Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

High-Alert Medication atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang secara signifikan berisiko membahayakan pasien bila digunakan dengan salah atau pengelolaan yang kurang tepat. Di Indonesia, pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan rumah sakit untuk mengembangakan kebijakan pengelolan obat untuk meningkatkan keamanan khususnya obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications). Obat ini sering menyababkan kesalahan serius (sentinel event) dan dapat menyababkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD). Berdasarkan study yang dilakukan oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP) di US, obat yang paling sering menyebabkan ROTD dan sentinel event adalah insulin, opium dan narkotik, injeksi potassium chloride (phospate) concentrate, intravenous anticoagulants (hepari) dan sodium chloride solution lebih besar dari 0,9%.

Berikut adalah ketagori dan spesifikasi obat yang termasuk ke dalam high alert medication .

List of High Alert Medication in Acute Care Setting

-Kategori/ kelas obat-obatan

Spesifikasi Obat

adrenergic agonists, IV (e.g., EPINEPHrine, phenylephrine, norepinephrine)

EPINEPHrine, subcutaneous

adrenergic antagonists, IV (e.g., propranolol, metoprolol, labetalol)

epoprostenol (Flolan), IV

anesthetic agents, general, inhaled and IV (e.g., propofol, ketamine)

insulin U-500 (special emphasis) : *All forms of insulin, subcutaneous and IV, are considered a class of high-alert medications.

Insulin U-500 has been singled out for special emphasis to bring attention to the

need for distinct strategies to prevent the types of errors that occur with this concentrated

form of insulin

antiarrhythmics, IV (e.g., lidocaine, amiodarone)

magnesium sulfate injection

antithrombotic agents, including:

  • anticoagulants (e.g., warfarin, low molecular weight heparin, IV unfractionated heparin)
  • Factor Xa inhibitors (e.g., fondaparinux, apixaban, rivaroxaban)
  • direct thrombin inhibitors (e.g., argatroban, bivalirudin, dabigatran etexilate)
  • thrombolytics (e.g., alteplase, reteplase, tenecteplase)
  • glycoprotein IIb/IIIa inhibitors (e.g., eptifibatide)

methotrexate, oral, non-oncologic use

cardioplegic solutions

opium tincture

chemotherapeutic agents, parenteral and oral

oxytocin, IV

dextrose, hypertonic, 20% or greater

nitroprusside sodium for injection

dialysis solutions, peritoneal and hemodialysis

potassium chloride for injection concentrate

epidural or intrathecal medications

potassium phosphates injection

hypoglycemics, oral

promethazine, IV

inotropic medications, IV (e.g., digoxin, milrinone)

vasopressin, IV or intraosseous

insulin, subcutaneous and IV

 

liposomal forms of drugs (e.g., liposomal amphotericin B) and conventional counterparts

(e.g., amphotericin B desoxycholate)

 

moderate sedation agents, IV (e.g., dexmedetomidine, midazolam)

 

moderate sedation agents, oral, for children (e.g., chloral hydrate)

 

narcotics/opioids

  • IV
  • Transdermal
  • oral (including liquid concentrates, immediate and sustained-release formulations)

 

neuromuscular blocking agents (e.g., succinylcholine, rocuronium, vecuronium)

 

parenteral nutrition preparations

 

radiocontrast agents, IV

 

sterile water for injection, inhalation, and irrigation

(excluding pour bottles) in containers of 100 mL or more

 

sodium chloride for injection, hypertonic, greater than 0.9% concentration

 

List of High Alert Medications in Ambulatory Healtcare

-Kategori/ kelas obat-obatan

Spesifikasi Obat

antiretroviral agents (e.g., efavirenz, lamiVUDine, raltegravir, ritonavir,

combination antiretroviral products)

carBAMazepine

chemotherapeutic agents, oral (excluding hormonal agents)

(e.g., cyclophosphamide, mercaptopurine, temozolomide)

chloral hydrate liquid, for sedation of children

 

hypoglycemic agents, oral

heparin, including unfractionated and low molecular weight heparin

immunosuppressant agents (e.g., azaTHIOprine, cycloSPORINE,

tacrolimus)

metFORMIN

insulin, all formulations

methotrexate, non-oncologic use

opioids, all formulations

midazolam liquid, for sedation of children

pediatric liquid medications that require measurement

propylthiouracil

pregnancy category X drugs (e.g., bosentan, ISOtretinoin)

warfarin

Dengan adanya daftar obat di atas, diharapkan bisa mengurangi kesalahan dalam pemberian high alert medications. Pemberian high-alert medications harus teliti. Hal-hal yang dilakukan untuk meningkatkan keamanan high alert medications adalah perawat harus melakukan pengecekan ganda (double check) terhadap semua high alert medications sebelum diberikan kepada pasien. Selain itu, persiapan dan penyimpanannya pun harus jelas. High alert medications harus disimpan di pos perawat di dalam troli atau kabinet yang terkunci dan diberi label yang jelas.

Oleh: Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH
Sumber:
_____(2011). List of High-Alert Medications in Community/Ambulatory Healthcare. ISMP
_____(2014). L is t o f High-Alert Medicationsin Acute Care Settings. ISMP

http://www.ismp.org/tools/highalertmedications.pdf 
http://www.ismp.org/communityRx/tools/ambulatoryhighalert.asp 

Patient safety menjadi hal yang mutlak dan wajib dipenuhi oleh fasilitas layanan kesehatan yang bermutu. Dalam dunia medis keselamatan pasien merupakan hal yang sangat esensial, sedikit saja kesalahan maka pasien bisa cacat bahkan meninggal. Tidak hanya prosedur dan fasilitas yang perlu diperhatikan dalam menjamin keselamatan pasien, pengelolaan obat-obatan juga menjadi salah satu faktor penentu.

The Institute of Medicine dalam salah satu studinya menemukan bahwa dalam sehari setidaknya ada satu kesalahan dalam pemberian obat di rumah sakit. Studi lainnya mengemukakan bahwa dalam hal administrasi, 1 dari 5 pemberian obat kepada pasien terindikasi error. Kesalahan/error ini mencakup antara lain pemberian dosis yang keliru, obat yang salah, dan waktu pemberian obat yang tidak tepat. Faktor lain yang juga ikut berkontribusi dalam kesalahan/error tersebut adalah penyimpanan dan labeling obat.

Salah satu guideline yang bisa dijadikan pedoman untuk penataan penyimpanan dan labeling obat adalah yang dikembangkan oleh Calgary Health Region. Guideline ini sudah diaplikasikan di lebih dari 500 area di rumah sakit-rumah sakit di Kanada. Guideline ini lebih menekankan pada faktor manusia/SDM pengelolaan obat. Khusus untuk penyimpanan dan labeling, Calgary Health Region menemukan beberapa masalah yang sering terjadi diantaranya :

  1. Obat dengan dosis yang berbeda ditempatkan dalam satu tempat tanpa pemisah.
  2. Obat ditempatkan dalam wadah tanpa penutup dan tanpa label.
  3. Kelebihan kapasitas dari wadah penyimpan obat yang menyebabkan kemungkinan bercampurnya obat dengan wadah lain yang berdekatan.
  4. Ketidaksamaan penataan obat antara ruangan yang satu dengan yang lain sehingga apabila petugasnya berganti ruangan bias membingungkan.
  5. Penggunaan huruf dan tulisan tangan yang kurang jelas untuk labeling obat, penempatan label yang tidak sesuai (pada tempat yang melengkung dan terhalang oleh benda lain).

Dari permasalahan tersebu,t maka dibuatlah suatu guideline untuk mengefektifkan penataan dan pengelolaan obat. Dari aspek penyimpanan berikut adalah rekomendasi yang diberikan oleh Calgary Health Region, diantaranya :

  1. Standarisasi penyimpanan untuk semua area di rumah sakit, artinya semua bagian/area di rumah sakit harus mempunyai format penympanan yang sama, hal ini agar bidan/perawat tidak kebingungan dalam pengelolaan obat apabila bekerja di area yang berbeda.
  2. Menggunakan sistem clustering atau pemisahan misalnya pembagian kategori untuk injectable, obat oral, dan obat topikal. Hal ini untuk meminimalkan pilihan dan meningkatkan efektivitas dalam pencarian obat.
  3. Sistem clustering di atas juga bisa ditambah dengan penggunaan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cluster agar lebih mudah dalam penyimpanan dan cepat dalam pemilihan obat.
  4. Menggunakan pemisah untuk penyimpanan obat-obatan yang berbeda dalam 1 wadah dengan label yang jelas termasuk nama obat, dosis, ketersediaan, dan lain sebagainya.
  5. Untuk penyimpanan obat berjenis narcotic agar diatur pada wadah atau lemari yang terpisah dengan label yang jelas.

Sedangkan untuk labeling, beberapa hal yang menjadi rekomendasi adalah :

  1. Perbanyak white space agar nama obat yang tertulis bisa lebih mudah dibaca.
  2. Gunakan generic name, hal ini untuk meminimalkan kebingungan apabila rumah sakit mengganti supplier obat atau supplier mengganti tampilan package dari beberapa obat tertentu.
  3. Penggunaan huruf yang direkomendasikan untuk labeling adalah jenis Arial dengan ukuran 16-20, sentence-style lettering, dan penggunaan TALLman lettering untuk membedakan obat dengan pengejaannya, misalnya dimenhyDRINATE atau diphenhydrAMINE
  4. Penempatan label harus di depan tempat penyimpanan jangan di permukaan yang melengkung. Selain itu, label harus memuat kuota obat yang tersedia untuk mempermudah proses pengajuan/ permintaan apabila habis, namun yang perlu diperhatikan untuk kuota label harus bias dibedakan dengan dosis bias menggunakan warna yang berbeda atau tulisan yang berbeda sehingga tidak bingung.

Penyimpanan dan labeling memang masih menjadi hal yang dianggap remeh untuk sebagian staf rumah sakit, namun untuk patient safety, hal ini sangat diperlukan selain untuk menjamin ketepatan pemberian obat, penyimpanan dan labeling yang baik juga mambantu dalam pengelolaan dan perencanaaan obat kedepannya sehingga bisa lebih terstruktur dengan baik.

Oleh : Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran

Sumber : Shultz, et all. 2012. Standardizing the Storage and Labelling of Medications : Part I and Part II. CJPH-Vol 60, No. 2 & No. 3, April and June 2007

www.ismp-canada.org/download/cjhp/cjhp0706.pdf 
www.ismp-canada.org/download/cjhp/cjhp0704.pdf 

Permasalahan yang kerap terjadi dalam proses pemberian obat salah satunya adalah terjadinya tipe kesalahan yang terus terulang. Contoh error medication yang dapat terjadi antara lain adalah dimana seorang pasien mendapatkan pengobatan overdosis sejumlah 5-fold insulin U-500 setelah perawat menuliskan dosis sejumlah U-100 syringe, dan cek ulang oleh perawat lainnya gagal dilakukan. Pada rumah sakit yang menggunakan obat high alert, banyak kasus yang terjadi dan terus terulang terkait pengelolaan penggunaan obat high alert tersebut. Hal tersebut terbukti dalam beberapa literatur dan laporan-laporan yang dikirimkan pada ISMP National Medication Errors Reporting Program (ISMP MERP).

The Joint Commision memiliki standar yang menyebutkan bahwa rumah sakit harus mengembangkan sendiri daftar obat high alert, memiliki proses pengelolaan obat high alert, dan melaksanakan proses tersebut. Namun daftar obat high alert yang dimiliki suatu rumah saki akan menjadi tidak bermanfaat apabila tidak di update, diketahui oleh staf klinisi, dan dilengkapi dengan strategi pengurangan risiko yang lebih efektif dan tidak sekedar sebagai 'awareness', panduan double check, pendidikan staf, serta 'seruan' untuk berhati-hati. Rumah sakit perlu memikirkan dengan baik daftar obat high alert dan proses yang efektif berpengaruh mengurangi risiko kesalahan dengan obat tersebut.

Rekomendasi praktik keselamatan yang dapat dilakukan adalah agar rumah sakit mengkaji kembali daftar obat high alert yang telah dimiliki dan rencana yang diberlakukan untuk mengurangi risiko obat tersebut. Berikut adalah panduan yang dapat dipertimbangkan sebagai acuan:

  • Mengembangkan / Memperbaharui Daftar Spesifik di Rumah Sakit
    Rumah sakit memerlukan target daftar obat high alert yang cukup komprehensif untuk mengurangi risiko berbahaya yang dapat terjadi. Banyak rumah sakit menentukan daftar tersebut dengan mengacu pada Daftar Obat High Alert ISMP (www.ismp.org/Tools/institutionalhighAlert.asp) yang diupdate secara berkala berdasarkan berbagai data/ laporan yang diterima ISMP.

    Meskipun terdapat daftar obat high alert yang telah ditentukan namun pada beberapa kondisi tertentu dapat ditambahkan jenis-jenis obat tertentu ke dalam formularium obat high alert. Selain itu daftar obat high alert harus di perbarui sesuai kebutuhan dan hasil review setidaknya setiap 2 tahun.
  • Pelaksanaan Strategi Pengurangan Risiko
    Identifikasi obat high alert dilakukan dengan maksud untuk membangun perlindungan dan mengurangi risiko. Tujuan utama penerapan startegi pengurangan risiko adalah:
    • Mencegah kesalahan
    • Membuat kesalahan yang terjadi dapat diketahui/ terlihat
    • Mengurangi bahaya/ kerugian
      Agar dapat efektif maka semua komponen interdisipliner ini memerlukan:
    • Pemahaman penyebab error / kesalahan
      Strategi yang efektif harus dapat mengatasi penyebab kesalahan dari setiap tipe obat high alert atau obat kelas tertentu. Untuk mempelajari penyebab kesalahan dapat dilakukan internal review untuk data medication error dan hasil dari analisis akar masalahnya serta melakukan kajian dengan melihat sumber data atau literatur terkait. Tools lain dapat juga dipergunakan untuk membantu dalam identifikasi kesalahan yang dapat terjadi pada penggunaan obat high alert seperti FMEA dan self assessment. Langkah pertama ini tidak dapat diabaikan karena jika kita tidak dapat menjelaskan mengapa kesalahan penggunaan obat tersebut dapat terjadi maka strategi yang kita pergunakan mungkin tidak dapat mengurangi risiko sama sekali.
    • Memastikan tindakan yang komprehensif
      Strategi tunggal untuk mencegah kesalahan pengobatan cukup jarang dalam pencegahan kesalahan yang berbahaya. Berikut adalah kunci agar strategi berhasil dilakukan:
      • Beberapa strategi pengurangan risiko harus dilaksanakan bersamaan
      • Strategi pengurangan risiko yang dilakukan harus berdampak pada proses pengobatan yang dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahan, seperti; pengadaan, penyimpanan, peresepan, transkrip, dan sebagainya.
      • Strategi pengurangan risiko rendah harus dilaksanakan menjadi satu dengan strategi pengurangan risiko tinggi

        art-4des

      • Untuk melengkapi informasi dalam proses perencanaan, dapat dilakukan dengan mencari literatur untuk mengidentifikasi strategi pengurangan risiko yang terbukti efektif, direkomendasikan oleh ahli, atau telah sukses diimplementasikan di tempat lain
      • Strategi dapat diterapkan di berbagai situasi/ setting
      • Pada saat penerapan strategi, harus ada keseimbangan bagaimana sumber daya akan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi
      • Strategi harus sustainable
  • Penilaian Keefektifan Strategi
    Penilaian outcome dan proses harus dilakukan secara rutin untuk menilai keefektivitasan strategi pengurangan risiko obat high alert. Dan hasil penilaian yang dilakukan di informasikan kepada berbagai pihak terkait di rumah sakit.

Disarikan oleh : Lucia Evi I
Sumber : Your High-Alert Medication List-Relatively Useless Without Associated Risk-Reduction Strategies. April, 2013. Newsletter.
https://www.ismp.org/newsletters/acutecare/showarticle.aspx?id=45 

Pesan atau komunikasi secara lisan lebih berpeluang untuk terjadi kesalahan dibanding dengan pesan yang tertulis atau dikirim secara elektronik. Berbagai permasalahan yang dapat terjadi dan 'mengganggu' proses komunikasi lisan antara lain; dialek, artikulasi, aksen bicara yang berbeda-beda, backsound, interupsi, nama obat yang tidak familiar, serta terminologi. Setelah pesan secara lisan diterima harus ditranskripsikan ke dalam pesan atau perintah tertulis yang dapat menambah kompleksitas dan risiko pada proses pemesanan. Satu-satunya 'catatan' nyata mengenai pesan lisan ini adalah ingatan pihak-pihak yang terlibat.

Pada saat penerima mencatat pesan lisan, penulis resep berasumsi bahwa penerima pesan mengerti dengan benar. Tidak ada seorangpun kecuali penulis resep yang dapat memverifikasi apakah yang didengar oleh penerima pesan adalah benar. Dan apabila kemudian perawat yang menerima pesan menelpon ke apotek terkait pesan atau perintah tersebut maka akan membuka peluang lebih tejadinya kesalahan. Apoteker bergantung pada keakuratan transkripsi pesan tertulis oleh perawat dan pengucapannya ketika dibacakan kepada apoteker. Nama obat yang terdengar mirip pengucapannya juga mempengaruhi akurasi pesan atau perintah lisan. Banyak laporan yang disampaikan kepada PA-PSRS (Patient Safety Advisory-Pennsylvania Safety Reporting System) terkait nama obat yang salah dengar (misheard) seperti; pengucapan erythromycin yang mirip dengan azithromycin, pengucapan klonopin dengan clonidine. Selain itu kesalahan dengar tidak hanya terbatas pada pengucapan nama obat tetapi dapat terjadi pada pengucapan dosis obat, seperti; pengucapan toradol 50mg padahal dosis yang dimaksud adalah 15mg, pasien biasanya mengkonsumsi 5 tablet phenobarbital 30mg dan dokter memberikan phenobarbital 530mg.

Penyampaian pesan pemberian obat secara bersamaan juga berpeluang menimbulkan kesalahan. Institute for Safe Medication Practices (ISMP) menerima laporan kasus bayi yang lahir prematur mengalami permasalahan pernafasan setelah lahir, bayi tersebut rencananya akan dibawa ke NICU di RS anak terdekat. Sambil menunggu proses transfer, dokter memberikan pesan atau perintah secara lisan untuk memberikan ampicilin 200mg, gentamicin 5mg, dan perawat salah dengar bahwa antibiotik kedua yang diperintahkan adalah gentacimin 500mg, dan karena apotek sudah tutup maka diberikan obat yang dinilai setara yang tersedia, namun ternyata telah terjadi medication error, dan hal tersebut diketahui ketika kru ambulans dari RS anak datang dan menemukan bahwa tingkat gentacimin pada bayi tersebut 590mcg/mL.

Medication error juga dapat terjadi akibat kesalahan dalam mengkomunikasikan hasil laboratorium. Laporan yang diterima PA-PSRS menyebutkan bahwa banyak terjadi kesalahan akibat salah tafsir kadar gula darah untuk pasien terapi insulin. Misalnya kasus dimana pasien diberi 10 unit insulin reguler berdasarkan informasi yang disampaikan secara lisan bahwa gula darah pasien menjadi 353, padahal gula darah pasien tersebut 85.

Masalah signifikan lainnya yang dapat muncul akibat penggunaan perintah lisan adalah gangguan komunikasi terkait informasi pasien yang relevan, seperti; daftar obat saat ini, diagnosis, kondisi co-morbid, dan alergi. Ketika pengobatan dipesan secara lisan dan sistem pengecekan apotek tidak berjalan, maka masalah lainnya akan timbul. Salah satu contoh kasus yang diterima PA-PSRS adalah kejadian dimana seorang perawat menerima pesan secara lisan dari dokter untuk zosyn, pada dokumen pasien disebutkan bahwa pasien alergi terhadap penicillin. Baik perawat dan dokter sama-sama tidak menyadari bahwa zoysin kontraindikasi untuk pasien tersebut.

Pentingnya mengelola pesan atau perintah secara lisan juga mendapat perhatian dari The Joint Commission Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) dengan menambahkan sasaran patient safety nasional untuk mengatasi kecenderungan kesalahan prosedur perintah lisan. Tujuannya menyebutkan bahwa penerima pesan lisan atau telpon harus menuliskan pesan lengkap atau mengetiknya dalam komputer kemudian membacanya kembali dan menerima konfirmasi dari pemberi pesan atau hasil tes.

Fax, surat elektronik, dan penerimaan pesan secara komputerisasi dapat mengurangi kebutuhan perintah atau pesan secara lisan untuk situasi yang tidak gawat, namun sepertinya tidak mungkin untuk benar-benar menghilangkan komunikasi secara lisan tersebut. Untuk itu berbagi praktik yang aman atau safe practices dengan perawat, apoteker, dokter di unit kerja dapat menstimulasi diskusi. Meskipun mungkin tidak semua saran feasibel diterapkan di setiap organisasi tetapi dapat dipergunakan unttuk mengevaluasi praktik yang terjadi di organisasi tersebut. Safe practices tersebut antara lain meliputi:

  • Membatasi komunikasi lisan untuk peresepan atau perintah pengobatan pada situasi yang mendesak dimana tidak memungkinkan untuk dapat langsung menulis atau menggunakan komunikasi elektronik
  • Untuk pemberi resep mengucapkan perintah atau pesan secara jelas. Untuk penerima pesan menulis pesan atau mengetiknya dalam komputer, membaca kembali, menerima konfirmasi dari individu yang memberikan pesan
  • Untuk semua pesan terkait pengobatan termasuk tujuan dari obat tersebut dipastikan agar 'masuk akal' dalam konteks kondisi pasien
  • Termasuk dosis mg/ kg seiring dengan dosis spesifik untuk pasien untuk semua pesan atau perintah lisan pengobatan neonatal dan pediatrik
  • Untuk pemberi resep menanyakan informasi penting pasien seperti alergi obat, hasil lab, diagnosis atau kondisi co morbid yang mungkin akan berefek pada obat yang diberikan
  • Menyebutkan dosis obat dalam unit berat, misalnya: mg, gr, mEq, mMol
  • Apabila memungkinkan ada orang kedua yang mendengarkan pesan/ perintah lisan tersebut
  • Mencatat pesan/ perintah lisan secara langsung ke dalam lembar pesanan yang ada di tabel pasien
  • Penerima perintah/ pesan lisan dapat diminta menandatangani, menulis tanggal, waktu, dan catatan pesanan sesuai dengan prosedur peresepan yang ditentukan
  • Larangan perintah lisan untuk kemoterapi karena kompleksitasnya dan kesalahan fatal yang dapat terjadi
  • Larangan permintaan obat dari unit keperawatan ke apotek kecuali pesan lisan tersebut ditranskripsikan ke dalam form pesanan serta dilakukan sekaligus
  • Membatasi pesan/ perintah lisan untuk obat yang ada di dalam formularium
  • Membatasi jumlah tenaga yang kemungkinan akan menerima perintah/ pesan lisan untuk membantu memastikan 'keterbiasaan' dengan pedoman fasilitas dan kemampuan untuk mengenali penelpon, sehingga dapat mengurangi potensi perintah/ pesan palsu yang disampaikan melalui telpon
  • Apabila memungkinkan memiliki apoteker penerima perintah/ pesan lisan untuk pengobatan dan memastikan mekanisme bagi apoteker untuk menuliskan perintah lisan langsung ke dalam rekam medis
  • Meningkatan kesadaran permasalahan obat

Terdapat tiga hal yang dapat dilakukan petugas Patient Safety untuk meningkatkan proses keamanan obat terkait dengan perintah/ pesan secara lisan:

  • Menentukan apakah kebijakan dan prosedur di unit kerja sudah membahas mengenai perintah atau komunikasi secara lisan
  • Apabila sudah ada kebijakan dan prosedur yang relevan, dapat menggunakanelemen yang ada dalam tabel di bawah ini sebagai ceklis untuk mengidentifikasi potensi kesenjangan atau peluang untuk pengembangan

    tabel1
    tabel1
  • Apabila kebijakan dan prosedur sudah membahas semua elemen lingkungn yang aman terkait dengan perintah lisan, maka untuk mengetahui sejauh mana dokter mengikuti prinsip-prinsip tersebut dapat dipergunakan tabel berikut:

    table3

Disarikan Oleh: Lucia Evi I

Sumber : Improving the Safety of Telephone or Lisan Orders. The PA-PSRS Patient Safety Advisory—Vol. 3, No. 2 (June 2006)

http://patientsafetyauthority.org/ADVISORIES/AdvisoryLibrary/2006/Jun3(2)/Pages/01b.aspx