebak dalam tata kelola berbasis aturan (rules-based governance) yang lambat, atau sudah mampu memilih model tata kelola yang tepat dan adaptif (proses yang kuat/forceful atau dialektik) sesuai konteks yang dihadapi?
  2. Refleksi Kesiapan Digital dan Etika AI
    • Fokus AI: Apakah investasi digital Anda benar-benar ditujukan untuk mengurangi burnout klinisi dan meningkatkan akses pasien, atau hanya untuk administrasi biasa? Contoh global menunjukkan bahwa alat AI dapat menghemat waktu kerja dokter hingga 1,6 jam per hari dengan mendokumentasikan percakapan pasien-dokter secara real-time.
    • Literasi Digital: AI bukanlah "jin dalam botol" yang menyelesaikan segalanya. Sudahkah RS Anda memprioritaskan pendidikan, upskilling, dan reskilling karyawan untuk memastikan adanya literasi digital antar generasi sebelum mengadopsi AI secara luas?
    • Data sebagai Fondasi: Apakah data di RS Anda interoperabel dan berguna untuk tujuan prediktif dan preventif, atau masih tersimpan dalam sistem silo (terpisah-pisah)?
  3. Refleksi Orientasi Pasien dan Kesejahteraan Staf
    • Kesejahteraan Pasien sebagai Misi Tunggal: Apakah setiap diskusi, inovasi, dan kemitraan di RS Anda benar-benar melayani satu tujuan tunggal: kesejahteraan pasien? Rumah sakit global saat ini mendorong pendekatan co-created (diciptakan bersama) dengan pasien.
    • Staf sebagai Inti: Apakah RS Anda sudah melihat kesejahteraan staf sebagai hal yang mission critical? Tekanan dan beban emosional yang konstan dapat memengaruhi kesejahteraan staf dan kualitas hidup pasien. Sudahkah Anda memiliki program yang disengaja untuk menghilangkan "pembunuh kegembiraan" (killjoys) dalam proses kerja staf, seperti membuang tugas-tugas administratif yang tidak perlu (silly stuff)?
  4. Refleksi Model Layanan Masa Depan dan Keberlanjutan
    • Beralih dari Sick Care ke Well Care: Apakah fokus RS Anda masih pada pengobatan reaktif, atau sudah beralih ke layanan proaktif (well care) dan perawatan prediktif melalui teknologi pintar?
    • Relevansi Sistem: Selain memberikan perawatan terbaik, RS swasta global dituntut untuk menjadi relevan secara sistem dengan berkontribusi pada penelitian dan pengajaran untuk mengatasi kekurangan staf. Apa kontribusi RS Anda dalam aspek ini?
    • Tanggung Jawab Iklim: Keberlanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi) adalah nilai inti, bukan hanya slogan. Standar akreditasi global bahkan akan mencakup aspek keberlanjutan layanan kesehatan mulai tahun 2026.

II. 10 Rencana Aksi (Action Plan) 5 Tahun bagi Pengelola RS

Berikut adalah langkah-langkah nyata yang dapat diimplementasikan, dikategorikan berdasarkan tema utama kongres.

Catatan: 10 action plan ini tidak perlu dijalankan semua, disesuaikan dengan kebutuhan dan perencanaan RS (silahkan hubungi penulis untuk mengidentifikasi mana yang paling tepat bagi RS anda dan berkolaborasi mewujudkan action plan ini, sehingga tidak NATTO: no action talking-talking only )

Tema Rencana Aksi (Action Plan) Target & Metrik Kinerja (Contoh)
Kepemimpinan & Tata Kelola 1. Membangun Dewan AI dan Data: Membentuk dewan AI yang multidisiplin (klinisi, operasional, risiko, etika) untuk memastikan perdebatan dan pengambilan keputusan AI yang tepat. Menetapkan Kebijakan Tata Kelola Data & AI dalam 6 bulan.
  2. Data-Driven Leadership: Menstandarisasi Key Performance Indicators (KPI) Tingkat 1 yang utama untuk dipantau secara efisien di seluruh organisasi. Mengintegrasikan data dan memantau 10 KPI utama secara real-time di seluruh departemen dalam 1 tahun.
Transformasi Digital & AI 3. AI untuk Mengatasi Burnout: Mengimplementasikan teknologi AI untuk meringkas data pasien dari EMR dan membuat draf laporan otomatis, menghilangkan friction(gesekan kerja) untuk klinisi. Mengurangi waktu dokumentasi per dokter/perawat sebesar minimal 30 menit per hari dalam 1 tahun21.
  4. Digitalisasi Keselamatan Pasien: Menggunakan Clinical Decision Support System (CDSS) berbasis AI untuk mendeteksi syok septik atau henti jantung pada pasien di bangsal umum. Menurunkan angka mortalitas terkait syok septik/henti jantung sebesar 5-10% dalam 2 tahun (contoh global mencapai penurunan 10%)23.
Model Klinis & QPS 5. Co-Creation Perawatan: Membentuk Program Penasihat Pasien dan Keluarga (Patient and Family Advisory Program) yang dilibatkan sejak tahap co-designproses perawatan. Melibatkan minimal 5 mitra pasien aktif dalam 3 proyek peningkatan mutu klinis utama per tahun.
  6. Hospital-at-Home: Mengeksplorasi model perawatan alternatif seperti Advanced Care at Home (Hospital-at-Home) dengan pendekatan virtual-hybrid untuk pasien yang memenuhi kriteria klinis. Menyusun feasibility study untuk program Hospital-at-Homedalam 1 tahun.
Pengalaman Berpusat pada Manusia 7. Inisiatif Kesejahteraan Staf: Meluncurkan program sistematis (misalnya, inisiatif "G.R.O.W.T.H." - Getting Rid of Silly Stuff) untuk mengidentifikasi dan menghapus tugas-tugas administratif yang tidak perlu, memulihkan kegembiraan (joy) dalam bekerja. Menghemat total minimal 5.000 jam kerja staf per tahun melalui otomasi dan penyederhanaan proses27.
  8. Keterlibatan Staf Garis Depan: Membuat mekanisme pendanaan atau penghargaan untuk mempromosikan dan mengimplementasikan inovasi proses yang diusulkan oleh staf garis depan (perawat, teknisi, dll). Mengimplementasikan minimal 10 ide inovasi yang diusulkan staf garis depan per tahun.
Keberlanjutan 9. Mengintegrasikan Keberlanjutan: Menetapkan kebijakan untuk mengurangi jejak karbon (misalnya, manajemen rantai pasokan dan dekarbonisasi praktik layanan kesehatan) dan mempersiapkan RS untuk standar akreditasi keberlanjutan. Melakukan audit jejak karbon RS dalam 1 tahun dan mengurangi limbah medis berbahaya sebesar 10% dalam 2 tahun.
  10. Integrasi Layanan: Berkolaborasi dengan layanan home care dan fasilitas kesehatan primer lainnya untuk mencapai seamless data sharing (berbagi data tanpa hambatan) dan mendorong perawatan di rumah untuk populasi menua. Mengembangkan sistem resep elektronik terpusat dan berbagi data klinis pasien lansia secara terintegrasi dengan 3 faskes primer mitra dalam 2 tahun.

ihf 26

Sebagai komitmen IHF dalam menjaga lingkungan hidup, mereka meminta kalung nametag para peserta untuk di-recycle, dan sebagai gantinya mereka memberikan sekotak coklat Swiss :)

 

Reportase Terkait:

Pengantar   Hari I   Hari II   Hari III   Renungan

 

Sesi Pleno 1: Beyond the Hospital: A System-Wide Approach to Low- Carbon Healthcare

Sesi ini (low-carbon healthcare, atau sustainability healthcare) menjadi sesi yang selalu muncul dalam 3 tahun terakhir dalam konfrensi internasional RS termasuk di ISQua, BMJ, HMA dan IHF. Pada sesi ini yang diketuai oleh Mr. Bertrand Levrat, Group Chief Operating Officer di Mediclinic Swiss, mengeksplorasi berbagai cara sistem rumah sakit di seluruh dunia mengatasi tantangan ini. Dua diantaranya dibahas dalam reportase ini

1. Dr Preetha Reddy, Executive Vice Chairperson, Apollo Hospitals Enterprise Ltd., India: Fokus pada Keberlanjutan dan Kebijakan

Pembicara menyampaikan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh RS dalam sustainability antara lain:

  • Penerapan standar pelayanan yang menjadi sangat penting, dan juga penerapan konsep green hospital dan keberlanjutan, yang menjadi tantangan berat, terutama bagi sektor swasta. Untuk keberlanjutan, pembicara merasa gembira karena saat ini telah ada standar akreditasi dengan bab khusus mengenai keberlanjutan. Hal ini diharapkan memberikan dampak besar, tidak hanya pada jaringan Apollo (74 rumah sakit, 600 klinik, 7.000 apotek) tetapi juga di negara secara keseluruhan
  • Ada upaya untuk bersinergi terkait sustainability tidak hanya di dalam sistem rumah sakit tetapi juga dengan pihak luar dan pemerintah.
  • Kedua hal ini membutuhkan adanya kebijakan/regulasi yang kuat dan komitmen serta iklim yang sehat dari kementerian.

Terkait dengan Jejak Karbon dan Teknologi, pembicara menyampaikan bahwa:

  • Sektor kesehatan menyumbang 4% dari jejak karbon.
  • Pembicara menekankan pentingnya berdialog dengan pemasok mengenai keberlanjutan dan tanggung jawab. Pemasok bahkan menggunakan dokumen kebijakan mereka sebagai panduan.
  • Teknologi memainkan peran besar, misalnya dalam pemantauan. Penggunaan alat-alat sederhana seperti meteran air dan aplikasi pada ponsel manajer dapat mengurangi konsumsi air hingga sekitar 15%.
  • Pentingnya mengukur emisi, biaya, dan hasil kesehatan adalah hal yang tidak dapat ditawar. Langkah-langkah lain termasuk membangun kapasitas, melatih tenaga kerja, melibatkan komunitas, melindungi kesetaraan, dan menghilangkan kerugian pada kehidupan masyarakat.

Dalam membangun Peran dan Kemitraan, pembicara menegaskan bahwa RS perlu:

  • Menetapkan peran dari Chief Sustainability Officer (CSO) untuk mengukur dan melaporkan upaya keberlanjutan kepada dewan setiap kuartal.
  • Kemitraan dan kolaborasi dengan institusi lain sangat penting, bukan hanya terbatas dalam sistem internal.
  • Menggunakan teknologi yang telah membuat perbedaan besar, terutama dalam melayani negara yang besar seperti India, dimana selama pandemi, teknologi memungkinkan pelayanan tanpa harus melakukan perjalanan.
  • Pengurangan konsumsi energi dan listrik juga menjadi fokus, misalnya dengan memilih peralatan seperti akselerator linear yang tidak terlalu boros daya.

Pembicara mengakhiri dengan menyatakan kebanggaannya dan menegaskan bahwa setiap orang dapat melakukan lebih banyak untuk membuat planet ini lebih bersih, yang berarti lebih dari sekadar uang; itu adalah cara kita bernapas dan hidup. Mereka menekankan tanggung jawab bersama untuk mewariskan planet ini kepada generasi mendatang.

2. Dr Jonathan Perlin, President and CEO, Joint Commission, Joint Commission International (JCI)l, USA: Agenda Kesehatan dan Dampak Krisis Iklim pada Layanan Kesehatan

Pembicara membahas beberpa point penting dan peran JCI, diantaranya:

Isu Utama dan Dampak Iklim

  • Emisi Karbon Sektor Kesehatan: Sektor kesehatan adalah penyumbang signifikan, dengan 9% emisi karbon di AS berasal dari layanan kesehatan.
  • Ancaman Ganda: Krisis iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah kesehatan, kesetaraan, keselamatan pasien, dan ketahanan operasional. Sebagai contoh, 4 dari 5 klinik perawatan primer di AS pernah tutup karena cuaca ekstrem, saat pasien paling membutuhkan.
  • Migrasi Penyakit: Peningkatan suhu telah menyebabkan penyakit tropis (seperti Chikungunya dan Dengue) bermigrasi ke utara, bahkan mencapai garis lintang perbatasan Kanada-AS, menjadi endemik di area yang sebelumnya tidak pernah melihatnya.
  • Kerentanan Sosial: Dampak perubahan iklim paling parah dirasakan oleh individu yang paling rentan akibat kondisi sosial, kemiskinan, diskriminasi, atau marjinalisasi—mereka yang "tidak dapat menemukan jalan keluar."

Solusi dan Komitmen Organisasi

  • Pentingnya Pengorganisasian: Kesadaran akan dampak ini harus mendorong tindakan kolektif. Pembicara bangga dengan rekan-rekan institusi lain yang juga telah mengorganisir upaya ini, seperti melalui Geneva Sustainability Center dan Incentive for Re-Certification Foundation.
  • Investasi Praktis: Investasi dalam keberlanjutan adalah investasi sosial dan praktis yang menciptakan peluang operasional. Individu yang lebih muda ingin organisasi mereka proaktif dalam pengembangan lingkungan.
  • Standar Akreditasi Baru: Sebagai pengakuan akan hal ini, standar akreditasi baru yang berlaku mulai 1 Januari 2026 akan mencakup aspek keberlanjutan layanan kesehatan.
  • Kepemimpinan Global: Keberlanjutan dapat dicapai di mana saja, dibuktikan oleh rumah sakit di Spanyol, Rumah Sakit Universitas Jenewa, dan bahkan di negara berkembang seperti M.T. Shaw Hospital di Kenya.
  • Misi Bersama: Cara terbaik untuk mengurangi dampak layanan kesehatan terhadap iklim adalah dengan mencapai dunia yang lebih sehat dan meningkatkan hasil kesehatan serta keselamatan untuk semua. Sebagian besar staf klinis (dokter, perawat, apoteker) percaya bahwa mereka dan organisasi mereka harus berbuat lebih banyak.

Pembicara menekankan bahwa motivasi pribadi (atau 'why') harus melampaui manfaat finansial, yaitu demi generasi mendatang, agar anak cucu dapat tumbuh di bawah langit biru dan matahari keemasan .

ihf 6

Penulis dengan beberapa perwakilan peserta dari RS Hermina Grup, salah satu grup yang telah mulai menerapkan konsep sustainability

Sesi Pleno 2: Leading for Universal Healthcare Coverage: The Role of Private Hospitals

Dipandu oleh Mr Christian Schuhmacher (sepertinya 1 keluarga dengan sang pembalap ) sebagai Ketua Dewan Eksekutif dari Emirates Hospitals Group, UEA. sesi ini disajikan antara lain oleh: Dr P M Uthappa dari India dan Dr Dominique Kuhlen dari Swiss.

Pada pengantar sesi peran RS swasta dalam UHC, Schuhmacher menyampaikan adanya paradoks antara rumah sakit swasta yang berupaya mencapai standar mutu tertinggi dan rumah sakit pemerintah yang melayani populasi besar tetapi kini meningkatkan diri hingga menyamai standar rumah sakit swasta. Hal ini yang kemudian memunculkan pertanyaan apa peran RS swasta dalam UHC.

1. Dr. P. M. Uthappa, Group Chief Medical Director, Narayana Health (NH), India

Pembicara terlebih dahulu memaparkan mengenai lanskap kesehatan India, negara dengan populasi 1,5 miliar orang (160 kali populasi Swiss) dan kemudian baru membahas peran RS swasta dalam UHC. Beberapa point pembicaraan antara lain:

  1. Lanskap Kesehatan India
    • Skala India sangat besar: total ada 2 juta tempat tidur operasional (1,18 juta di 43.500 rumah sakit swasta dan 870.000 di 30.125 fasilitas pemerintah).
    • Meskipun ada kemajuan luar biasa (penambahan 2x tempat tidur dan 5x kursi MBBS per kapita dalam 25 tahun terakhir), India menghadapi masalah fragmentasi, akses pedesaan yang terbatas, dan variasi kualitas yang signifikan.
    • India unggul dalam adopsi digital (misalnya, setiap orang India memiliki ID digital Aadhaar).
  2. Ekonomi Skala dan Pembiayaan
    • India adalah negara yang sangat sadar harga dan berhasil beroperasi berdasarkan skala ekonomi.
    • Biaya layanan kesehatan di NH hanya sekitar 20% dari tolok ukur global. Contoh, operasi triple bypass di rumah sakit yang baik dapat menelan biaya $1.500 hingga $5.000 Swiss Francs.
    • Proyeksi Pengeluaran: Pengeluaran kesehatan diperkirakan meningkat dari 11% menjadi 13-14% per kapita karena peningkatan populasi lanjut usia dan kondisi penyakit tidak menular (NCEs), tetapi ini dapat dikendalikan melalui intervensi, terutama dalam kesehatan preventif.
  3. Transformasi Melalui Skema Pemerintah (Ayushman Bharat)
    • Skema kesehatan universal Ayushman Bharat menyediakan pertanggungan hingga 5.000 Swiss Francs per keluarga per tahun bagi mereka yang berpenghasilan rendah: 426 juta kartu telah dibuat, 97 juta pelayanan pasien , 32.000+ rumah sakit berpartisipasi (53% publik, 47% swasta).
    • Akun Kesehatan Digital (Ayushman Bharat Health Account) telah dibuat untuk 82 juta orang, menandai transisi dari sistem manual ke digital.
  4. Model Inovasi Narayana Health dalam UHC, NH berupaya mengatasi kesenjangan layanan dengan menjadi co-architect sistem kesehatan nasional melalui:
    • Model Asuransi Terjangkau: NH menawarkan asuransi kesehatan yang sangat terjangkau, misalnya, 8 Swiss Francs per bulan (100 Swiss Francs per tahun) memberikan perlindungan 100.000 Swiss Francs untuk keluarga empat orang.
    • Inovasi Teknologi: NH mengembangkan dan menerapkan teknologi AI-enabled (misalnya, deteksi gagal jantung dari EKG) dan platform digital (NAMA untuk perawat, ADI untuk dokter) untuk mendistribusikan keahlian klinis secara digital dan memberikan layanan lokal yang terjamin.

NH percaya bahwa UHC bukanlah konsep, melainkan pengalaman hidup (a lived experience) bagi setiap orang India, memastikan bahwa kesehatan tidak mendorong keluarga ke dalam kemiskinan.

ihf 7

Slide kesimpulan dari Narayana Hospital, Peran RS Swasta dalam Inovasi, Pembiayaan, dan Pelayanan pada era UHC

2. Dr. Dominique Kuhlen, Chief Medical Officer, Hirslanden Group, Swiss: Peran Rumah Sakit Swasta dalam UHC

Kuhlen adalah Chief Medical Officer (CMO) dari Grup Hirslanden, sebuah grup rumah sakit swasta di Swiss yang merupakan bagian dari Mediclinic Group (memiliki divisi di Timur Tengah dan Afrika Selatan). Setelah 25 tahun berkarier di sektor publik, pembicara menekankan bahwa peran rumah sakit swasta telah berevolusi dari sekadar mencari keuntungan menjadi sistem yang juga fokus pada kualitas dan pengalaman pasien.

Sebelumnya pembicara menjelaskan mengenai Grup Hirlanden: Memiliki jaringan luas, Hirslanden memiliki 16 rumah sakit dan banyak fasilitas rawat jalan di Swiss, berfokus pada disiplin strategis seperti persalinan, kardiologi, neurologi, dan ortopedi; Hirslanden menguasai lebih dari 20% pangsa pasar di sebagian besar rumah sakitnya, menjadikannya penyedia layanan yang relevan bagi masyarakat di wilayah tersebut; Menerapkan Model Perawatan Berkesinambungan (Continuum of Care): Grup ini terorganisir di empat wilayah perawatan, memungkinkan pasien dilayani mulai dari pencegahan, diagnostik, hingga akhir terapi, idealnya sepanjang hidup mereka.

Pembicara menjelaskan mengenai perjalanan mereka menerapkan upaya peningkatan Kualitas, Pengalaman Pasien, dan Pengukuran: 1) Dimulai dengan melakukan upaya Perubahan Reputasi, dulu rumah sakit swasta di Swiss sering dianggap hanya "memilih-milih pasien" (cherry picking), kini fokusnya adalah pada kualitas perawatan dan pengalaman klien; 2) Melakukan Pengukuran Kualitas secara serius, kualitas tidak hanya diasumsikan tetapi diukur, dipantau, dan diperbaiki antara lain dengan mengukur Pengalaman Klien (Diukur dengan Net Promoter Score (NPS). Tolok ukur Swiss adalah 58, sementara Hirslanden mencapai 72.4), kemudian sumber daya diinvestasikan untuk meningkatkan metrik ini; 3) Menetapkan berbagai Indikator Kualitas Klinis, indikator seperti tingkat mortalitas, tingkat operasi ulang yang tidak terduga, dan tingkat re-hospitalization diukur dan dibandingkan (benchmarked) secara netral melalui keanggotaan dalam berbagai perkumpulan klinis, bahkan hingga tingkat dokter atau intervensi tunggal.

Hirslanden juga menerapkan Model Operasi dan Nilai Pasien, terdiri dari Model Operasi dalam bentuk model penyedia layanan (service provider model) dimana mereka bekerja sama dengan dokter yang terafiliasi dan independen sebagai mitra; Model Nilai Pasien (Patient Value): Nilai pasien didefinisikan secara holistik, yaitu Nilai Pasien = Hasil Medis Terbaik + Kepuasan Pasien Terbaik dibagi dengan Biaya Serendah Mungkin.

ihf 8

Slide dari Hirlanden tentang menjaga continuum of care dalam wilayah pelayanan kesehatan

Untuk mewujudkan continuum of care, mereka melakukan Kolaborasi, Inovasi, dan Tanggung Jawab Sistem

  • Kolaborasi: Pembicara menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta (end-to-end), bukan sebagai dikotomi (public or private). Di Swiss, pasien dapat memilih untuk dirawat di rumah sakit swasta atau publik, terlepas dari jenis asuransi mereka (general atau private).
  • Inovasi dan Fleksibilitas: Rumah sakit swasta memiliki peran sebagai penggerak pertama (first mover) dan pengadopsi awal (early adapter) inovasi yang berbasis bukti.
  • Penelitian dan Pengajaran: Untuk dianggap benar-benar sistem yang relevan, rumah sakit swasta di Swiss harus berkontribusi pada penelitian dan pengajaran, terutama dalam konteks kekurangan staf (perawat dan dokter spesialis). Hirslanden menawarkan program pelatihan dan memiliki dua yayasan untuk mendanai penelitian.

Pembicara memberi kesimpulan bahwa peran rumah sakit swasta adalah mencapai keunggulan kualitas, berkontribusi dalam inovasi, serta menjadi relevan secara sistem melalui pengajaran dan penelitian.

Sesi Pleno 3: Aligning Innovation, Governance, and Partnerships for System Performance

Sesi ini memaparkan mengenai bagaimana model tata kelola strategis, transformasi digital, dan kemitraan publik-swasta (public private partnership) membentuk masa depan layanan kesehatan. Contoh-contoh dalam sesi ini menampilkan layanan terpadu, sistem informasi rumah sakit berskala besar, reformasi berbasis hasil, dan program pengembangan yang berpusat pada manusia yang menyoroti pentingnya kepemimpinan, kolaborasi, dan nilai pasien dalam sistem kesehatan yang kompleks.

Dimoderatori oleh Mr David Eglington, sesi ini terdiri dari beberapa pembicara antara lain: Ms Michelle Hunter, Mr Lai-Shiun Lai, Mr Federico Umberto Mion, Ms Valentina Riegel, Ms Rosa Vidal

1. Mr Lai-Shiun Lai, Taiwan: Migrasi dan Integrasi Sistem Informasi di Rumah Sakit Veteran Taiwan

Lai adalah Direktur IT di Taichung Veterans General Hospital (TCVGH), Taiwan. Pembicara berbagi pengalaman mereka dalam mengimplementasikan dan mengintegrasikan sistem informasi rumah sakit (HIS) dalam skala besar di tengah perubahan sistem kesehatan Taiwan.

Diawali dengan menceritakan profil Rumah Sakit Taichung Veterans General Hospital (TCVGH): Dibuka pada tahun 1982, merupakan pusat medis nasional yang didukung pemerintah dan kini memimpin sistem medis yang mencakup total 8 organisasi. TCVGH dikenal sebagai rumah sakit terkemuka di Taiwan, menduduki peringkat tinggi secara global untuk manajemen dan layanan rumah sakit pintar (smart hospital).

Masalah diidentifikasi dari 12 rumah sakit cabang (Branch Hospitals) yang dikelola oleh Veterans Affairs Council(VAC) yang menghadapi masalah biaya pemeliharaan sistem yang semakin meningkat dan kinerja yang semakin menurun karena sumber daya dan anggaran pribadi yang terbatas. Mereka perlu mengembangkan HIS baru untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Dari situ kemudian diputuskan untuk melaksanaan Proyek Integrasi HIS. Proyek ini berlangsung antara 2016-2019, dengan tujuan mengimplementasikan sistem informasi menggunakan teknologi terbaru di 12 rumah sakit cabang. Proyek terdiri dari beberapa tahap:

  • Pemilihan Sistem: Kriteria pemilihan sistem yang baru mencakup rekognisi nasional, berbasis standar umum, dan dukungan dari tim teknologi berkualitas tinggi.
  • Pembagian Fase: Fase 1 (39 bulan): Implementasi sistem informasi medis di 4 rumah sakit cabang pertama; Fase 2 (33 bulan): Melanjutkan Fase 1 di 8 rumah sakit cabang lainnya dan Mengimplementasikan sistem administratif di semua rumah sakit.
  • Struktur dan Anggaran: Dibentuk Inter-Hospital Task Forces (melibatkan 12 RS) dan Intra-Hospital Task Forces (melibatkan semua pihak terkait). Total anggaran proyek adalah sekitar 7 juta dolar USA (sekitar 118 milyard Rupiah).

ihf 9

Lai memaparkan tahap demi tahap pengembangan HIS

Hasil dan Dampak dari integrasi HIS diukur dengan:

  • Kecepatan dan Efisiensi: Meskipun proyek berlangsung selama periode COVID-19, tim berhasil mencapai tujuannya. Mereka mencetak rekor sejarah di Taiwan dengan menerbitkan (mengoperasikan) 8 rumah sakit dalam 8 bulan.
  • Penghematan: Proyek ini berhasil menghemat biaya secara signifikan, dengan biaya akhir hanya 35%dari biaya umum industri dan durasi proyek yang lebih singkat (67 bulan), menghemat 5 bulan dari perkiraan.
  • Skala: Jumlah orang yang dilayani oleh sistem informasi yang terintegrasi ini mencapai 80.000 orang, menjadikan mereka salah satu sistem informasi rumah sakit terbesar di Taiwan.

Pembicara menekankan beberapa Faktor Kunci Keberhasilan, yaitu:

  1. Konsensus Operasional yang Tinggi: Kesepakatan di tingkat operasional dan pendapatan yang lebih tinggi.
  2. Uji Tuntas (LRL Test) Pra-Implementasi: Menentukan tugas dan standar operasional untuk setiap pelanggan sebelum government lock-in.
  3. Keterkaitan dengan Insentif Ekonomi: Rumah sakit dapat menghemat biaya besar untuk perangkat lunak dan pemeliharaan.
  4. In-house Development: Sistem dikembangkan secara internal (in-house) oleh TCVGH, yang memungkinkan tim memiliki kontrol penuh, menjamin kualitas, dan menyelesaikan masalah dengan sangat cepat.

2. Mr Federico Umberto Mion, Swiss: Kemitraan Publik-Swasta (PPP) dalam Layanan Kesehatan: Dimensi Cakupan, Tata Kelola, dan Kinerja

Pembicara menyajikan hasil disertasi doktoralnya yang membahas PPP dalam layanan kesehatan melalui tiga dimensi: cakupan (scope), tata kelola (governance), dan kinerja (performance). PPP dilihat sebagai cara potensial untuk membuat sistem kesehatan lebih berkelanjutan.

ihf 10

Presentasi Doktoral dari Mion terkait penerapan public private partnership

Tinjauan Literatur dan Pertanyaan Penelitian:

  • Fokus: Penelitian berfokus pada PPP untuk penyediaan layanan (service delivery) di sektor kesehatan.
  • Penerima Manfaat: Penerima manfaat utama adalah organisasi (publik dan swasta), masyarakat, dan pasien. Literatur menunjukkan bahwa manfaat bagi pasien seringkali kurang mendapat perhatian.
  • Tata Kelola: Alasan utama di balik tata kelola PPP adalah untuk memitigasi oportunisme (kekhawatiran bahwa kepentingan swasta akan menindas kepentingan publik). Tata kelola harus disesuaikan dengan tujuan yang mendasarinya (no one-size-fits-all).
  • KPI yang Hilang: Kualitas layanan, termasuk kepuasan pasien, harus menjadi Key Performance Indicator (KPI) utama, yang menunjukkan bahwa perspektif pasien mungkin hilang dalam PPP saat ini.

Metodologi dan Temuan Utama (Studi Kasus Swiss):

Pembicara menggunakan metode studi kasus dengan menganalisis tiga kasus PPP yang aktif di Swiss (beroperasi lebih dari lima tahun) yang menyediakan layanan khusus, sangat khusus, dan dukungan klinis (diagnostik/pencitraan). Hasil penelitian sebagai berikut:

Dimensi Temuan Utama
Cakupan/Tujuan Tujuan utama yang disepakati adalah memastikan kualitas layanan dan berkolaborasi alih-alih bersaing. Meskipun manfaat bagi pasien dipertimbangkan secara implisit, manfaat tersebut tidak diformalkan atau diatur dengan baik dalam perjanjian.
Tata Kelola Dua dari tiga kasus mendirikan perusahaan joint venture (JV); organisasi swasta menuntut mayoritas saham di kedua JV tersebut. Kasus ketiga diatur melalui Memorandum of Understanding (MoU). Tata kelola bervariasi, tetapi bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan para pihak. Aspek keuangan sering kali dikesampingkan (bukan tujuan utama), kecuali pada satu kasus.
Kinerja Secara keseluruhan, PPP berkinerja baik, terutama dari sudut pandang operasional (misalnya, perolehan sertifikat). Namun, ditemukan keterlibatan pasien yang rendah baik dalam hal penetapan tujuan maupun pemantauan hasil.

Faktor Pendorong dan Tantangan:

  • Faktor Pendorong (Enabling Factors): Keselarasan visi dan hubungan pribadi antar manajer puncak, dan yang terpenting di Swiss, dukungan politik untuk melegitimasi kemitraan.
  • Tantangan (Barriers): Ketakutan akan kepentingan swasta yang mengalahkan kepentingan publik; namun, hambatan praktis terbesar adalah kolaborasi antara staf klinis dari berbagai organisasi dan perbedaan budaya organisasi.

Kesimpulan Disertasi

  • Efisiensi tercapai di sebagian besar PPP.
  • Hasil pasien jarang diformalkan atau dipantau.
  • Model tata kelola bervariasi, tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua.
  • Dukungan politik sangat penting.
  • Kesenjangan budaya tetap menjadi tantangan implementasi utama.

Penelitian ini bersifat inovatif karena menyajikan pandangan holistik dan kerangka kerja konseptual multidimensi untuk menilai PPP di layanan kesehatan.

3. Michelle Hunter dari Rural Ontario Medical Program (ROMP): Pemanfaatan Data dalam Pengembangan Profil Penempatan Tenaga Kesehatan Daerah (ROMP)

Michelle Hunter dari Rural Ontario Medical Program (ROMP) menjelaskan bagaimana mereka menggunakan data real-time untuk memandu program dan kebijakan dalam mengatasi kesenjangan pelatihan dan memenuhi permintaan tenaga kesehatan di wilayah pedesaan Ontario yang luas.

Tujuan Utama Program: Tujuan ROMP adalah meningkatkan akses ke pendidikan klinis berbasis komunitas dan memindahkan mahasiswa (dari 8 sekolah kedokteran di Ontario, Kanada, dan internasional) dari pusat akademik ke pusat regional di seluruh Ontario.

Metodologi dan Dampak Berbasis Bukti

  • Kemitraan Komunitas: ROMP menghubungkan pelajar dengan penempatan lokal melalui kemitraan yang kuat dengan komunitas daerah.
  • Tindakan Real-Time: ROMP menekankan penggunaan bukti real-time dan tidak menunggu bertahun-tahun untuk publikasi jurnal agar dapat membuat perubahan, melainkan bertindak segera.
  • Dampak Keberhasilan: Data menunjukkan dampak signifikan, terutama di Family Medicine (Kedokteran Keluarga), dengan tingkat pemenuhan penempatan hingga 95%.
  • Integrasi dan Operasionalitas: ROMP mempromosikan pelatihan residensi yang saling terkait (signal-connected), memungkinkan pelajar berbagi berbagai pelatihan dan kolaborasi dengan pusat akademik.

Pengumpulan dan Pemanfaatan Data: ROMP menekankan bahwa data menjadi penting hanya jika ada pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu. Setelah data dianalisis, ROMP menggunakannya untuk:

  1. Mengisi Kesenjangan: Mengidentifikasi kebutuhan klinis dan penempatan.
  2. Membentuk Kebijakan dan Program: Bekerja dengan Kementerian Kesehatan untuk adaptasi cepat terhadap perubahan kebutuhan.
  3. Memperkuat Komunitas: Meningkatkan pelatihan klinis dan memperkuat kemitraan komunitas untuk retensi.

Dasbor dan Metrik Penting: ROMP membangun dasbor khusus untuk berbagai partner (menggantikan istilah stakeholder):

  • Dasbor Preseptor (Pembimbing): Mengumpulkan feedback pembelajaran, kinerja preseptor, dan data situs pembelajaran. (Tingkat preseptor ROMP adalah 91%).
  • Dasbor Komunitas: Metrik termasuk jumlah pelajar dan preseptor, hari pelatihan, akomodasi (termasuk analisis dari Ministry of Rural Affairs), dan transportasi berdasarkan wilayah.

Penggunaan Data untuk Pengambilan Keputusan: Data ini digunakan oleh pemerintah, pemimpin regional, rumah sakit, dan klinis untuk:

  • Peningkatan Infrastruktur: Membuat keputusan baru tentang model residensi baru atau model transportasi.
  • Replikasi Model Sukses: Menerapkan model penempatan sukses di satu komunitas ke komunitas lain.
  • Dukungan Tenaga Kerja: Mengidentifikasi kekurangan signifikan pada tenaga kesehatan lain (perawat spesialis, asisten dokter) dan bagaimana ROMP dapat mendukung pelatihan mereka.

Retensi dan Budaya Belajar

  • Dukungan Klinisi: Program mendukung perkembangan profesional bagi klinisi yang ada.
  • Budaya Saling Dukung: ROMP mendorong model di mana pelajar dan klinisi saling mendukung. Kemampuan belajar klinis pelajar sebenarnya mendukung minat klinisi dalam belajar dan memahami kebutuhan komunitas.
  • Alat Digital: Penggunaan alat digital dan simulasi dalam komunitas untuk mendukung inisiatif pelatihan baru adalah cara terbaik untuk berbagi praktik antar komunitas.

Kesimpulan: ROMP menggunakan data yang komprehensif untuk memastikan penempatan pendidikan klinis relevan, efisien, dan selaras dengan kebutuhan komunitas, yang pada akhirnya bertujuan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja kesehatan di daerah pedesaan.

4. David Eglington, UEA: Hospital & Cluster Director, Mediclinic City Hospital: Kemitraan Publik-Swasta dalam Layanan Dialisis di Dubai: Kasus Medinit City Hospital

Pembicara merupakan Direktur dari sebuah rumah sakit pengajaran besar di Dubai dan bagian dari MediClinic Group, membahas kemitraan publik-swasta (PPP) yang sukses dengan Otoritas Kesehatan Dubai (DHA), khususnya dalam penyediaan layanan dialisis.

Pilar Utama KPS Layanan Dialisis: Proyek ini melibatkan operasionalisasi dua pusat dialisis (Al-Bashr di utara dan Al-Tawar di selatan Dubai), didasarkan pada lima pilar utama:

  1. Aksesibilitas: Lokasi di utara dan selatan Dubai membantu mengatasi masalah lalu lintas dan memperkuat aksesibilitas bagi masyarakat setempat.
  2. Kepercayaan dan Keahlian (Expertise): Memastikan penempatan ahli yang tepat untuk memberikan layanan yang tepat. Keahlian ini memerlukan hasil yang baik, kualitas, dan keselamatan pasien.
  3. Pendekatan Holistik: Bukan hanya memberikan dialisis, tetapi memastikan jalur perawatan yang lebih holistik dan terhubung, termasuk perawatan untuk Penyakit Ginjal Kronis (CKD).
  4. Pilihan Pasien: Memungkinkan pasien untuk bergabung dengan sistem perawatan kesehatan yang komprehensif.
  5. Memperkuat Ekosistem: Menghentikan fragmentasi perawatan kesehatan dan menyediakan layanan yang terhubung, terutama karena 70% layanan kesehatan di Dubai kini ditangani oleh sektor independen.

Kinerja dan Hasil:

  • Skala Operasi: Saat ini melayani 250 pasien di kedua pusat tersebut, telah memberikan lebih dari 100.000 sesi dialisis.
  • Jaringan Luas: MediClinic Middle East memiliki 6 rumah sakit dan 29 klinik, yang memberikan konteks penting bagi keberhasilan KPS ini.
  • Kepercayaan Pasien: Pusat-pusat ini memiliki peringkat ulasan Google yang sangat tinggi, menunjukkan keberhasilan dalam memuaskan kelompok pasien yang kompleks.
  • Integrasi Klinis: Memiliki 9 nefrolog penuh waktu yang juga berrotasi ke rumah sakit lain untuk mempertahankan keahlian mereka. Didukung oleh 9 tim spesialisasi (seperti endokrinologi, kardiologi, psikologi) yang bekerja di pusat dialisis, memastikan pendekatan perawatan yang lebih holistik.
  • Metrik Kualitas: Metrik dilaporkan setiap hari kepada DHA, menunjukkan hasil yang kuat: 16 infeksi dalam 60.000 hari, kepatuhan kebersihan 92%, dan tidak ada kejadian buruk sentral.
  • Inovasi dan Pengembangan: Proyek ini berkontribusi pada 87 Transplantasi Ginjal yang berhasil dilakukan, dan saat ini sedang dalam proses mengintegrasikan layanan dialisis di rumah untuk kenyamanan pasien.

Pembicara memberi Kesimpulan, bahwa PPP dapat:

  • Sangat efektif untuk layanan yang spesifik.
  • Peluang bagi pemerintah untuk menyediakan infrastruktur dan layanan vital.
  • Memberikan peluang untuk inovasi, efisiensi, dan penciptaan nilai.
  • Memungkinkan berbagi risiko, terutama jika ada kejelasan perjanjian yang berfokus pada kinerja dan hasil pasien.

ihf 11

Penulis bersama Ketua Umum dan para pengurus PERSI serta perwakilan RS Siloam Karawaci

Sesi Pleno 4: Innovating Surgical Care: Efficiency, Safety, and Patient Experience

Sesi ini sangat menarik bagi para klinisi, bagaimana cara memberikan pelayanan bermutu dengan cara yang lebih efisien, terutama dalam pelayanan bedah, disamping melalui ERAS (Enhanced Recovery After Surgery). Sesi ini menyajikan berbagai inovasi untuk meningkatkan hasil bedah melalui protokol yang lebih cerdas, pendekatan yang berpusat pada pasien, dan integrasi digital.

Sesi ini juga membahas strategi untuk mengoptimalkan efisiensi, mengurangi risiko pascaoperasi, dan mempercepat rencana perawatan – semuanya berkontribusi pada perawatan bedah yang lebih aman, lebih responsif, dan berkelanjutan. Terdapat 6 pembicara pada sesi ini, yang menarik adalah para pembicara umumnya adalah klinisi, namun juga terdapat 1 pembicara dengan latar belakang ekonom yang saat ini menjadi direktur RS.

1. Ms Yung-Chen Chen, Far Eastern Memorial Hospital, Taiwan: Mengatasi Kecemasan Pra-Operasi pada Pasien Bedah Short-Stay

Penelitian bertujuan untuk membandingkan tingkat kecemasan dan nyeri antara pasien yang menjalani bedah short-stay (operasi sehari) dan pasien rawat inap reguler, serta mendalami pengalaman pasien short-stay.

Latar Belakang

  • Konteks Taiwan: Taiwan memiliki layanan asuransi kesehatan nasional yang baik dan terjangkau, namun banyak rumah sakit menerapkan layanan short-stay untuk mengatasi tantangan operasional.
  • Kecemasan Pra-Operasi: Kecemasan pra-operasi adalah respons psikologis umum (terjadi pada 40-50% pasien) dan berhubungan dengan kebutuhan anestesi yang lebih tinggi, nyeri pasca-operasi yang lebih besar, rawat inap lebih lama, dan pemulihan yang lambat.
  • Tantangan Short-Stay: Meskipun aman, nyaman, dan mengurangi biaya, pasien bedah short-stayseringkali menerima informasi yang lebih sedikit dan menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang berpotensi meningkatkan kecemasan.

ihf 12

Ms Yung-Chen Chen, Kepala Bidang Keperawatan di Far Eastern Memorial Hospital, Taiwan

Metodologi Penelitian

  • Desain: Prospektif observasional mixed-method (kuantitatif dan kualitatif).
  • Sampel: 200 pasien (100 kelompok short-stay dan 100 kelompok rawat inap reguler) direkrut di pusat medis di Taiwan Utara (Agustus 2023 – Mei 2024).
  • Pengukuran: Dilakukan pada empat titik waktu (menunggu check-in, sebelum masuk OR, hari keluar, dan hari ke-10 pasca-operasi) menggunakan kuesioner standar (STAI, APAIS, VAS). Bagian kualitatif melibatkan wawancara dengan 30 pasien short-stay.

Hasil Kuantitatif (Kecemasan dan Nyeri):

  • Kecemasan Pra-Operasi: Kedua kelompok memiliki tingkat kecemasan yang sedang, tetapi pasien short-stay menunjukkan skor kecemasan yang lebih tinggi pada Visual Analog Scale (VAS).
  • Nyeri Pasca-Operasi: Pasien short-stay melaporkan tingkat nyeri yang lebih tinggi secara keseluruhan. Nyeri meningkat pada hari pemulangan tetapi kemudian menurun di bawah tingkat awal.
  • Penurunan Kecemasan: Kecemasan menurun pada kedua kelompok setelah operasi.

Hasil Kualitatif (Pengalaman Pasien Short-Stay), Wawancara mengungkap tiga tema utama yang menyebabkan kecemasan pasien short-stay:

  1. Informasi Tidak Jelas: Pasien tidak yakin tentang persiapan yang dibutuhkan, detail prosedur, dan alur proses.
  2. Ketidakpastian Waktu: Menunggu tanpa mengetahui kapan giliran mereka tiba.
  3. Emosi Negatif: Takut akan anestesi, takut operasi tidak berhasil, dan ketidaknyamanan intubasi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

  • Pasien Short-Stay Lebih Cemas: Pasien short-stay lebih cemas karena mereka harus menyelesaikan banyak langkah dalam satu hari dan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk edukasi dibandingkan pasien rawat inap yang dapat mempersiapkan diri secara bertahap. Kurangnya informasi yang jelas adalah penyebab utama kecemasan, yang kemudian meningkatkan persepsi nyeri.
  • Rekomendasi: Untuk mengurangi kecemasan pasien short-stay, penelitian ini menyarankan:
    1. Rencana Jadwal Bedah (Surgical Flight Plan): Menampilkan jadwal untuk mengurangi ketidakpastian.
    2. Rencana Edukasi Pra-Operasi: Memberikan bahan ajar pra-natal yang terstruktur untuk persiapan di rumah.
    3. Aplikasi Best Follow-up: Mendukung manajemen nyeri dan kecemasan sebelum dan setelah operasi.

2. Dr Krzysztof Mawlichanów, Polandia: Eksperimen Bedah Robotik Inovatif untuk Kanker Ginekologi di Krakow

Pembicara, mewakili sebuah rumah sakit swasta baru di Krakow, Polandia, memaparkan hasil dari proyek penelitian dan terapeutik yang berfokus pada penerapan bedah robotik untuk kanker ginekologi stadium awal.

Konteks Rumah Sakit dan Proyek

  • Rumah Sakit: Rumah sakit swasta baru di Krakow (Polandia) yang berspesialisasi dalam prosedur invasif minimal, dengan 80-90% operasi dilakukan secara laparoskopi atau robotik.
  • Proyek: Proyek ini didanai melalui hibah dan pinjaman, bertujuan untuk menguji metode operasi baru—terutama bedah robotik—untuk kanker serviks stadium awal dan karsinoma endometrium.
  • Metode Bedah yang Diuji: TMMR (Total Mesometrial Resection) untuk kanker serviks dan PNMR (Pelvic Neuro-Modulation Resection) untuk kanker endometrium.
  • Tujuan: Menguji metode TMMR/PNMR sebagai respons terhadap penelitian seperti studi LACC yang mempertanyakan keamanan operasi invasif minimal untuk karsinoma serviks, serta membandingkan hasilnya dengan histerektomi klasik dan sentinel lymph node.

Metodologi Penelitian

  • Status: Dianggap sebagai eksperimen medis terapeutik, sesuai dengan persyaratan ACOG.
  • Pasien: Pasien berusia di atas 18 tahun, informed consent, risiko ASA level 3, dan skor rehabilitasi motorik pasca-operasi ACOG 0-1.
  • Sampel: 114 prosedur bedah dilakukan (21 untuk kanker serviks, 93 untuk kanker endometrium).
  • Fokus Tim: Didukung oleh tim yang sangat berkualitas, termasuk Profesor Radovan Pilka, ahli bedah robotik da Vinci yang terkenal.

Program Pra-Rehabilitasi (Prehabilitation): Sebuah program pra-rehabilitasi yang dikembangkan oleh tim penulis juga diterapkan untuk mempersiapkan pasien secara komprehensif:

  • Fisioterapis: Kunjungan dan perencanaan latihan untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca-operasi.
  • Ahli Gizi (Dietitian): Diet imunomodulator dan diet karbohidrat yang disesuaikan.
  • Psikolog: Kunjungan untuk mengurangi kecemasan dan mengelola reaksi perilaku sebelum operasi.
  • Proses Klinis: Konsultasi onkologi dan kualifikasi oleh ahli anestesi sebelum operasi.

Hasil Utama (Kinerja dan Pemulihan): Dari 114 prosedur, tercatat 3 situasi tak terduga (dua fistula dan satu pendarahan yang memerlukan konversi terbuka pada satu kasus).

  • Nyeri dan Konsumsi Obat: Konsumsi obat anti-nyeri lebih rendah dari rata-rata untuk jenis operasi ini. 94% pasien melaporkan skor nyeri di bawah 4 pada skala 10 pasca-operasi.
  • Kehilangan Darah: Kehilangan darah sangat rendah dan tipikal untuk prosedur robotik/laparoskopi; dalam kasus robotik, kehilangan darah rata-rata di bawah 50 mililiter, dan terkadang serendah 3-5 mililiter.
  • Fungsi Seksual: Tidak ada gangguan pada aktivitas seksual yang diamati.
  • Pemulihan Cepat: Status pasien pasca-operasi sangat baik, dan pemulihan aktivitas terjadi sangat cepat, bahkan dari hari ke-0.

Kesimpulan Tambahan:

  • Kurva Belajar Robotik: Diperlukan sekitar 50 operasi dengan sistem da Vinci untuk mencapai kolaborasi yang optimal dalam tim robotik.
  • Kesiapan Pasien Lebih Penting: Keberhasilan pemulihan pasca-operasi tampaknya lebih bergantung pada kesiapan pasien (melalui pra-rehabilitasi) daripada durasi operasi yang panjang.

3. Ms Sílvia Moreira da Silva, Direktur Hospital de Cascais Portugal: Mengurangi Angka Kematian Patah Tulang Pinggul Melalui PPP dan Peningkatan Efisiensi

Maria Moreira da Silva, adalah seorang ekonom yang menjabat sebagai Direktur Hospital de Cascais, Portugal, menyajikan sebuah proyek peningkatan kualitas yang didorong oleh Kontrak Kemitraan Publik-Swasta / public private partnership (KPS/PPP) dan didasarkan pada kepentingan terbaik pasien.

Latar Belakang dan Motivasi Proyek:

  • Model KPS: Hospital de Cascais adalah rumah sakit publik yang dikelola oleh perusahaan swasta (Grup PIVESALU) melalui kontrak delapan tahun dengan pemerintah.
  • KPI Kontrak: Kontrak tersebut mencakup 37 Key Performance Indicators (KPI), termasuk salah satunya yang mewajibkan operasi patah tulang pinggul (hip fracture) dilakukan dalam waktu 48 jam setelah kedatangan pasien (door-to-surgery time).
  • Masalah Awal: Pada awal proyek, rumah sakit hanya mencapai 75% pasien dioperasi dalam 48 jam, dan yang mengkhawatirkan, tingkat kematian di rumah sakit (in-hospital mortality rate) adalah 7.1%.
  • Fokus Pasien: Motivasi utama adalah menyelaraskan KPI kontrak dengan pedoman klinis untuk memastikan kepentingan terbaik pasien, karena studi menunjukkan korelasi positif yang kuat antara waktu tunggu operasi yang lama dan tingkat kematian.

ihf 13

Slide pembukaan dari Silvia Moreira, Ekonom yang menjadi Direktur RS di Portugal

Implementasi dan Perbaikan Proses: Tim melakukan value stream mapping dan berfokus pada tiga perubahan utama:

  1. Fast Track Informatik: Membuat jalur cepat (fast track) patah tulang pinggul berbasis sistem informasi, mulai dari unit gawat darurat hingga ruang operasi (OR). Semua profesional (klinisi, perawat, teknisi) secara otomatis diberi tahu bahwa pasien berada di jalur cepat, mencegah penundaan.
  2. Algoritma Baru: Membuat algoritma untuk memastikan pasien tidak tersesat dalam proses, mengingat 48 jam adalah waktu yang mudah terlewati (waktu rata-rata awal adalah 80 jam).
  3. Protokol Klinis: Mengimplementasikan protokol klinis baru untuk mendukung fast track.
    Hasil Proses: Perubahan ini mampu menghemat hampir 40 jam dalam proses door-to-surgery.
    Pencapaian dan Dampak Signifikan: Setelah implementasi, Hospital de Cascais menjadi rumah sakit terbaik di Portugal dalam mematuhi KPI ini.
Metrik Awal Proyek Semester 1, 2025 (Saat Ini) Peningkatan
Operasi dalam 48 Jam 75% Hampir 90% Peningkatan Kepatuhan
Tingkat Kematian di RS 7.1% 3.3% Penurunan 53.5%

Kesimpulan dan Seruan

  • Pentingnya Penyelarasan: Keberhasilan ini dimungkinkan karena penyelarasan tata kelola politik, klinis, dan manajemen yang menjadikan proyek ini prioritas.
  • Seruan Internasional: Pembicara menekankan bahwa masalah ini meluas secara internasional. Dengan penurunan tingkat kematian yang signifikan (7.1% menjadi 3.3%), diperkirakan bahwa penurunan tingkat kematian tersebut setara dengan sekitar 500 nyawa yang berpotensi diselamatkan setiap tahun di Portugal jika semua rumah sakit mencapai kepatuhan yang sama.
  • Prioritas Global: Oleh karena itu, waktu tunggu operasi patah tulang pinggul harus didiskusikan dan ditempatkan pada daftar prioritas proyek di seluruh dunia.

ihf 14

Slide terbaik di IHF-Geneva , sederhana tapi dengan pesan yang kuat (dari seorang ekonom)

4. Prof. Andreas Schnitzbauer, Jerman: Peningkatan Presisi Dokumentasi Komplikasi Bedah Menggunakan Pembelajaran Mesin

Pembicara menyajikan proyek peningkatan kualitas yang berfokus pada kurangnya presisi dalam mendokumentasikan komplikasi perioperatif di bidang kedokteran.

Masalah dan Latar Belakang:

  • Beban Administratif Tinggi: Ada beban administratif yang sangat tinggi pada residen (dokter pelatihan) yang telah meningkat drastis selama bertahun-tahun.
  • Kesenjangan dalam Perawatan: Dua kekurangan penting dalam kedokteran klinis adalah kurangnya kesinambungan perawatan (continuity of care) dan kurangnya perhatian terhadap detail.
  • Klasifikasi Komplikasi: Dunia bedah menggunakan Klasifikasi Clavien-Dindo (kelas 1, minor, hingga 5, kematian) dan Comprehensive Complication Index (CCI) (skor 0-100) untuk mengukur komplikasi.
  • Kurangnya Gambaran Nyata: Pembicara menekankan bahwa saat ini, rumah sakit bekerja berdasarkan data yang tidak akurat (data emosional) karena dokumentasi komplikasi yang tidak tepat.

Metodologi Penelitian:

  • Tujuan: Mengetahui apakah algoritma machine learning (pembelajaran mesin) lebih baik daripada ekstraksi manual dalam mengidentifikasi komplikasi.
  • Fase 1 (Manual): Selama periode tiga bulan, semua komplikasi diekstraksi secara manual dari rekam medis pasien.
  • Fase 2 (Algoritma): Setelah itu, algoritma machine learning diimplementasikan ke dalam electronic health record (EHR) menggunakan metode yang sama yang digunakan untuk ekstraksi manual.

Hipotesis: Algoritma machine learning akan lebih unggul daripada ekstraksi manual oleh manusia dalam mengidentifikasi komplikasi. (Pembicara mengakhiri presentasi dengan menyiratkan bahwa hipotesis ini terbukti benar).

Kesimpulan (Implisit): Menggunakan algoritma machine learning dapat membantu mengatasi masalah beban administratif yang tinggi dan kurangnya presisi dalam mendokumentasikan komplikasi, sehingga memberikan gambaran nyata mengenai kinerja klinis dan meningkatkan kesinambungan perawatan.

5. Dr Poleth Sempértegui, Brazil: Transformasi Hasil Bedah Plastik Pasca-Bariatrik melalui Protokol Keselamatan Terstruktur di SUS Brasil

Proyek ini bertujuan untuk mendemonstrasikan bagaimana penerapan protokol keselamatan yang terstruktur dapat secara signifikan meningkatkan hasil, keselamatan, pemulihan, dan kualitas hidup pasien yang menjalani bedah plastik pasca-bariatrik dalam sistem kesehatan publik Brasil (SUS).

Konteks dan Permasalahan

  • Tantangan: Obesitas adalah masalah kesehatan masyarakat yang besar. Setelah penurunan berat badan yang signifikan melalui bedah bariatrik, kelebihan kulit berdampak negatif pada mobilitas, kebersihan, kenyamanan fisik, dan kesejahteraan emosional pasien. Bedah plastik rekonstruktif pasca-bariatrik diperlukan untuk mengembalikan fungsi dan martabat.
  • Masalah dalam SUS: Permintaan yang tinggi di SUS; Tidak adanya protokol keselamatan bedah yang terstandar; Peningkatan risiko komplikasi pasca-operasi; Dampak negatif pada hasil kesehatan pasien dan biaya sistem.
  • Tujuan: Tantangannya bukan hanya menyediakan akses bedah, tetapi memastikan akses tersebut terjadi dengan protokol yang reproduktif, aman, dan berkualitas tinggi.

Metodologi dan Protokol Keselamatan:

  • Metodologi: Analisis observasional prospektif terhadap 100 pasien yang menjalani bedah kontur tubuh plastik pasca-bariatrik pada tahun 2023 dan 2024. Evaluasi meliputi profil klinis, kepatuhan protokol, komplikasi, dan peningkatan fungsional yang dirasakan.
  • Protokol Inti: Protokol keselamatan terstruktur meliputi empat pilar utama: 1. Persiapan: Evaluasi pra-operasi yang terstruktur dan kriteria stabilitas nutrisi/fisik. 2. Pencegahan: Rejimen tromboprofilaksis. 3. Presisi: Telekinesis intra-operasi. 4. Tindak Lanjut Berkelanjutan: Mobilisasi dini dan tindak lanjut terpandu.

Hasil dan Dampak

  • Hasil Klinis (100 pasien dioperasi): Tingkat komplikasi rendah (11%), terutama dehiscence (luka terbuka) kecil dan dapat dikelola; Nol Kasus untuk Trombosis Vena Dalam (DVT), nekrosis, rawat inap ICU, penerimaan kembali (re-admission), atau kematian; Komplikasi kecil tidak memengaruhi hasil akhir secara signifikan.
  • Hasil Pasien: 100% pasien melaporkan peningkatan fungsional dalam aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup.
  • Dampak Luas: Protokol ini mengurangi komplikasi, meningkatkan keselamatan bedah dan efisiensi pemulihan, menstandarkan alur kerja profesional, dan memberikan pemulihan emosional.

Kesimpulan: Proyek ini menunjukkan bahwa keunggulan dalam bedah rekonstruktif tidak ditentukan oleh anggaran atau metode, tetapi oleh struktur sains dan kepedulian. Ketika protokol keselamatan diterapkan secara sistematis, hasilnya adalah sistem kesehatan yang menyembuhkan tidak hanya tubuh tetapi juga identitas dan martabatpasien, sekaligus mengoptimalkan efisiensi sistem kesehatan.

6. Dr Chao Tong Teo, National University Hospital (NUH), Singapura: Peningkatan Efisiensi Ruang Operasi melalui Perbaikan Proses

Pembicara menyajikan proyek perbaikan kualitas yang bertujuan untuk mengatasi inefisiensi di ruang operasi (OR), terutama dalam konteks adanya penumpukan kasus bedah elektif pasca-COVID-19 dan inefisiensi yang diperkenalkan selama pandemi.

Masalah dan Inefisiensi

  • Waktu OR adalah Komoditas Berharga: Setiap menit OR sangat berharga dan mahal.
  • Penundaan Mulai OR: Sekitar 60–70% kasus bedah mulai terlambat dari jadwal (pukul 8.30 pagi), dengan keterlambatan rata-rata 30 menit.
  • Waktu Pembalikan (Turnover Time): Waktu antara dua operasi sering kali melebihi 15 menit yang dijadwalkan.
  • Masalah Sistem: Sistem penjadwalan secara otomatis memperpanjang waktu operasi yang ditetapkan oleh ahli bedah karena inefisiensi COVID sebelumnya, sehingga membatasi jumlah kasus yang dapat didaftarkan.

Target Peningkatan:

  • Mencapai setidaknya 50% peningkatan dalam ketepatan waktu mulai operasi pertama.
  • Mencapai setidaknya 25% peningkatan dalam waktu pembalikan (turnover time).

Implementasi Perubahan Berbiaya Rendah: Alih-alih mengandalkan teknologi mahal atau staf baru, tim berfokus pada perubahan proses kecil yang melibatkan empat pemangku kepentingan utama:

Pemangku Kepentingan Perubahan Proses yang Diimplementasikan
Ahli Bedah Mencantumkan peralatan dan waktu secara akurat di sistem.
Batas waktu ketat (jam 1 siang hari sebelumnya) untuk permintaan peralatan.
Meminta staf junior untuk melakukan penandaan lokasi bedah lebih awal di ruang pra-operasi.
Perawat OR Menggunakan isyarat komunikasi non verbal (misalnya, hemostasing selesai, implan terpasang) untuk menginformasikan tim agar mempersiapkan kasus berikutnya lebih awal, memungkinkan overlap singkat.
Ruang Pra-Operasi Menyelesaikan daftar periksa tepat waktu.
Mengingatkan ahli bedah sehari sebelumnya tentang potensi masalah persetujuan.
Mewajibkan pasien ke toilet sebelum dibawa ke OR untuk menghindari penundaan.

Hasil dan Keberlanjutan: Perubahan kecil berbasis manusia ini menghasilkan peningkatan dramatis dan berkelanjutan dalam efisiensi di salah satu kompleks OR:

  • Ketepatan Waktu Mulai (First Case Start): Meningkat dari 37% menjadi 85–90% sepanjang tahun 2024 dan dipertahankan pada 90% pada tahun 2025.
  • Waktu Pembalikan (Turnover Time): Menurun dari 20% menjadi 14–15%, memenuhi target peningkatan 25%.
  • Peningkatan Volume Kasus: Jumlah rata-rata kasus bedah yang dapat dilakukan per bulan di kompleks OR tersebut meningkat dari 300 menjadi 350 pada akhir 2024, dan mencapai rata-rata 450 kasus per bulan pada tahun 2025 (di konteks 8 theatres).

Kesimpulan: Proyek ini berhasil membuktikan bahwa perubahan proses berbasis manusia yang sederhana, berkelanjutan, dan berbiaya rendah dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi OR, yang pada akhirnya memperpendek waktu tunggu pasien dan meningkatkan hasil operasional rumah sakit. Tujuannya adalah untuk memperluas model sukses ini ke ruang operasi lainnya.

ihf 15

Penulis Bersama Direksi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

 

Reportase Terkait:

Pengantar   Hari I   Hari II   Hari III   Renungan

 

 

Sesi Pleno 1:
A Healthcare Leader’s Greatest Challenge, Workforce Strategies That Work

Sesi ini membahas berbagai masalah kekurangan tenaga kesehatan klinis di seluruh dunia. Krisis ini diperparah oleh faktor-faktor yang sudah diketahui, seperti populasi yang semakin menua, masalah kelelahan dan keseimbangan kerja-kehidupan, tantangan dalam menyediakan pelatihan dan pendidikan, serta disparitas geografis.

Dalam sesi ini, Dr. Peter Pronovost, Kepala Bagian Kualitas dan Transformasi Klinis, Rumah Sakit Universitas, AS, menjadi memberi pengantar sekaligus menjadi moderator sesi diskusi yang mengungkap beberapa solusi yang telah terbukti untuk mengatasi penyebab paling umum dari kekurangan tenaga kerja.

ihf 16

Para pembicara pada sesi pleno hari 3

1. Dr Peter Pronovost: Transformasi Layanan Kesehatan

Pembicara memberi pengantar tentang tantangan kompleks yang dihadapi layanan kesehatan global (kekurangan staf, masalah ekonomi, keselamatan pasien) dan mengusulkan sebuah solusi radikal: "Living and Leading with Love" (Hidup dan Memimpin dengan Cinta).

Poin Utama:

  • Masalah Inti: Kegagalan layanan kesehatan dalam mengatasi masalah kompleks disebabkan oleh pendekatan "command-and-control" (top-down) yang salah. Solusi sebenarnya membutuhkan inovasi bottom-up dan kolaborasi.
  • Kekuatan "Love" (Cinta): didefinisikan sebagai energi penting yang menghubungkan orang dan melepaskan inovasi. Ini berarti melihat karyawan sebagai layak dan mampu, serta mencari manfaat bersama alih-alih kekuasaan.
  • Hasil Transformasi: Sistem kesehatan yang menerapkan model ini mencatat perbaikan drastis, seperti peningkatan engagement karyawan (top 1%), penurunan turnover perawat, dan pengurangan,  mortalitas sepsis dan biaya perawatan.
  • Model "Believe, Love, and Build":
    1. Believe: Setiap karyawan (bukan hanya dokter/perawat) memiliki kekuatan untuk mencegah bahaya.
    2. Love: Setiap suara yang perannya bersentuhan dengan masalah harus diikutsertakan (mendorong kontribusi dari peran non-klinis, seperti petugas kebersihan/sekretaris unit).
    3. Build: Menerapkan sistem manajemen yang disiplin dengan mengukur hasil(outcomes) dan akuntabilitas bersama.
  • Pentingnya Budaya: Budaya harus diubah dari ketakutan menjadi cinta melalui pengakuan, imbalan, dan hubungan (the Six R's). Transformasi ini dimulai dari koneksi positif sekecil apa pun antar individu.

Intinya, pembicara menyerukan agar sistem kesehatan yang menyembuhkan harus dibangun di atas dasar cinta dan mendorong setiap individu untuk menciptakan "mikro-dunia" positif di lingkungan kerjanya.

 

2. Mrs Mireia Traserra Call, Human Resources Director, AECT - Hospital de Cerdanya, Spain: Layanan Kesehatan Lintas Batas

Pembicara membahas tantangan dan keberhasilan pendirian Hospital de Cerdanya (La Cerdanya Hospital), sebuah rumah sakit komunal unik yang beroperasi di perbatasan antara Spanyol dan Prancis di wilayah Cerdanya.

  1. Latar Belakang dan Pendirian
    • Lokasi: La Cerdanya, sebuah lembah yang terbagi oleh perbatasan Spanyol dan Prancis sejak tahun 1655. Rumah sakit ini melayani wilayah yang terisolasi dari pusat administratif besar.
    • Kebutuhan: Sebelum didirikan, sisi Prancis tidak memiliki rumah sakit yang dekat, sementara rumah sakit di sisi Spanyol berisiko ditutup karena kekurangan profesional.
    • Sejarah Proyek: Dimulai tahun 2002 sebagai konvensi untuk memberikan perawatan darurat kepada penduduk Prancis.
    • Legalitas: Pada tahun 2010, Parlemen Eropa menyediakan alat legislatif (Unit for European Agreement of Territorial Cooperation) yang memungkinkan legalisasi dan pendirian rumah sakit komunal (bukan milik Spanyol atau Prancis, melainkan dimiliki bersama). Rumah sakit ini merayakan 10 tahun beroperasi pada tahun 2024.
  1. Tantangan Lintas Batas (Cross-Border Challenges), Rumah sakit ini menghadapi tiga tantangan utama dalam mengelola operasi lintas batas:
    • Tantangan Tata Kelola (Governance): Perlunya membangun tata kelola yang didasarkan pada kebutuhan lokal dan teritori rumah sakit, alih-alih diatur oleh pusat administratif besar di Madrid atau Paris.
    • Perbedaan Budaya (Cultural Differences): Meskipun bahasa dapat dipelajari, sistem layanan kesehatan (seperti sistem psikiatri), harapan masyarakat terhadap sistem kesehatan publik, dan etos kerja berbeda secara kultural. Tantangan ini diatasi dengan mendengarkan setiap pihak dan memastikan semua orang merasa dilibatkan, bahkan jika keputusan tidak selalu berdasarkan suara mayoritas.
    • Regulasi Tenaga Kerja (Workforce Management): Ini adalah tantangan terbesar. Meskipun alat legal untuk pendirian rumah sakit sudah ada, belum ada alat legislatif untuk mengatur tenaga kerja lintas batas.
      • Masalah Inti: Staf menghadapi perbedaan perlakuan karena kewarganegaraan atau negara tempat tinggal, terutama terkait pajak, kontribusi sosial, dan persetujuan pengadilan. Contohnya, pekerja dengan dua pekerjaan di kedua sisi perbatasan mengalami kontribusi sosial yang sangat tinggi (di atas 20%).
  1. Usulan Solusi dan Komitmen
    • Visi: Hospital La Cerdanya adalah perusahaan lintas batas terbesar yang menyediakan layanan nyata kepada penduduk. Pihak rumah sakit merasa memiliki komitmen untuk menciptakan legislasi baru yang mengatur tenaga kerja lintas batas.
    • Tujuan: Diserukan agar Spanyol dan Prancis, bersama dengan Uni Eropa, bekerja untuk mengharmoniskan tujuan bersama seputar tenaga kerja lintas batas, berfokus tidak hanya pada gaji, tetapi pada kesejahteraan sosial, pensiun, pajak, dan kontribusi sosial.

 

3. Assoc. Prof. Ghee Chee Phua, Deputy CEO, Singapore General Hospital (SGH), Singapore: Inisiatif Kesejahteraan Staf melalui "GROSS"

Pembicara berfokus pada pentingnya kesejahteraan staf sebagai prioritas utama dalam layanan kesehatan, yang dianggap sebagai hal yang sangat penting (mission critical). Singapore General Hospital (SGH) memperkenalkan strategi unik untuk mencapai hal ini, yang disebut GROSS (Getting Rid of Silly Stuff).

  1. Kesejahteraan Staf sebagai Prioritas Kepemimpinan
    • Latar Belakang SGH: Rumah sakit tertua dan terbesar di Singapura (2.000 tempat tidur, 11.000+ staf). Kekuatan sejati SGH terletak pada stafnya, bukan teknologi atau infrastruktur.
    • Perubahan Pasca-Pandemi: Sebelum pandemi, kesejahteraan staf cenderung terdesentralisasi. Pandemi menunjukkan bahwa kesejahteraan harus disengaja (intentional), sistematis, dan merupakan tanggung jawab kepemimpinan.
    • Komitmen: SGH mendirikan kantor Staff Wellness dan membuat para pemimpin rumah sakit membuat janji publik untuk membangun budaya yang suportif dan inklusif.
  1. Empat Pilar Kesejahteraan SGH: SGH membangun kerangka kerja kesejahteraan staf berdasarkan empat pilar sistematis:
    1. Health and Well-being: Merawat kesehatan fisik dan mental staf (mengingat 1 dari 3 pekerja kesehatan mengalami burnout).
    2. Care at Work: Menciptakan koneksi dan rasa dimiliki (belonging).
    3. Transformation at Work: Memperbaiki lingkungan dan proses kerja, termasuk perlindungan dari pelecehan, pengembangan karier, dan menghilangkan hal-hal konyol/tidak perlu (silly stuff).
    4. Kindness at Work: Menanamkan kebaikan, rasa hormat, dan keselamatan psikologis dalam budaya sehari-hari.

SGH juga menggunakan pendekatan berbasis data untuk mengukur dampak dan menjadikan pemimpin bertanggung jawab atas Indeks Komposit Kesejahteraan (Well-being Composite Index) yang dimasukkan dalam rencana balanced scorecard mereka.

ihf 17

Salah satu slide Ghee Chee Phua, merupakan presentasi paling atraktif dan menarik selama IHF – Geneva

  1. Gerakan GROSS  adalah inisiatif untuk mengurangi beban yang tidak perlu (unnecessary burdens) agar staf dapat fokus pada perawatan pasien.
    • Filosofi: Hal-hal sepele (silly stuff), yaitu proses yang tidak bernilai tambah dan tidak perlu, menumpuk seiring waktu, menciptakan frustrasi dan kelelahan (burnout). GROSS  bertujuan untuk meninjau, mengurangi, bersukacita, dan mengulang (Review, Reduce, Rejoice, and Repeat).
    • Mekanisme: Gerakan ini bersifat ringan (light-hearted) dan viral. SGH mengadakan GROSS  Awards di mana tim merayakan proyek yang menghilangkan langkah-langkah tidak perlu dan mengembalikan waktu kepada staf. (50% dari penilaian didasarkan pada seberapa besar kegembiraanyang dirasakan dari proyek tersebut).
    • Contoh Proyek GROSS  Farmasi membatalkan resep usang secara otomatis; Mengotomatisasi laporan promosi perawat; Menghentikan puasa yang tidak perlu untuk CT Scan pada sebagian besar pasien; Mengurangi pemantauan tanda-tanda vital dan gula darah yang tidak perlu; Menyederhanakan proses SDM dan keuangan yang kompleks.
    • Dampak: Proyek GROSS . menghemat puluhan ribu jam kerja, mengurangi pemborosan waktu, energi, dan uang. Yang terpenting, ia telah mengubah budaya rumah sakit: staf kini merasa lebih diberdayakan untuk menghilangkan "pembunuh kegembiraan" (killjoys) dalam proses kerja mereka, yang pada akhirnya memulihkan makna dan kegembiraan dalam merawat pasien.

ihf 18

4. Dr Henry Gallardo, Director General Fundación Santa Fe de Bogotá (FSFB), Colombia: Kepemimpinan, Budaya, dan Ketahanan di Santa Fe Foundation

Pembicara adalah perwakilan dari sistem layanan kesehatan terintegrasi nirlaba swasta di Kolombia (Foundation Santa Fe de Bogotá, yang juga menjalankan RS di Cartagena) serta merupakan presiden IHF yang baru, yang berfokus pada pentingnya keselarasan strategi dengan budaya dan kepemimpinan untuk menciptakan organisasi yang demokratis dan berorientasi pada pelayanan (service).

  1. Membangun Budaya Pelayanan yang Terpusat pada Manusia
    • Filosofi Inti: Untuk menginspirasi organisasi yang didedikasikan untuk melayani dan menumbuhkan kemakmuran masyarakat, strategi harus selaras dengan tujuan utama institusi. Karyawan harus memilih untuk menyelaraskan kepentingan pribadi mereka dengan tujuan yang lebih besar.
    • Peran Pemimpin: Kepemimpinan harus bertindak secara koheren dan memberikan contoh (seperti memungut sampah di rumah sakit). Jika pemimpin memprioritaskan kesejahteraan staf di atas pertumbuhan, itu adalah "cherry on the cake" (nilai tambah terbesar).
    • Model Budaya: Institusi ini berpegangan pada model budaya yang diidentifikasi secara proaktif melalui proses operasional dan psikologis, yang harus menjadi ekosistem yang cair (blended ecosystem) dengan tindakan yang konsisten.
    • Implementasi Budaya: Budaya diwujudkan melalui: 1. Model Kompetensi: Mengukur kemampuan staf dan kontribusi mereka terhadap nilai-nilai inti. 2. Model Pengembangan: Memastikan peningkatan portofolio staf. 3. Sistem Penghargaan (sejak 1995): Merayakan indikator berbasis pertumbuhan perawatan (care), kepemimpinan, kerja tim, dan hasil (outcomes).
  1. Mengatasi Tekanan Keuangan dengan Ketahanan dan Kasih Sayang: Pembicara membahas bagaimana menyeimbangkan tekanan keuangan dengan empati, menyerukan agar para pemimpin tidak mengekspos tim pada dilema tersebut.
    • Penentuan Visi: Pemimpin harus memiliki pandangan yang teguh (view determination) untuk menjaga keseimbangan antara hasil (results) dan tujuan (aims).
    • Tujuan yang Lebih Tinggi: Institusi harus selalu dipandu oleh tujuan yang lebih tinggi (higher purpose), memastikan setiap keputusan didasarkan pada penghormatan terhadap kemanusiaan dan budaya kepedulian.
    • Mendefinisikan Nilai (Value Creation): Penciptaan nilai didefinisikan sebagai hasil yang harus: 1) Memberikan pengalaman terbaik bagi pasien. 2) Menjamin hasil terbaik (outcomes). 3) Menggunakan sumber daya secara efisien. 4) Beroperasi di bawah prinsip tata kelola yang bertanggung jawab dan lingkungan yang peduli.
    • Kesimpulan: Menyeimbangkan sumber daya finansial dengan empati melibatkan penguatan budaya yang berpusat pada manusia yang menjamin pengalaman kepedulian bagi karyawan, pasien, keluarga, dan masyarakat.
  1. Kesejahteraan Mental Staf: melalui tanyangan Video yang menekankan bahwa kesehatan mental adalah fundamental dalam layanan kesehatan.
    • Fakta: Tekanan dan beban emosional yang konstan dapat memengaruhi kesejahteraan staf dan kualitas hidup pasien.
    • Solusi: Santa Cruz Foundation telah memulai program untuk merawat kolaborator mereka sendiri, memastikan staf merasa dihargai dan dibantu dalam menghadapi tekanan kesehatan, keluarga, dan sosial.

 

5. Dr Zeenat Khan, Regional CEO, Aga Khan Health Services, East Africa, Kenya: Strategi Sumber Daya Manusia Aga Khan Development Network (AKDN) di Afrika Timur

Pembicara adalah perwakilan dari Aga Khan Development Network (AKDN), sebuah jaringan nirlaba internasional yang berfokus pada kelanjutan perawatan, akses, kualitas, dan keberlanjutan di wilayah Sub-Sahara Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tengah. Presentasi ini berfokus pada tantangan dan strategi Sumber Daya Manusia (SDM) di Afrika Timur (Kenya, Tanzania, Uganda).

  1. Tantangan SDM di Afrika Timur: AKDN mengoperasikan 7 rumah sakit dan memiliki sekitar 6.000 staf di Afrika Timur. Mereka menghadapi beberapa tantangan SDM yang khas:
    • Demografi: Populasi yang sangat muda (60% di bawah 25 tahun).
    • Kepadatan Pekerja Kesehatan: Jauh di bawah target global $2.3$ per $1,000$ penduduk.
    • Spesialisasi dan Kapasitas: Kapasitas untuk sub-spesialisasi medis sangat terbatas, dibandingkan negara maju.
    • Disparitas Geografis: Kesulitan dalam menarik dan mempertahankan staf di daerah pedesaan (rural) dibandingkan dengan perkotaan (urban).
    • Retensi Staf: Pasar yang sangat kompetitif, ditambah daya tarik migrasi ke negara-negara Global North (North-to-South brain drain).
  1. Filosofi SDM: "Believe, Belong, and Build": AKDN menggunakan filosofi yang selaras dengan tema sesi pertama, yaitu "Believe, Belong, and Build" sebagai mantra SDM mereka untuk mengatasi tantangan retensi dan kapasitas.
    1. Believe (Percaya)
      • Inti: Staf adalah tulang punggung organisasi. Kepemimpinan harus berusaha menjadi pemberi kerja pilihan (employer of choice) melalui lingkungan kerja dan budaya yang baik.
      • Fokus: Memberi perhatian khusus pada "Emerging Talents" (talenta yang muncul) atau generasi muda, karena mereka adalah masa depan institusi.
      • Pendekatan Holistik: Fokus pada pengembangan staf klinis dan non-klinis secara bersamaan.
    2. Belong (Merasa Dimiliki)
      • Inti: Memperlakukan staf sebagai manusia dengan melihat keluarga, anak-anak, dan perjuangan mereka (misalnya, perjalanan panjang ke tempat kerja).
      • Aktivitas: Mengadakan kegiatan bersama (seperti pesta dan menari) untuk menciptakan ikatan dan merasa menjadi bagian dari institusi (belonging).
    3. Build (Membangun Kapasitas)
      • Inti: Pembangunan kapasitas harus menjadi upaya jangka panjang, bukan perbaikan jangka pendek.
      • Strategi Jangka Panjang: Menyusun rencana 5 tahun untuk pengembangan dan rekrutmen SDM (dokter, perawat, apoteker, dll.).
      • Kemitraan Pendidikan: Memanfaatkan sumber daya global dan universitas milik AKDN sendiri (Aga Khan School of Medicine) untuk program pascasarjana dan sarjana.
      • Kisah Sukses: Salah satu staf didukung dan dibina dari Medical Officer hingga menjadi Neonatologis pertama di wilayah Lake di Kenya, menunjukkan keberlanjutan pengembangan jangka panjang.
      • Alternatif: Menggunakan teknologi seperti tele-ICUdan tele-radiology untuk mengatasi kekurangan sub-spesialisasi lokal.
  1. Pelajaran Utama
    • Dengarkan Staf: Penting untuk mendengarkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan staf.
    • Kepemimpinan Budaya: Budaya harus dipimpin dari atas (led from the top).
    • Kolaborasi: Untuk mencapai tujuan yang jauh, kita harus pergi bersama-sama (If you want to go far, go together).

 

Sesi Pleno 2: Advancing Clinical Care Quality Through AI and Patient- Centred Safety

Sesi ini mejelajahi bagaimana AI meningkatkan kontinuitas perawatan, diagnostik, pelatihan, dan keselamatan pasien di berbagai tatanan. Sesi ini menyajikan proyek-proyek yang menunjukkan bagaimana integrasi digital yang cermat dapat meningkatkan hasil, kesetaraan, dan kepercayaan dalam praktik klinis. Salah satu pembicaranya berasal dari Indonesia.

ihf 19

Moh Heri Kurniawan salah satu dari 3 pembicara sesi pleno dari Indonesia

1. Mr Moh Heri Kurniawan (Hermina Group Indonesia): Pengembangan Model Perawatan Berkelanjutan Berbasis AI

Presentasi ini memperkenalkan pengembangan model intervensi Continuity of Care (Perawatan Berkelanjutan) berbasis Kecerdasan Buatan (AI) yang terintegrasi melalui WhatsApp, dirancang untuk mengatasi masalah morbiditas dan mortalitas tinggi pada penyakit kronis akibat kesenjangan komunikasidan fragmentasi data pasca-pemulangan pasien.

  1. Latar Belakang Masalah dan Peran Perawat
    • Masalah: Pasien dengan penyakit kronis sering dipulangkan dengan obat-obatan yang kompleks dan mengalami perawatan yang terfragmentasi (fragmented care), yang menyebabkan kegagalan dalam continuity of care.
    • Penyebab Inti: Kesenjangan komunikasi dan fragmentasi data setelah pasien pulang.
    • Solusi Pivot: Perawat memiliki peran sentral (pivotal role) dalam tindak lanjut dan dukungan manajemen diri (self-management support) bagi pasien di rumah.
  1. Tujuan dan Proses Pengembangan (3 Fase): Model ini dikembangkan berdasarkan praktik berbasis bukti (evidence-based practice) dan kerangka teori yang relevan.
Fase Kegiatan Utama Hasil Utama
Fase 1: Penemuan & Penelitian Studi kualitatif (wawancara perawat/pasien) dan tinjauan literatur (12 artikel dari berbagai negara). Menemukan bahwa virtual care meningkatkan intervensi; Identifikasi ekspektasi pengguna; Penggunaan teori Goal Attainment dan Technology Acceptance.
Fase 2: Perancangan & Prototipe Merancang model dari literatur dan kebutuhan pengguna; Konsultasi dengan pakar. Konsep Model: Mengumpulkan data di setiap fase (rawat inap, pemulangan, pasca-pemulangan) ke lingkungan virtual, menganalisisnya menjadi pengetahuan (knowledge) dan tindakan (actionable action) untuk perawat.
Fase 3: Uji Kegunaan (Utility Testing) Uji coba dengan 21 perawat dan pasien. Perceived Ease of Use tinggi (82.5%) bagi pasien; Akseptabilitas tinggi bagi perawat (pengurangan beban kerja dan deteksi risiko yang lebih baik).
  1. Arsitektur Produk: Model Human-in-the-Loop: Model yang dikembangkan sederhana dan akrab bagi pengguna, menggunakan platform WhatsApp yang populer.
    • Layer Pasien: Pasien berinteraksi dengan AI Agent 24 jam (berbasis Large Language Model) dan menerima pengingat obat otomatis, serta diminta mengisi Patient Reported Outcomes (seperti kualitas hidup dan asesmen risiko).
    • Layer Perawat/Staf: Perawat fisik (physical nurse) dapat melihat Dashboard yang menyajikan data pasien.
    • Peran AI: AI tidak berfungsi untuk mendiagnosis (no diagnosing) atau memberikan dosis obat (no dosing).
    • Keselamatan Data (Safety Governance): Model dikembangkan dengan prinsip "Human-in-the-Loop". Perawat dapat mengganti (override) interaksi AI dengan pasien dan selalu memiliki akses penuh ke data pasien.
  1. Kesimpulan dan Langkah Selanjutnya
    • Kesimpulan Produk: Model Continuous Care yang terintegrasi dengan WhatsApp dan AI, dengan perawat sebagai human-in-the-loop, berhasil dikembangkan. Fungsinya mengotomatiskan pengingat obat, pemeriksaan gejala terstruktur, dan kualitas hidup.
    • Fungsi Utama: Mampu mengkompres data pasien menjadi tindakan yang dapat dieksekusi (actionable exercise), sambil tetap mempertahankan inti kepedulian (caring core) dari keperawatan.
    • Langkah Selanjutnya: Melanjutkan ke Uji Coba Terkontrol Acak (Randomized Control Trial - RCT) multi-pusat untuk menguji efektivitas, kepatuhan, kontrol klinis, kualitas hidup, dan efektivitas biaya model ini.

 

2. Mrs Rita Lopes: Pengelolaan Hasil Analisis Patologi Sensitif

Pembicara membahas tentang implementasi model baru di Musea da Salude untuk mengelola hasil analisis patologi yang sensitif, seperti diagnosis kanker. Tujuannya adalah mengatasi tantangan komunikasi hasil sensitif yang tiba-tiba tersedia secara digital kepada pasien tanpa konteks atau dukungan medis yang memadai.

Tujuan Utama

  • Mengoptimalkan dan mempercepat seluruh proses pengelolaan hasil.
  • Memastikan alur kerja yang terkendali dan memiliki ketertelusuran penuh (full traceability).
  • Memastikan penyampaian hasil yang manusiawi (compassionate manner) dengan dukungan klinis, meminimalkan dampak psikologis, dan mengoptimalkan penanganan kasus.

Solusi dan Alur Kerja Baru: Solusi ini melibatkan pembaruan sistem dan penyesuaian operasional, berpusat pada interoperabilitas antara sistem laboratorium dan rekam medis elektronik (EMR).

  • Alur Patologi: Proses dimulai dari pengumpulan sampel hingga transportasi ke laboratorium, dengan langkah penting pemeriksaan kesesuaian (conformity check).
  • Klasifikasi dan Blokir Digital: Patolog mengklasifikasikan hasil sensitif langsung di sistem lab. Hasil ini terintegrasi secara otomatis ke EMR, memicu mekanisme kontrol yang mencegah rilis langsung ke aplikasi digital pasien.
  • Sistem Peringatan Otomatis: Untuk hasil sensitif yang diblokir, sistem mengirimkan peringatan otomatis kepada: Dokter yang meresepkan; Sekretariat spesialis; dan Tim onkologi.
  • Eskalasi: Jika validasi hasil tidak selesai dalam jangka waktu yang ditentukan, peringatan akan dieskalasikan ke direktur klinis.

Dampak dan Hasil Positif

  • Peningkatan Keamanan: Tidak ada insiden komunikasi hasil sensitif yang tidak patuh kepada pasien dalam 6 bulan terakhir tahun 2024 dan awal 2025.
  • Peningkatan Efisiensi: Waktu rata-rata dari pemeriksaan hingga komunikasi hasil ke pasien berkurang drastis dari 42 hari menjadi 15 hari; dan Waktu rata-rata dari pemeriksaan hingga ketersediaan hasil secara digital untuk dokter berkurang dari 8 hari menjadi 5 hari.
  • Pengalaman Pasien: Penurunan keterlambatan rujukan pasien untuk konsultasi dan perawatan, terutama dalam kasus yang memerlukan eskalasi terapeutik.

Tantangan dan Langkah Selanjutnya

  • Tantangan: Resistensi terhadap perubahan alur kerja yang sudah mapan, perlunya pelatihan staf, dan penyesuaian sistem IT.
  • Tantangan Utama Saat Ini: Proses penjadwalan konsultasi masih perlu perbaikan. Hanya 9,6% dari hasil terintegrasi otomatis yang menghasilkan permintaan penjadwalan otomatis.
  • Proyeksi ke Depan: Model ini akan diperluas ke area diagnostik lain seperti radiologi dan akan meningkatkan pemantauan kasus onkologi untuk memastikan perawatan tepat waktu.

Proyek ini menunjukkan komitmen kuat terhadap peningkatan keselamatan pasien dan humanisasi layanan kesehatan.

 

3. Prof. Dr Ricardo Savaris: Diagnosis Kehamilan Ektopik dengan Machine Learning

Presentasi oleh Profesor Ricardo Savares dari Federal University of Rio Grande do Sul, Brasil, membahas penggunaan Machine Learning (ML) untuk meningkatkan diagnosis kehamilan ektopik—suatu kondisi kritis yang mengancam jiwa.

Tantangan Klinis: Kehamilan ektopik terjadi pada sekitar 2% dari semua kehamilan, tetapi angka ini bisa mencapai 16% di unit gawat darurat. Diagnosis tradisional menggunakan ultrasound dan kadar 1$\beta$-hCG.2 Seringkali, kasus diklasifikasikan sebagai Kehamilan dengan Lokasi Tidak Diketahui (Pregnancy of Unknown Location- PUL), yang memerlukan tes lanjutan dan kunjungan pasien setiap dua hari.

Solusi Machine Learning: Tim menggunakan dua metode Machine Learning untuk membangun algoritma diagnosis: 1. Jaringan Saraf (Neural Networks): Model yang lebih kompleks (menggunakan Keras dan Orange 3). 2. Naive Bayes: Algoritma yang lebih sederhana.

Data dan Proses: Dataset: 2.495 pasien dari klinik mereka, menggunakan patologi sebagai standar emas (gold standard); Fitur Input: Faktor risiko, gejala pasien, temuan ultrasound, dan kadar $\beta$-hCG; Pembagian Data: 80% untuk pelatihan (training) dan 20% untuk pengujian (test), menggunakan stratified sampling.

Kinerja dan Temuan Utama: Hasil kinerja model menunjukkan akurasi yang sangat tinggi, yaitu untuk Jaringan Saraf (Keras) 99,8%; Jaringan Saraf (Orange 3) 99,1%; dan Naive Bayes 99,0%. Tidak Ada Overfitting: Model menunjukkan kinerja yang sama baiknya pada data pelatihan maupun data pengujian, mengindikasikan bahwa model tersebut berfungsi dengan baik dan dapat direproduksi.

Dampak Klinis Masa Depan: Hasil yang menjanjikan ini membuka jalan untuk:

  • Mengembangkan antarmuka yang ramah pengguna dan alat pendukung keputusan (decision support) untuk diagnosis berdasarkan faktor risiko, gejala, dan hasil tes.
  • Melakukan validasi prospektif dalam studi klinis dunia nyata.
  • Melakukan pemantauan dan pembaruan model secara berkelanjutan.

Proyek ini menunjukkan potensi besar ML dalam memberikan diagnosis kehamilan ektopik yang cepat, akurat, dan dapat direproduksi.

 

4. Dr Gerald Sng: Peningkatan Kepatuhan Pedoman Klinis Menggunakan Large Language Model (LLM) untuk Peningkatan Kepatuhan Pedoman Klinis dalam Kasus Nodul Tiroid

Presentasi oleh Gerald dari Singapore General Hospital (SGH) membahas tantangan yang dihadapi dokter junior dalam menginterpretasikan dan menerapkan berbagai pedoman klinis untuk penyakit umum, pembicara menggunakan nodul tiroid sebagai studi kasus.

Masalah Klinis: Penyakit klinis sering kali memiliki banyak pedoman dari berbagai lembaga (ada tujuh pedoman untuk nodul tiroid). Disamping itu Dokter junior sering kesulitan memahami dan menerapkan pedoman ini secara konsisten, menghasilkan tingkat kepatuhan pedoman yang rendah dan variabilitas tinggi dalam praktik klinis.

Solusi yang Diusulkan: Tujuannya adalah menggunakan LLM untuk membantu klinisi junior mengakses informasi medis dan pedoman secara lebih baik.

  • Pendekatan Awal (Zero-shot/One-shot): Dianggap kurang fokus, mahal, dan tidak efektif untuk masalah ini.
  • Pendekatan Akhir (Task Decomposition): Solusi dibagi menjadi lima sub-tugas (mengevaluasi tes awal, faktor risiko keganasan, klasifikasi nodul, kebutuhan Fine Needle Aspiration (FNA), dan rekomendasi langkah selanjutnya). Setiap sub-tugas ditangani oleh modul LLM yang berbeda, memungkinkan pengujian yang lebih murah dan akurat untuk setiap bagian.
  • Teknik Kunci (RAG): Menggunakan Retriever Augmented Generation (RAG), di mana LLM hanya diizinkan mengambil atau mereferensikan informasi dari dokumen pedoman yang telah ditentukan(berbeda dengan Long Context Prompting).

Hasil dan Perbandingan

  • Kasus Uji: 60 ringkasan kasus berbasis teks. Akurasi dinilai berdasarkan kecocokan mutlak dengan rekomendasi ahli tiroid senior.
  • Variabilitas Manusia: Rata-rata dokter junior (penilai manusia) menunjukkan variabilitas yang sangat tinggi dalam rekomendasi mereka.
  • Konsistensi LLM: LLM menunjukkan konsistensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan penilai manusia.
  • Perbandingan RAG vs. LCP: RAG umumnya menunjukkan akurasi yang lebih baik daripada Long Context Prompting (LCP), sehingga RAG dipilih untuk pengembangan lebih lanjut.
  • Penilaian Keamanan/Kualitas: Output LLM dinilai tinggi oleh para ahli dalam hal keamanan, objektivitas, dan kemudahan pemahaman. Namun, skor untuk konsensus dengan pedoman agak rendah, menunjukkan adanya masalah dalam pedoman itu sendiri (pedoman dapat saling bertentangan).

Arah Masa Depan

  1. Integrasi Klinis: Mengintegrasikan solusi RAG berbasis LLM ini ke dalam alur kerja klinis SGH untuk nodul tiroid.
  2. Perluasan Cakupan: Menerapkan pendekatan yang sama untuk kondisi klinis lain (misalnya, pengujian Prostate-Specific Antigen (PSA), penjadwalan kolonoskopi).
  3. Aksesibilitas Tinggi: Mengembangkan alat LLM RAG yang dapat dijalankan pada terminal lokalpengguna (misalnya, di Excel menggunakan VBA), memungkinkan klinisi dari berbagai disiplin ilmu untuk menggunakan solusi ini secara mandiri.

Sebagai penutup, pembicara menekankan bahwa proyek ini bertujuan untuk meningkatkan perawatan pasien melalui peningkatan akses dan penerapan pedoman klinis yang efisien dan konsisten.

 

5. Dr Maame Yaa Yiadom: Penggunaan Model Prediktif untuk Skrining Serangan Jantung Dini

Presentasi oleh pembicara dari Stanford University ini membahas pengembangan dan evaluasi model prediktif yang dirancang untuk mempercepat deteksi dini serangan jantung di Unit Gawat Darurat (UGD) sambil memastikan kesetaraan (equity) di berbagai kelompok sosiodemografi.

ihf 20

Dr Maame Yaa Yiadom, MPH, MSCI, dari Stanford University, salah satu klinis yang memaparkan tentang clinical quality management dengan inovasi AI

Tantangan Klinis dan Model Dasar

  • Target Waktu: Pedoman internasional mengharuskan pasien dengan gejala serangan jantung menerima EKG dalam waktu 10 menit setelah kontak di UGD. Ini sulit dicapai.
  • Model Dasar Awal: Tim mengembangkan model sederhana yang menggunakan usia, jenis kelamin, dan keluhan utama saat pasien tiba untuk memprediksi pasien mana yang membutuhkan EKG dini. Model dasar ini lebih baik dari skrining manusia tetapi menunjukkan variabilitas kinerja di berbagai kelompok ras, etnis, dan bahasa.

Pendekatan Pemodelan (Model Sensitif Keragaman): Tim bertujuan untuk meningkatkan kinerja model, khususnya kesetaraan, dengan memasukkan karakteristik keragaman ke dalam model.

  • Model 1 (Model Dasar): Input: Usia, Jenis Kelamin, Keluhan Utama.
  • Model 2 (Model Sensitif Keragaman): Input: Sama dengan Model Dasar, ditambah Ras, Etnis, Bahasa, dan interaksi identitas di antara variabel-variabel tersebut.
  • Rasionalisasi: Memasukkan karakteristik keragaman diyakini dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi (unmet need) dan mengatasi kesenjangan akses, alih-alih diskriminasi.

Strategi Implementasi (Augmentasi Manusia): Model tidak dirancang untuk menggantikan manusia, melainkan untuk mendukungnya (augmentasi):

  • Manusia YA, Model YA: EKG dilakukan.
  • Manusia YA, Model TIDAK: Keputusan manusia diprioritaskan, EKG dilakukan.
  • Manusia TIDAK, Model YA: Model mengambil alih (automates an order), EKG dilakukan. (Ini adalah titik di mana model mengintervensi kekurangan deteksi manusia).
  • Manusia TIDAK, Model TIDAK: EKG tidak dilakukan.

Hasil Kinerja (Sensitivitas): Data yang digunakan berasal dari 5 tahun (sekitar 500.000 catatan) data UGD dewasa. Sensitivitas (tingkat penangkapan kasus) adalah metrik utama:

Pendekatan Skrining Sensitivitas
(Tingkat Penangkapan Kasus)
Manusia (Staf UGD) 73%
Model Dasar (Saja) 75%
Model Sensitif Keragaman (Saja) 82%
Augmentasi Manusia + Model Dasar 90%
Augmentasi Manusia + Model Sensitif Keragaman 91%

Variasi Kinerja Berdasarkan Subkelompok: Saat memecah hasil berdasarkan kelompok, ditemukan temuan penting:

  1. Model Dasar Memperburuk Deteksi: Meskipun Model Dasar secara keseluruhan lebih baik dari manusia, model ini memperburuk prediksi (sensitivitasnya di bawah tingkat manusia) untuk kelompok tertentu, termasuk pasien Kulit Hitam, Penduduk Asli Amerika/Kepulauan Pasifik/Hawaii, pasien Hispanik/Latin, dan pasien di bawah usia 50 tahun.
  2. Model Sensitif Keragaman Terbaik: Model Augmentasi Manusia + Model Sensitif Keragaman (91%) menunjukkan kinerja terbaik secara keseluruhan dan memiliki variasi kinerja paling kecil (garis paling datar) di berbagai kelompok sosiodemografi, meskipun masih ada kesenjangan residual.

Kesimpulan

  • Peningkatan Kualitas dan Kesetaraan: Kualitas diagnosis dan kesetaraan meningkat secara signifikan dengan menggunakan model Augmentasi Manusia yang Sensitif Keragaman.
  • Arah Masa Depan: Peningkatan lebih lanjut dapat dicapai dengan menyesuaikan tingkat risiko yang digunakan untuk memicu tes, dengan mempertimbangkan identitas interseksional (kombinasi dari semua karakteristik keragaman) untuk mencapai kinerja dan kesetaraan yang ideal, sekaligus mengurangi pengujian berlebihan (over-testing).

Pembaca yang ingin lebih membaca mendalam mengenai studi dari pembicara ini bisa membacanya di https://yiadom-hsrdcc.com

 

Closing Ceremony

Pada sesi penutupan ini Dr. Henry Gallardo, Presiden Terpilih IHF, dan Robert Mardini, Direktur Jenderal Rumah Sakit Universitas Jenewa (HUG), akan secara resmi menutup Kongres Rumah Sakit Dunia IHF ke-48.

Sesi ini adalah acara upacara penutupan kongres empat hari yang diadakan di Jenewa. Pembicara pertama, Profesor Clara Koss-Heifler (Direktur Medis di Triva University Hospitals), menyatakan rasa terima kasih atas cuaca cerah yang tidak biasa di bulan November dan menekankan bahwa hari-hari kongres dipenuhi dengan diskusi yang menginspirasi dan koneksi yang bermakna. Acara penutupan ini didedikasikan untuk merayakan ide-ide dan praktik baik yang telah dipelajari. Beberapa isi sesi penutupan adalah:

  1. Pemberian Penghargaan dan Pengakuan:
    • Ucapan Terima Kasih: Disampaikan kepada semua sponsor (Emas: Intuitive, Earth Emission International; Perak: Sunos Health, Wings; Lainnya: Helios, Deloitte, Plastic Heart Electron), mitra, dan peserta pameran atas komitmen mereka terhadap kesehatan global.
    • Pengumuman Pemenang Poster Terbaik: Profesor Manuela Eicher, Ketua Bersama Komite Ilmiah, mengumumkan enam pemenang Best Poster Award yang telah dipresentasikan sebelumnya.
    • People's Choice Award (Poster Favorit): Pemenang yang dipilih oleh peserta melalui aplikasi kongres diumumkan berdasarkan kategori (track), dengan banyak pemenang berasal dari rumah sakit di Arab Saudi (sebagai catatan penulis: terdapat “tim marketing” dari Arab Saudi yang berkeliling saat istirahat dan mendatangi satu persatu peserta dan meminta untuk memberi suara kepada poster-poster yang berasal dari Arab Saudi) dan satu dari Aljajair
      • Leadership Imperatives: Al-Aqlai General Hospital, Arab Saudi.
      • Living on Walls and Housing, Quality and Safety: Khoi Ya General Hospital, Arab Saudi.
      • Digital Transformation and AI in Care and Hospital Operations: Ministry of Health, Arab Saudi.
      • Human-Technical Experience: Public Hospital Center of Chargé-Mélénée-Lahaye-Gavroux, Aljajair
    • People's Favorite Innovation Award (Hub Inovasi): Lana Johnson (Dekan Program IHF) mengumumkan bahwa Daniela Gatos sebagai pemenang.
  1. Transisi Kepemimpinan IHF:
    • Sambutan Perpisahan Dr. Muna Abdulla Tahlak: Presiden International Hospital Federation (IHF) saat itu, Dr. Muna Tahlak, memberikan pidato perpisahan, berterima kasih kepada tuan rumah (Geneva University Hospital, FAJ, AID+), panitia, staf, dan keluarganya. Ia merasa terhormat menjadi wanita Arab pertama yang menjabat peran tersebut.

ihf 22

Sambutan Perpisahan Dr. Muna Abdulla Tahlak

    • Pengenalan Presiden Baru: Dr. Tahlak secara resmi menyerahkan jabatannya kepada Presiden IHF yang baru, Dr. Henry Gallardo, dari Kolombia (mewakili Asosiasi Rumah Sakit Kolombia).

ihf 23

Presiden IHF yang baru, Dr. Henry Gallardo, dari Kolombia

  1. Visi Presiden IHF yang Baru
    • Dr. Henry Gallardo (CEO Fundación Santa FQe Odar, Kolombia) menyampaikan penghormatan kepada Dr. Muna Tahlak.
    • Fokus Presiden: Ia akan berfokus pada implementasi strategi IHF 2016-2019, yang berpusat pada empat pilar, dengan penekanan khusus pada keberlanjutan (sustainability) dan pelayanan berketahanan karbon rendah (low-carbon and resident care), serta mendukung staf yang merawat pasien.
    • Penutup: Kongres berikutnya (Edisi ke-49 World Council Headquarters) akan diadakan di Seoul pada tahun 2026.

ihf 24

Serah Terima Tuan Rumah dari Hospital University Geneva ke Asosiasi RS Korea

 

Siap-siap, sampai ketemu di Korea 

ihf 25

 

Reportase Terkait:

Pengantar   Hari I   Hari II   Hari III   Renungan

Pembukaan

Dr Muna A. Tahlak, IHF President dan Robert Mardini, Director General of HUG

Dr. Muna Tahlak menggunakan keanekaragaman bahasa resmi Swiss (Jerman, Prancis, Italia, dan Romansh) sebagai contoh interaksi identitas yang mulus. Ia mengajak hadirin untuk mengambil inspirasi dari hal ini: kepemimpinan layanan kesehatan menjadi lebih kuat ketika kita mau mendengarkan lintas bahasa, disiplin ilmu, dan dunia.

Pembicara pada sesi pembukaan ini selain mengucapkan selamat datang, juga menyampaikan beberapa point penting, yaitu:

  • Tujuan Acara: Inti dari WHC IHF adalah memperkuat kembali komitmen untuk menyatukan komunitas profesional dari seluruh dunia guna berbagi ide, mendorong inovasi, dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan untuk semua komunitas.
  • Sejarah IHF: Acara ini menandai edisi ke-48 Kongres Rumah Sakit Dunia. IHF telah berkumpul sejak tahun 1929, dan akan merayakan ulang tahun ke-100 pada tahun 2029.
  • Lokasi: Merupakan kehormatan untuk berkumpul di Jenewa, kampung halaman IHF, Pusat Geneva Sustainability Center, dan pusat global kebijakan kesehatan. Ini adalah pertama kalinya Kongres Dunia IHF diadakan di Jenewa (dan ketiga kalinya di Swiss).
  • Fokus Kepemimpinan: Kepemimpinan layanan kesehatan kontemporer harus berfokus pada membangun hubungan, mendengarkan, belajar, dan bekerja sama untuk meningkatkan pelayanan.
  • Motivasi Utama: Organisasi dan pencapaian selalu dimotivasi oleh pasien dan ditentukan oleh healthcare workers.
  • Ajakan Bertindak: Para hadirin didorong untuk memanfaatkan program konferensi secara maksimal, bertanya, berbagi cerita, dan membentuk kemitraan baru.

Dr. Mardini, sebagai perwakilan dari Rumah Sakit Universitas Jenewa (HUG) yang menjadi tuan rumah, menyampaikan kehormatan dan menyambut para tamu terhormat, termasuk Dewan Universitas, Wakil Presiden Kota Jenewa, Presiden IHF, para Menteri Kesehatan, dan para kolega, ke Kongres Rumah Sakit Dunia ke-48 yang diselenggarakan oleh International Hospital Federation (IHF). Point utama pembicaraannya adalah:

  • Peran Rumah Sakit Universitas Jenewa (HUG): Sebagai rumah sakit universitas, HUG beroperasi di persimpangan pengetahuan global dan layanan global. Mereka bekerja sama dengan WHO, ICRC, dan mitra akademik di seluruh dunia, sambil tetap berpegang teguh pada misi mereka untuk memberikan perawatan terbaik, membangun penelitian, kesehatan digital, dan pendidikan.
  • Fokus Utama: Kesejahteraan Pasien: Pembicara menekankan bahwa setiap diskusi, inovasi, dan kemitraan harus melayani satu tujuan tunggal: kesejahteraan pasien. HUG mendorong pendekatan di mana perawatan diciptakan bersama (co-created) dengan pasien, dan mengundang peserta untuk berinteraksi dengan perwakilan pasien.
  • Tantangan dan Peluang Global: Komunitas layanan kesehatan menghadapi realitas bersama, termasuk populasi yang menua, kekurangan tenaga kesehatan profesional global, dan kekuatan transformatif Kecerdasan Buatan (AI). Selain itu, Generasi Z menantang para pemimpin kesehatan untuk mendefinisikan kembali kepemimpinan dan keterlibatan. Kongres ini diharapkan menjadi tempat di mana tantangan-tantangan ini diubah menjadi peluang untuk solusi yang berani.
  • Komitmen pada Keberlanjutan: Pembicara menyoroti bahwa di HUG, keberlanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi) adalah nilai inti, bukan hanya slogan. HUG bangga menjadi rumah sakit pertama di Eropa yang menerima Sertifikasi International Healthcare Certification dan berupaya mengurangi jejak karbonnya serta mempromosikan model perawatan yang berkelanjutan. Pusat Keberlanjutan IHF (IHF Sustainability Center) di Jenewa juga berupaya melipatgandakan upaya ini di seluruh komunitas.
  • Ajakan Penutup: Pembicara berharap kongres ini menjadi ruang untuk refleksi, tantangan, dan inspirasi. Ia mengajak semua orang untuk bertukar pengetahuan, menjalin kemitraan, dan kembali ke negara masing-masing dengan ide-ide yang siap diterjemahkan menjadi tindakan global. Sebagai simbol perayaan bersama, gedung HUG akan diterangi dengan warna IHF.

ihf 2

Suasana WHC-IHF, Geneva 2025

Keynote Address:
Tata Kelola (Governance) di Dunia yang Berubah

Prof. Dr Didier Cossin, Chaired Professor of Governance and Finance at IMD, Switzerland

Pembicara memulai dengan menyoroti bahwa kita hidup di dunia yang bertransformasi dengan meningkatnya konflik (geopolitik, teknologi, generasi, dan siber). Dalam konteks ini, tata kelola/governance, sebua seni pengambilan keputusan di tingkat atas organisasi, menjadi sulit karena perdebatan dan perbedaan pendapat. Poin-Poin Utama pembicaraan adalah:

  • Akselerasi Seleksi Alam: Data menunjukkan bahwa banyak perusahaan saat ini "mati" lebih cepat (rata-rata tutup dalam usia remaja), menandakan percepatan seleksi alam.
  • Tantangan Tata Kelola: Tata kelola secara umum menghadapi tantangan. Banyak dewan direksi tidak sepenuhnya memahami dampak perubahan berbagai teknologi seperti AI dan keamanan siber.
  • Empat Pilar Tata Kelola yang Baik: Orang yang Tepat: Tidak hanya kualitas, tetapi juga keragaman; Informasi: Memperoleh informasi yang benar, termasuk informasi eksternal; Proses: Berbagai proses yang jelas (risiko, waktu, evaluasi dewan, dll.); dan Dinamika Kelompok & Struktur: Memastikan adanya keamanan psikologis dan kemauan untuk menantang ide.
  • Pergeseran Model Tata Kelola: Dunia saat ini sedang bergerak dari tata kelola berbasis aturan (rules-based governance), yang menekankan perbedaan pendapat konstruktif, menuju potensi tata kelola berbasis kekaguman (adored-based governance), di mana individu yang dominan dan inspiratif mengambil kendali, sering juga disebut sebgai Forceful-based governance.
  • Perbandingan Dua Model: Berbasis Kekaguman/Kekuasaan (Adored-based/Forceful) memberi keuntungan penyelarasan lebih besar, transformasi lebih cepat, dapat mengatasi topik sulit dengan cepat, memprioritaskan eksekusi daripada debat; Berbasis Aturan/Dialektik (Rules-based/Dialectic) memberi keuntungan keamanan psikologis, musyawarah yang lebih besar, pendidikan pemangku kepentingan yang lebih luas. Risiko: Kurang tegas, proses pengambilan keputusan lebih lambat, kurang gesit secara politik.
  • Kesimpulan: Dewan direksi yang cerdas harus memilih model tata kelola yang tepat dan mampu mengadaptasinya sesuai dengan keputusan dan konteks yang dihadapi. Dalam dunia yang terus berubah dan penuh tantangan, penting untuk memilih antara proses yang kuat (forceful) atau proses dialektik (challenge to each other) untuk mencapai keputusan yang benar.

Sesi Pleno:
Envisioning 2050, The Intersection of AI and Healthcare

Sesi pleno pembukaan ini, dipimpin oleh Sarah Siegel (Deloitte), berfokus pada membayangkan perubahan total yang akan dibawa oleh Kecerdasan Buatan (AI) ke perawatan kesehatan, pengalaman pasien, pengalaman klinisi, dan hasil (outcomes) pada tahun 2050.

Panelis yang hadir meliputi: Christina Freese Decker (President & CEO, Corwell Health): Perspektif manajemen rumah sakit terintegrasi; Dr. Manuel Liferi (University Hospital Basel): Perspektif AI di rumah sakit dan pengembangan; danDr. Sugiyama Kim (Yongsan University College of Medicine): Perspektif klinis dan akademis.

Dikusi awal sebelum presentasi masing-masing pembicara dibuka dengan video berjudul: Visi Masa Depan AI dalam Perawatan Kesehatan. Video menyoroti tiga pergeseran transformatif yang diantisipasi dengan adopsi AI di sektor kesehatan:

  1. Rumah Sakit Bertenaga AI (AI-powered hospitals): Data pasien akan terintegrasi secara real-time, memungkinkan dokter membuat keputusan yang lebih tepat, personal, dan didukung bukti, menyederhanakan diagnostik, perencanaan perawatan, dan alokasi sumber daya.
  2. Perawatan Kesehatan Menjadi Prediktif dan Preventif: Fokus beralih dari pengobatan reaktif (sick care) ke perawatan proaktif (well care). Teknologi pintar akan membantu membentuk perilaku sehat, menganalisis risiko, dan menghubungkan pasien dengan protokol perawatan yang tepat.
  3. Perawatan Jarak Jauh Menjadi Norma (Remote care becomes the norm): Diagnostik virtual dan berbagi data dari rumah akan menjadi kunci. Hal ini membuat perawatan jarak jauh lebih efektif dan responsif, membebaskan kapasitas tatap muka untuk kasus kompleks.

Reaksi para Panelis dari Video tersebut:

  • Christina Freese Decker: Menggarisbawahi pentingnya interoperabilitas data yang tidak hanya terintegrasi tetapi juga berguna untuk pendekatan prediktif. Menekankan perlunya fokus pada etika, data, dan infrastruktur sebelum solusi AI diterapkan secara luas.
  • Dr. Manuel Dieterle: Melihat potensi besar, tetapi menyoroti tantangan untuk mengintegrasikan komponen AI individual menjadi gambaran holistik yang koheren. Penting untuk menemukan keseimbangan antara kualitas dan kecepatan, memastikan AI memperlambat proses pada momen penting dan mempercepat di bagian yang kurang krusial.
  • Dr Soo-Jeong Kim: Memiliki sudut pandang berbeda, mengingatkan bahwa AI bukanlah "jin dalam botol" yang dapat menyelesaikan segalanya. Menekankan perlunya literasi digital antar generasi harus dijembatani sebagai prasyarat penting sebelum mengadopsi AI.

Presentasi Christina Freese Decker:
Pendekatan Strategis Corwell Health:

Christina Freese Decker membagikan studi kasus dan pendekatan strategis Corwell Health terhadap AI, berfokus pada pengurangan burnout dokter dan meningkatkan akses pasien.

  1. Studi Kasus Utama: “Penyelamat Pernikahan”: Corwell Health menerapkan alat mendengarkan (ambient listening tool) yang didukung AI selama percakapan pasien-dokter (dengan persetujuan). Alat ini menghasilkan catatan yang mudah dipahami secara real-time untuk ditinjau oleh dokter. Hal ini member dampak Dokter dapat melihat pasien eye-to-eye, meningkatkan kepuasan pasien, meningkatkan jumlah janji temu per minggu, dan mengurangi waktu kerja tambahan dokter sebesar 1,6 jam per hari, memungkinkan mereka menghabiskan waktu di rumah (disebut juga sebagai "penyelamat pernikahan "), dan kepuasan klinisi meningkat hingga 85%.
  2. Pendekatan AI Corwell Health: Pendekatan mereka dipandu oleh pertanyaan: "Masalah apa yang ingin Anda selesaikan?" yang harus selaras dengan misi, visi, dan nilai organisasi (Kesehatan, Kemanusiaan, Harapan). Pendekatan ini memiliki tiga pilar:
    • Tata Kelola (Governance): Memutuskan sikap adopsi (mereka memilih menjadi fast drafters—pengadopsi cepat, bukan yang terdepan). Memiliki Dewan AI yang beragam (klinisi, operasional, risiko, etika) untuk memastikan perdebatan dan pengambilan keputusan yang tepat.
    • Pondasi (Foundation): Strategi Data Terintegrasi (tidak ada sistem silo, equity-first). Memampukan tim dengan fokus AI, serta pendidikan, upskilling, dan reskilling karyawan tentang cara berpikir dan menggunakan AI.
    • Solusi (Solutions): Memprioritaskan isu yang terhubung dengan strategi. Mereka mengkategorikan penerapan AI menjadi tiga bagian: AI sebagai Fitur (50%): Mengandalkan platform pihak ketiga (misalnya Epic) yang dapat mengembangkan AI lebih cepat, seperti ringkasan rekam medis satu halaman; Produk AI Mandiri (30%): Produk stand-alone seperti alat mendengarkan untuk percakapan dokter-pasien. Mereka memperluasnya ke keperawatan, di mana AI mengubah interaksi perawat di ruang gawat darurat menjadi data flow-sheet terstruktur; AI sebagai Pabrik (Factory, 10-20%): Menciptakan solusi sendiri ketika produk tidak tersedia, seperti bot untuk memproses faks (faxes) guna membebaskan waktu staf

Kesimpulan Christina: AI akan mengaugmentasi pekerjaan, memungkinkan manusia memberikan perawatan yang paling penuh kasih dan humanis, efisien, dan inovatif.

Presentasi Dr. Manuel Liferi:
Menggunakan AI untuk Mengatasi Beban Data dan Mengembalikan Fokus ke Pasien

Pembicara menyoroti kenyataan bahwa meskipun tujuan klinisi adalah merawat pasien, rata-rata dokter menghabiskan lebih dari 10 jam sehari di depan komputer, dan lebih dari separuh waktu tersebut dihabiskan untuk mencari dan mendokumentasikan informasi di berbagai sistem (mencapai 200+ sistem).

Tantangan yang Semakin Meningkat: Beban kerja non-pasien terus bertambah; Masyarakat menua dan memiliki komorbiditas yang lebih kompleks, membutuhkan lebih banyak tes; Peningkatan prosedur diagnostik yang fantastis menghasilkan lonjakan jumlah data.

Tujuan utama penggunaan AI adalah menggunakan teknologi tersebut untuk mengembalikan fokus dan perawatan kepada pasien, beralih dari otomatisasi ke perawatan yang benar-benar personal untuk setiap individu.

Rumah Sakit menggunakan pendekatan terintegrasi dan berfokus pada keahlian, yang dimulai dari departemen radiologi untuk segmentasi struktur anatomi dan dukungan keputusan. Dengan munculnya model AI generatif (seperti Large Language Models/LLMs), AI kini dibutuhkan di hampir setiap departemen.

Sebuah area penelitian baru adalah AI Multi-Modal yang bertujuan menggabungkan semua jenis data (teks, gambar, dll.) untuk memberikan pandangan holistik tentang isu kesehatan pasien.

Solusi Praktis adalah dengan mengembangkan sistem AI untuk “Menghilangkan Gesekan Kerja”. Institusi tersebut mengembangkan apa yang mereka sebut sebagai Sistem AI untuk menghilangkan gesekan kerja (remove friction) sejak awal proses.

Contoh Kasus Urologi (Kanker Prostat): Pengambilan Data Otomatis: Sistem secara otomatis menarik semua data yang relevan dari berbagai sistem ke dalam satu tampilan terpadu; Pencarian Informasi Lanjutan yang terdiri dari Pencarian String Literal: Mencari variabel tertentu dalam catatan, Pencarian Semantik (Menggunakan LLMs): Dokter dapat mengajukan pertanyaan, dan LLM akan memindai data untuk memberikan catatan atau ringkasan terbaru, dan Pembuatan Laporan Otomatis: Jika seorang dokter perlu membahas kasus pasien (misalnya, di tumor board) dan perlu membuat tinjauan lengkap, alat tersebut dapat membuat draf laporan otomatis secara instan.

Solusi ini berlaku untuk hampir semua departemen karena masalah inti selalu sama: menemukan, mencari, dan merangkum informasi. Ini dapat digunakan untuk: Laporan pasien rawat inap yang biasanya ditulis tangan (seperti laporan keluar/discharge report); Laporan multidisiplin, dan Laporan keperawatan.

Intinya adalah mengalihkan fokus klinisi dari tugas administrasi yang memakan waktu kembali ke perawatan dan investigasi masalah pasien yang sebenarnya.

Presentasi Dr Soo-Jeong Kim:
Penerapan Praktis Teknologi AI di Rumah Sakit

Dr Kim berasal dari RS Yongin Severance di dekat Seoul, berbagi pengalaman mereka dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi Kecerdasan Buatan (AI). Rumah sakit tersebut memiliki sekitar 70 dokter dan 1.400 pekerja, dan telah mengadopsi solusi AI sejak awal berdirinya enam tahun lalu, terutama karena kebutuhan untuk bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19.

ihf 3

Presentasi dari Dr Soo-Jeong Kim, RS Yongin Severan Korea Selatan

Saat ini, rumah sakit tersebut berfokus pada pengumpulan, rekonstruksi, dan evaluasi data latar belakang (background data) yang dihasilkan dari solusi AI untuk menciptakan nilai baru.

Solusi AI dikategorikan menjadi tiga bidang utama:

  1. Diagnosis Klinis (Clinical Diagnosis)
    • Menggunakan berbagai solusi AI praktis, seperti dalam patologi.
    • Contoh: Sistem dapat menyortir pasien berdasarkan diagnosis yang dihitung oleh AI. AI dapat menganalisis hasil rontgen dada rutin dan segera menginformasikan status pasien kepada dokter, terutama dalam praktik data kritis.
  2. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
    • Tujuan utama adalah mengurangi beban kerja dan memberikan lebih banyak waktu kepada staf untuk fokus pada pasien.
    • Menggunakan sistem CDSS (Clinical Decision Support System) berbasis AI untuk mendeteksi syok septik dan henti jantung pada pasien di bangsal umum.
    • Hasil: Implementasi AI dalam keselamatan pasien telah berhasil mengurangi angka kematian sekitar 10%, pencapaian yang sangat sulit dicapai.
  3. Efisiensi Kerja (Working Efficiency)
    • Pengurangan Waktu Dokumentasi: Menggunakan AI untuk meringkas data pasien dari EMR (Electronic Medical Record) untuk catatan konsultasi dan penanganan darurat. Hal ini berhasil mengurangi waktu yang dihabiskan untuk penulisan catatan presentasi hingga separuh dan menggandakan tingkat penyelesaian (completion rate).
    • Otomasi Operasional: Menggunakan otomasi AI untuk memprediksi dan menganalisis layanan pasien dan kepuasan pelanggan.
    • Logistik dan Administrasi: Menggunakan AI untuk pencarian dan analisis pelanggan berbasis suara, serta untuk proses administrasi seperti kios dan pemrosesan ARN.

Visi Masa Depan:

Rumah sakit tersebut bertujuan untuk menciptakan langkah penilaian mandiri (self-assessing measure) untuk menentukan posisi, tujuan, dan arah mereka dalam inovasi digital. Meskipun memiliki 12 inisiatif pengembangan, AI tetap menjadi prioritas utama, diikuti oleh pentingnya literasi digital dan berbagi nilai berdasarkan keterampilan.

Redefining hospital Leadership Around the Patient

Speaker(s): Prof. Idris Guessous, Prof. Manuela Eicher, Dr Heitham Hassoun, Mr Robert Mardini, Prof. Dr Mrs Klara Posfay-Barbe

Diskusi panel ini berfokus pada pentingnya kepemimpinan berpusat pada pasien (patient-centered leadership) dan keterlibatan mereka: Membangun Budaya Kemitraan Pasien di Perawatan Kesehatan.

Diskusi ini berpusat pada bagaimana para pemimpin rumah sakit dapat menciptakan budaya di mana pasien dan keluarga menjadi inti dari pengambilan keputusan dan operasional, menanggapi kebutuhan komunitas klinisi dan pasien yang terus berkembang.

Pembicara dari sebuah institusi di Geneva menekankan bahwa keterlibatan pasien adalah misi inti yang membentuk kepemimpinan dalam pelatihan, penelitian, dan keputusan. Hal ini sangat penting mengingat pasien dan keluarga memiliki pengalaman nyata yang harus diakui oleh para pemimpin.

Kunci Menciptakan Budaya Berpusat pada Pasien

  • Menghubungkan Kepemimpinan dengan Komunitas: Rumah sakit mencerminkan komunitasnya. Para pemimpin harus secara aktif menciptakan lingkungan untuk terhubung dengan orang-orang di komunitas tersebut.
  • Intensionalitas Melalui Program Penasihat: Contoh yang diberikan adalah Program Penasihat Pasien dan Keluarga (Patient and Family Advisory Program) yang berfungsi seperti komite eksekutif rumah sakit, di mana pasien duduk bersama para eksekutif dan direktur untuk memengaruhi keputusan operasional rumah sakit. Keterlibatan ini menghasilkan perubahan berarti yang mungkin tidak terpikirkan oleh staf internal.
  • Integrasi di Semua Tingkat: Kemitraan pasien harus diintegrasikan dalam semua proyek (klinis, penelitian, pengajaran) dari tingkat institusi hingga lokal.

Keterlibatan dalam Penelitian dan Pengajaran

Keterlibatan pasien semakin didorong dalam penelitian (sebagai mitra dan partisipan aktif) dan pengajaran. Hal ini memastikan bahwa proyek tidak hanya mengajukan pertanyaan yang tepat secara formal, tetapi juga menghasilkan hasil yang relevan.

Pentingnya Rekan Kerja Garis Depan (Frontline Workers)

Menanggapi pertanyaan audiens, disoroti bahwa keterlibatan pasien harus berjalan beriringan dengan keterlibatan pekerja garis depan (perawat, dll.). Organisasi harus memastikan bahwa setiap orang di rumah sakit merasa memiliki suara, didengar, dan bahwa ide-ide mereka dihargai. Institusi perlu memiliki mekanisme pendanaan untuk mempromosikan inovasi yang diusulkan oleh staf di berbagai tingkatan.

Transformasi Budaya dan Co-Creation

  • Pentingnya Co-Design: Program penasihat pasien harus berkembang ke tingkat co-design, co-engineering, dan co-creation (penciptaan bersama), di mana pasien dilibatkan sejak awal desain proses, bukan hanya sebagai pemikiran belakangan.
  • Insentif bagi Mitra Pasien: Bagi mitra pasien, insentifnya adalah memiliki suara, kemampuan untuk membentuk budaya perawatan kesehatan, dan menggunakan pengalaman mereka (terkadang sulit) untuk membangun sesuatu yang lebih kuat, menjembatani visi manajemen makro dan pengalaman mikro.

AI dan Inovasi Digital

Para panelis mengakui bahwa inovasi digital dan AI adalah keharusan mutlak di masa kini. Namun, penting untuk menggunakan AI secara bertanggung jawab dan memastikan alat digital, seperti sistem real-time feedback, membantu menciptakan kesinambungan perawatan dan mengembalikan perawat ke misi utama mereka: merawat pasien.

Seamless Transitions:
Alternative Outpatient Environments for Hospital and High Acuity Care

Sesi ini dimoderatori oleh Dr Jacek Deptula, dengan 3 pembicara: H.E Mishal Julfar (Ambulans dubai, ROCS), Dr Michael Maniaci (Mayo USA, Professor of Medicine), dan Prof. Shin Ushiro (Kyushu University)

Masing-masing memberikan presentasi yang berbeda namun dengan kesinambungan yang sama, yaitu berfokus pada inovasi dalam perawatan pra-rumah sakit (pre-hospital care), program rumah sakit di rumah (hospital-at-home), dan perawatan terintegrasi untuk lansia.

ihf 4

Para pembicara sesi pleno: Seamless Transitions: Alternative Outpatient Environments for Hospital and High Acuity Care

1. Layanan Ambulans Dubai (Dubai Corporation for Ambulance Services)

Mishal Julfar memberikan presentasi terntang Organisasi Ambulans di Dubai yang telah bertransformasi dari layanan ambulans BLS (Basic Life Support) pada 20 tahun lalu menjadi entitas yang lebih dari sekadar ambulans ("ambulance and more").

  • Peran yang Diperluas: Bertindak sebagai operator, enabler, dan regulator sektor pra-rumah sakit swasta.
  • Fokus Proaktif: Melakukan layanan pengukuran proaktif, seperti kesadaran komunitas (community awareness).
  • Integrasi: Membangun kemitraan yang signifikan dengan lebih dari 35 rumah sakit swasta untuk pertukaran data terintegrasi.
  • Peningkatan Keahlian: Meningkatkan level praktisi EMT dari satu menjadi enam tingkatan yang berbeda.
  • Pencapaian: Mencapai waktu respons rata-rata strategis 6,59 menit. Kasus Return of Spontaneous Circulation (ROS) di layanan ambulans menunjukkan peningkatan.
  • Tele-EMS: Mengimplementasikan Tele-EMS (Tele-Emergency Medical Services) di mana dokter darurat tertanam dalam organisasi untuk memberikan otoritas dan yurisdiksi lebih kepada paramedis di lapangan.

2. Advanced Care at Home (Mayo Clinic)

Dr. Michael Magnacci mempresentasikan model Advanced Care at Home (ACAH), yang mentransformasi konsep Hospital at Home dengan pendekatan virtual-hybrid untuk mengatasi keterbatasan sumber daya berbiaya tinggi (dokter dan perawat).

  • Model Hybrid: Menggunakan Command Center virtual (staf medis: dokter, perawat, apoteker) yang secara digital memantau dan mengelola ribuan pasien di berbagai lokasi di seluruh AS, tanpa pasien berada di sana.
  • Layanan di Rumah: Ketika diperlukan intervensi fisik, perawat, paramedis, atau penyedia layanan praktik lanjutan dikirim ke rumah pasien di bawah pengawasan Command Center. Model ini dapat diperluas(scalable).
  • Inovasi Teknologi:
    • Perangkat Biometrik: Meletakkan teknologi (seperti tablet, pulse oximeter) di rumah.
    • Point-of-Care Labs: Melakukan tes lab (misalnya hemoglobin, kalium) di samping tempat tidur pasien dalam hitungan menit.
    • Medication Delivery: Menggunakan perangkat seperti MediCube untuk pengiriman obat yang dikendalikan dari Command Center.
    • Perangkat Wearable dan Digital: Menggunakan stetoskop digital, USG point-of-care, dan potensi drone untuk pengiriman pasokan.
  • Hasil Studi: Uji coba terkontrol acak (Randomized Trial) menunjukkan bahwa perawatan melalui model virtual-hybrid di rumah sama amannya (as safe) dan memiliki pengalaman pasien yang jauh lebih baikdaripada perawatan di rumah sakit bata-dan-mortir (brick-and-mortar hospital), dengan hasil yang setara atau lebih baik terkait readmissions dan mortality.

3. Perawatan Terpadu untuk Lansia (Kyushu University Hospital, Jepang)

Profesor Ishii Ushiro membahas kebijakan pemerintah Jepang dalam menyediakan perawatan terintegrasi untuk masyarakat yang sangat menua (super-aging society).

  • Kebutuhan Integrasi: Karena populasi lansia (85 tahun ke atas) yang terus bertambah, mereka membutuhkan layanan medis, keperawatan, dan kesejahteraan yang dulunya disampaikan secara terpisah (in a siloed manner).
  • Peran Penting Home Care: Pemerintah menyoroti perawatan di rumah sebagai kunci dan menetapkan empat peran vital untuknya:
    1. Konsultasi dan bantuan keluar dari rumah sakit (discharge consultation).
    2. Perawatan harian berkualitas tinggi.
    3. Perawatan akhir hayat (end-of-life care).
    4. Perawatan akut untuk lansia (mengatasi kekhawatiran mereka agar tidak perlu dirawat di rumah sakit).
  • Insentif Reimbursement: Pemerintah memberikan penggantian biaya (reimbursement) melalui sistem asuransi keperawatan untuk dokter home care yang melakukan komunikasi dan berbagi data eratdengan staf rumah sakit, mendorong integrasi.
  • Digitalisasi Data: Upaya sedang dilakukan untuk mengintegrasikan semua jenis data terkait kesehatan (resep, gawat darurat, keperawatan, kesejahteraan) ke dalam satu platform data besar untuk mencapai berbagi data tanpa hambatan (seamless data sharing), meningkatkan layanan publik, dan mendukung R&D.
  • Sistem Resep Elektronik: Membangun server pusat bagi pasien, dokter, dan apoteker untuk mengakses riwayat resep, mengurangi kesalahan, duplikasi, dan reaksi alergi.

Data-driven Leadership: Advancing Quality and Safety

Sesi ini dipandu oleh Dr Robin Clark, menyajikan 4 pembicara, dua presentasi diantaranya adalah:

Presentasi Mr Atif Albraiki:
Perjalanan Data Dubai Health, dari Digitalisasi ke Keputusan Berbasis Data

Pembicara adalh Chief Digital and AI Officer Dubai Health (sistem kesehatan publik yang melayani 4 juta penduduk melalui 6 rumah sakit dan 26 pusat rawat jalan, dibiayai oleh Publik), menjelaskan bagaimana organisasi mereka bertransformasi menjadi institusi yang didorong oleh data.

  1. Latar Belakang Digitalisasi: Selama 15 tahun terakhir, Dubai Health melalui proses digitalisasi yang masif:
    • Digitalisasi Teknologi Perusahaan & Sistem Informasi Data.
    • Transisi Keuangan: Perubahan pendanaan konsisten dengan adanya asuransi wajib.
    • Penerapan Electronic Medical Records (EMR) di semua fasilitas publik.
    • Menghubungkan sektor swasta ke Health Information Exchange, menghasilkan volume data yang sangat besar.

      Hal ini meningkatkan tekanan untuk mengambil keputusan yang lebih baik dari data yang ada, mengingat keragaman interpretasi (misalnya, definisi sederhana seperti 'kunjungan' dapat bervariasi).

  2. Strategi Data sebagai Program Inti: Data diidentifikasi sebagai salah satu dari enam program strategis lima tahun utama organisasi. Tujuan strategis digital mereka adalah menjadi organisasi yang terinformasi data (data-informed organisation) untuk pengambilan keputusan dan menggunakan data untuk penemuan serta penelitian.
  3. Fase Awal: Tata Kelola Data (2024–2025): Fokus utama dimulai dengan membangun kembali dan menetapkan organisasi Tata Kelola Data (Data Governance) yang baru:
    • Penilaian Komprehensif: Melakukan penilaian penggunaan data dan proses pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi area yang perlu diubah.
    • Pergeseran Pola Pikir: Mengalihkan kepemilikan data dari tim TI menjadi pemangku kepentingan bisnis (klinis dan operasional).
    • Kerangka Tata Kelola: Mendefinisikan peran seperti Chief Clinical Officer dan Data Stewards di berbagai departemen.
    • Model Hub and Spoke: Membentuk tim inti (hub team) untuk memimpin tata kelola, didukung oleh tim di berbagai misi organisasi (spokes).

      Pilot Tata Kelola (2025):
    • Fokus Awal: Mempilotkan model tata kelola pada sub-domain spesifik, seperti standarisasi definisi KPI dan pemanfaatan 65 model data yang ada dalam sistem EMR (Epic).
    • Standarisasi KPI: Menstandarisasi KPI Tingkat 1 utama untuk dipantau secara efisien di seluruh organisasi.

  4. Rencana ke Depan (Tahun Depan): Langkah besar berikutnya untuk Dubai Health meliputi:
    • Platform Analisis Data Lanjutan: Mengimplementasikan platform untuk mengintegrasikan data dari berbagai sistem, memantau 200 KPI, dan mulai membangun model prediktif internal (selain yang sudah dibeli).
    • Manajemen Perubahan Besar: Mengintegrasikan penuh model tata kelola, menetapkan pemilik data, dan mendorong perubahan pola pikir di kalangan pemangku kepentingan bisnis.
    • Membangun Lingkungan Penelitian Tepercaya: Menciptakan lingkungan di mana data dapat dide-identifikasi dan tersedia untuk penggunaan sekunder (penelitian) secara aman.

Perjalanan data mereka dimulai dengan tata kelola pada tahun 2024, dipilotkan pada tahun 2025, dan akan fokus pada implementasi platform dan budaya data yang lebih luas pada tahun berikutnya.

Presentasi Dr Thilo Grüning:
Mengatasi "Masalah Gunung Es" dalam Pengukuran Kualitas Layanan Kesehatan

Pembicara mengkritik program pengukuran kualitas layanan kesehatan di Jerman yang, meskipun merupakan salah satu yang terbesar di dunia (mencakup 3,7 juta pasien dari 1.500 institusi setiap tahun), namun sebagian besar tidak efektif dalam menangani penyedia layanan yang berkinerja buruk (underperforming healthcare providers).

ihf 5

Masalah Program Saat Ini terdiri dari: Fokus Terlalu Sempit: Program saat ini terlalu fokus pada indikator kualitas tunggal yang berada di luar batas (out-of-range quality indicators); Pola Tidak Konsisten: Rumah sakit yang berkinerja buruk menunjukkan pola hasil yang tidak konsisten dan tidak beraturan selama bertahun-tahun. Perbaikan sementara pada satu indikator gagal memperbaiki kualitas sistem secara keseluruhan; Mengabaikan Struktur: Pendekatan ini hanya menyentuh "ujung gunung es" (the tip of the iceberg)dan melewatkan kesempatan untuk menganalisis serta memperbaiki struktur dan sistem penyediaan layanan yang mendasarinya.

Pembicara mengusulkan pergeseran paradigma untuk mengalihkan fokus dari aspek kualitas tunggal ke struktur yang mendasari pluralitas masalah (mirip dengan proses akreditasi atau analisis akar penyebab). Perubahan ini terinspirasi dari observasi bahwa bagian-bagian sistem—seperti berbagai aspek kualitas sepanjang jalur pasien—saling terkait dan bergantung (closely interconnected and interdependent).

Usulan kedua adalah mengusulkan tugas utama dari proses akreditasi yang perlu direvisi, dimana bertujuan untuk menjadikan program tersebut lebih efektif dengan dua tugas inti: Membedakan Defisit: Membedakan antara indikasi kualitas yang dihitung secara statistik dan defisit kualitas nyata yang dikonfirmasi oleh pakar sebaya (peer experts); Analisis Menyeluruh (Holistik): Melakukan analisis akar penyebab lintas bidang (in-density cross-analysis) untuk mencari kekurangan kualitas mendasar dalam sistem penyediaan layanan (pendekatan holistik/sistem).

Dengan dua usulan tersebut, perbaikan kualitas akan dicapai melalui: Tindakan jangka pendek dan jangka panjang, Konsekuensi yang dapat ditegakkan, Peningkatan sistem manajemen kualitas (QM System), Memastikan transparansi penuh di setiap langkah proses pelaporan. Tujuan akhirnya adalah mengintegrasikan pendekatan sistem ini ke dalam program kualitas layanan kesehatan sehari-hari.

Reportase Terkait:

Pengantar   Hari I   Hari II   Hari III   Renungan